09. Hanya Berkenalan

670 140 5
                                    

Mashiho masih diam di atap kampus, sementara Guanlin sudah pergi dari tadi. Kalau dibandingkan dengan teman barunya itu, Mashiho hanyalah seekor semut. Saat Mashiho akan merebahkan dirinya, kepalanya seperti ada yang menahan padahal sedikit lagi ia menyentuh lantai atap.

Mashiho menoleh dan menemukan kotak rokok milik Guanlin, itu masih utuh. Belum terbuka, masih rapi. Mashiho kemudian mengambil rokok itu dan hanya melihatnya sambil membalikkan kotak rokok itu.

"Rokok itu bahaya buat paru-paru, gue gak berani buat ngerokok anjir. Cemen banget ya gue?" tanya Mashiho pada dirinya sendiri. Tapi Mashiho menggedikkan bahunya dan membawa kotak rokok itu untuk diberikan pada Guanlin nanti.



...


"Hati-hati ya kamu di jalan nanti, jangan main hp!" ucap Yoshi dengan senyum manisnya. Kakak tiri Doyoung itu mengelus rambut adiknya. Ia takkan bertemu dengan Doyoung satu minggu kedepan.

"Siap, kak! Aku bakal rindu sama kakak, nanti kita telponan setiap malam oke?" ucap Doyoung mengangkat jari kelingkingnya.

Yoshi mengangguk dan menautkan kelingkingnya ke kelingking Doyoung, "Janji nih ceritanya? Kalo kakak ada kuota bakal telpon kamu, kalo gak ada ya mungkin gak bakal." ucap Yoshi.

"Gak papa, asal abis kuotanya jangan lama-lama," kata Doyoung lalu tersenyum.

"Doyoung ayo berangkat!" panggil ayahnya. Doyoung dan Yoshi menoleh ke luar rumah, yang lebih muda berdiri dan membawa kopernya menjauh. Yoshi tak bisa ikut mengantar karena ia sedang sakit.

Doyoung berbalik pada kakaknya dan melambaikan tangannya, "Dadah." ucap Doyoung. Yoshi membalasnya dan melakukan kiss bye yang membuat Doyoung tertawa kecil.

Ketika sudah ada di dalam mobil, Doyoung masih menatap rumahnya. "Kamu yakin mau ke Indonesia sendiri aja? Nanti ayah ikut sama kamu aja gimana?" tawar ayahnya Doyoung.

"Apa, sih, yah? Aku yakin lah. Kalo ayah ikut ke rumah kak Hyunsuk yang ada keluarganya hancur lagi. Emangnya ayah mau kak Hyunsuk makin sakit?" tanya Doyoung. "Lagipula kan aku udah besar, aku bisa jaga diri kok." sambung Doyoung.

"Nggak, ayah tinggal di tempat lain gitu," ucap ayahnya. Tapi Doyoung tetap menolak mentah-mentah. Ayahnya hanya mengangguk lemah.

Lalu mereka dilanda keheningan. Sudah biasa sebenarnya, karena Doyoung tak cukup dekat dengan kedua orang tuanya. Doyoung lebih suka diam di kamar, dan kedua orang tuanya dulu bekerja terus. Dari kecil Doyoung memang tak dekat dengan orang tuanya.

Doyoung merasa tak apa, karena meski tanpa dorongan dari ayah dan ibunya Doyoung masih bisa melaju. Doyoung hanya butuh restu dari mereka saja agar semua hal yang ia lakukan bisa berjalan dengan lancar.

Lelaki berambut merah itu seketika merasa ngantuk, bahkan ia menguap. "Tidur saja, nanti kalau sudah sampai ke bandara ayah bangunkan." ucap ayahnya. Doyoung mengangguk dan mencari posisi senyaman mungkin.




...



Mashiho masuk ke rumah dengan wajah tegasnya, tak ada lagi Mashiho dengan kepribadian lucu sejak satu tahun yang lalu. Mashiho merogoh saku jaketnya dan melemparnya ke meja makan. Novi yang melihat itu kaget, "Kamu merokok?" tanya Novi.

Mashiho mengabaikan pertanyaan itu dan langsung masuk ke kamarnya, tak lupa ia mengunci pintu. Mashiho lupa kalau ayahnya akan mengomel bila rokok itu ditemukan oleh Arul atau Novi mengadu.

Tak lama terdengar suara kegaduhan di ruang tengah, jujur Mashiho risih dengan suara bising itu. Suara orang tertawa yang membuat hati Mashiho sakit, "Bagaimana bisa mereka tertawa lepas sedangkan aku disini diam menahan rasa sakit?"

Satu fakta tentang Mashiho, bahasanya lembut saat ia berbicara sendiri. Di lantai bawah, yang terjadi berikutnya adalah Novi yang memberikan kotak rokok pada Arul.

"Siapa yang merokok?" tanya Arul. Novi melipat tangannya di depan dada, "Anak kamu."

Arul meremas kotak rokok itu, ia berjalan ke arah kamar Mashiho dan menggedor pintu anak bungsunya. Hyunsuk yang melihat itu hanya menundukkan kepala dan menutup telinga, sementara sang adik kandung mengelus punggung kakaknya.

"MASHIHO! KELUAR KAMU! KAMU SUDAH MELEWATI BATASAN!" teriak ayahnya, Mashiho yang memejamkan mata pun terganggu dengan suara itu. Mashiho berjalan ke arah pintu dan membuka kunci, saat pintunya dibuka Mashiho tak kaget sama sekali melihat ekspresi ayahnya.

"Kotak rokok? Mau nyalahin gue? Yah, mana mungkin gue ngerokok. Mikir aja deh kalau itu pemberian temen gue. Ayah tau kan kalau gue gak bisa merokok?" Mashiho menjelaskan semuanya lebih dulu.

Sang ayah emosinya meluap, "Gak ada teman yang mengajak kesesatan pada temannya yang lain, Takata Mashiho. Kamu berbohong!" ucap Arul.

Mashiho tersenyum miring, "Gak ada ya? Ayah dulu sama Tante Novi cuma temen tuh, tapi lama-lama kalian jatuh cinta terus kalian milih cerai sama pasangan kalian. Gak semua teman mengajak ke kebaikan, gak semua teman mengajak ke kebenaran." jelas Mashiho lagi.

"Kalo jadi temen doang bisa sesat, apalagi kalo udah jatuh cinta?" gumam Mashiho lalu menutup pintu kamarnya. Tak lama ia kembali membuka pintu kamar dan melihat ke arah ruang tengah, lalu bergumam 'oh'.

Setelahnya pintu di tutup lagi. Aneh memang.

Di kamarnya, Mashiho hanya melamun. Ia membayangkan bagaimana sakitnya ketika Mashiho disebut 'anak kamu' ketimbang di panggil nama. Alasan Mashiho membenci Novi karena memang Mashiho sudah tahu kalau Novi hanyalah mencintai ayahnya dan Novi tak menyayanginya.

"Gak punya muka kali dia, makanya dia cari muka. Pffft," monolog Mashiho.

"Ada-ada aja ya orang-orang jaman sekarang. Apalagi janda kayak Tante Novi, haduh. Gayanya kayak janda pujaan sejuta umat duda." lanjut Mashiho lagi.

Satu lagi fakta tentang Mashiho, ia membenci ibu tirinya itu yang bertindak sok adil dan sok menyayanginya.

Beberapa jam kemudian Mashiho keluar dari kamar dan bergabung ke meja makan—tidak. Maksudku, Mashiho hanya duduk disana menatap seorang anak lelaki yang baru saja datang dari luar negeri.

"Hai, gue Mashiho." Satu kalimat yang keluar dari mulut Mashiho itu cukup membuat suasana menjadi hening, Mashiho berinteraksi dengan adik dari kakak tirinya?

Mashiho menjulurkan tangannya, "Gue Takata Mashiho. Adik kandung dari Kim Junkyu, anak kandung dari Arin dan Arul, anak tiri dari Novi dan adik tiri dari Choi Hyunsuk." jelasnya sekali lagi.

Dengan ragu Doyoung menjabat tangan Mashiho, "G-gue Kim Doyoung."

Hanya ucapan singkat? Itu tak cukup, Mashiho mengangkat sebelah alisnya dan meminta penjelasan lebih banyak. "Kim Doyoung, anak kandung dari Hendra dan Novi. Anak tiri dari Arul dan Caca, adik tiri dari Kanemoto Yoshinori dan adik kandung dari Choi Hyunsuk." Setelah menjelaskan hal itu, tangan mereka berdua terlepas.

"Kamu menerima Doyoung?" tanya Arul.

Mashiho menoleh dan tersenyum lebar, "Cuma kenalan bukan berarti nerima dia jadi salah satu bagian keluarga gue. Karena cuma Kak Junkyu dan mama yang ada di hati gue." Mashiho pun kembali ke kamarnya.

"Maafkan dia, dia memang nakal dan harus diberi hukuman." ujar Arul.

"Kenapa dia tak dipulangkan saja ke tempat tinggal Junkyu?" tanya Novi ketus.

"Aku tak bisa, meskipun Mashiho nakal tapi dia adalah anak yang paling ku banggakan. Dia anak bungsu yang paling aku sayangi, aku ingin adil. Jika Arin ada Junkyu, maka aku harus ada Mashiho." jelas Arul.

Setelah berbicara seperti itu, mereka berempatㅡHyunsuk, Novi, Arul, dan Doyoungㅡberbicara dengan topik yang lebih ringan dan menyenangkan.








×××
Baru nyadar aku update 5 hari yang lalu :(. Kemarin-kemarin aku lagi PTS, nah sekarang mau remed, hehe.

StepbrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang