Double uppp.
.
.
.
.
Happy reading Good Reader^^
.
.
.
.
Malam ini orang-orang dirumah berkumpul di ruang makan. Jungkook yang tadi siang baru pulang menatap satu persatu anggota keluarganya yang sedang menyatap hidangan makan malam. Entah mengapa ia merasa ada yang aneh dengan mereka. Perasaannya berkata bahkan akan ada hal yang membuatnya marah besar setelah ini.
Jungkook melanjutkan makannya setelah ditatap Taehyung hyungnya. Seokjin sesekali melirik Jungkook yang hanya mengaduk-aduk makanannya.
Setelah semuanya selesai, kakek Kim pergi lebih dulu dari ruang makan diikuti dengan sang ayah. Tak ada pembicaraan ringan dari mereka dan hal itu sukses membuat Jungkook kesal sekaligus sedih.
Baru saja ia merasakan kehangatan keluarga di rumah Mingyu seketika itu pula ia merasakan dinginnya rumah besar ini. Tak ada candaan ringan. Tak ada sapaan ramah nan hangat. Semuanya tak ada dan Jungkook sakit akan hal itu.
Ia membenci hal ini, ia sangat membencinya. Seokjin hyungnya yang harusnya menjadi panutan dan melindunginya justru nampak hanya seperti pelayan untuk sang kakek. Ia tahu jika sang kakek adalah orang yang ambisius tapi semua ini sudah keterlaluan.
Taehyung yang harusnya perlahan sembuh dan menarik bibirnya untuk tersenyum sampai sekarang masih saja menutup rapat-rapat bibir manisnya itu. Jungkook merasa gagal untuk menjadi pelindung sang hyung. Jungkook merasa sakit melihat sang hyung yang hari demi hari menjadi lebih tertutup.
Ia jadi jarang mengobrol dan bertukar hobi dengan sang hyung. Semua berubah setelah kepindahan mereka ke Jepang dan Jungkook tak menyukainya.
Jungkook yang mulai tak tahan dengan ruang makan yang ia rasa pengap dan semakin menekan dadanya itu memilih beranjak dari kursinya. Suara kursi yang terdorong paksa itu terdengar di seluruh ruang makan.
"Jungkook-ah.." panggil Seokjin pada adiknya yang sudah akan pergi dari tempat itu. Jungkook terdiam menatap Seokjin tak suka.
"Jika hyung memanggilku hanya untuk mengecewakanku lagi, sebaiknya hyung berhenti bicara denganku. Anggap aku sebagai orang asing disini. Ini memuakkan." Ucap Jungkook dengan sirat manik terluka.
"Kook" panggil Taehyung lirih dan Jungkook bisa mendengarnya dengan jelas. Diliriknya Taehyung pelan.
"Duduklah sebentar. Hanya sebentar." Pinta Taehyung dengan lembut. Jungkook menghela napas dan kembali ke kursinya. Melipat kedua lengannya sembari menunggu salah satu dari kedua hyungnya itu bicara.
"Aku tahu kau masih marah dengan hyung. Maafkan aku Kook. Hyung tidak bermaksud untuk memaksa Taehyung menghadiri pesta semalam, tapi kau harus paham seperti apa kakek Kook." Jelas Seokjin yang sama sekali tak ingin ia dengan. Hyung tertuanya seolah menyalahkan Taehyung dalam masalah ini dan untuk kesekian kalinya Jungkook tak menyukainya.
"Jadi hyung menyalahkan Taehyung hyung dalam masalah ini?" tanya Jungkook tak suka.
"Bukan begitu. Maksud hyung it—"
"Seokjin hyung seharusnya paham bagaimana fisik Taehyung hyung. Jungkook sudah menjelaskan jika Taehyung bekerja sangat keras untuk ujian kampusnya dan ditambah perusahaan. Taehyung hyung tak bisa merasakan sakit dibadannya hyung. Jika ia tiba-tiba pingsan karena kelelahan bagaimana?" Jelas Jungkook pada Seokjin yang masih menatapnya. Taehyung terdiam menatap adiknya yang ia rasa sedang sangat marah sekarang.
"Jangan seperti itu Kook." Ucap Taehyung menenangkan.
"Jangan seperti apa hyung? Aku bicara seperti ini karena peduli dan sayang padamu. Hyung seharusnya mengerti akan hal ini. Ahh.. tidak, kau tak mengerti hal ini kan hyung...hahaha.. maaf aku melupakannya." Ucap Jungkook sembari memaksa dirinya tertawa.
"Jungkook jaga bicaramu pada Tae hyungmu." Titah Seokjin. Salah satu alis Jungkook terangkat mengejek Seokjin.
"Hahaha.. bukankah memang benar? Hyung juga tahu kan? Hyung bahkan lebih tahu dari aku tapi hyung memilih diam dan terus menjadi pelayan ayah dan kakek"
"Kim Jungkook!" pada akhirnya Seokjin terkuasai dengan amarahnya. Wajahnya sudah merah padam dan Jungkook menatap sang hyung tertuanya dengan datar. Ia sama sekali tak peduli dengan amarah hyungnya.
Taehyung yang menatap kedua saudaranya diam. Ia tak tahu harus memihak dan menenangkan yang mana dan bagaimana caranya.
"Kau tahu Seokjin hyung? Bahkan jika kau menampar Taehyung hyung sekuat tenaga ia tak akan merasakan sakitnya. Jika kau tak percaya cobalah." Ucap Jungkook datar sembari melirik Taehyung yang tengah menatapnya. Seokjin terdiam dengan ucapan Jungkook. Ia tak paham dengan itu.
"Apa maksudmu Kook?" Seokjin tak paham dengan arah pembicaraan adiknya itu.
"CIPA. Apa hyung pikir Taehyung hyung hanya mengidap alexithymia? Tidak hyung, ia adalah pasien CIPA!" teriak Jungkook yang sudah lelah dengan rasa marahnya. Taehyung menggenggam tangan Jungkook erat dan ia tak tahu mengapa. Jungkook melirik hyungnya yang menunduk menatap lantai. Air mata Jungkook menetes pelan.
"Ia tak bisa merasakan sakitnya. Ia bisa-bisa tak sadarkan diri jika sakit. Kau seharusnya tahu itu Kim Seokjin." Ucap Jungkook yang dengan beraninya memanggil hyungnya dengan nama lengkap.
"Minggu depan, aku akan mengajak Taehyung hyung pergi. Aku tak peduli hyung setuju atau tidak. Aku sudah muak dengan rumah ini. Aku akan mengajak Taehyung hyung beristirahat" ucap Jungkook yang kemudian menarik lengan Taehyung pelan dan mengajaknya menuju kamar.
Seokjin menatap kepergian kedua adiknya itu diam. Ia terkejut bukan main mengetahui kebenaran itu. Diusapnya wajah tampan itu kasar. Ia marah dengan dirinya karena tak bisa melindungi dan menyayangi kedua adiknya dengan benar.
"Maafkan aku Tae. Maaf karena sudah mengecewakanmu lagi Kook." Ucapnya lirih.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
UnFeeling (Tamat)
Short StoryAjari aku bagaimana bahagia tanpa perlu merasa khawatir dan takut. Ajari aku bagaimana tersenyum dan menangis seperti layaknya mendapat kebahagiaan dan kesedihan. - Taehyung. . . . . .