29. KESEMPATAN YANG TELAH MELEWATI BATAS WAKTU (1)

4.9K 455 77
                                    

Senja, Dears! ^^

Ketemu lagi sama Hara, ya...

Maaf kalau bab ini buat kalian pendek. Ini ngetiknya dari pagi lho baru kelar.

Kemarin malam ada tragedi. Jempol kiri Hara kukunya lepas separuh. Akhirnya diperban. Masih nyut-nyutan banget. Mohon dimaklumi, ya. Hara nulisnya lewat ponsel soalnya. Jadi ngetiknya kayak siput.

Budayakan vote sebelum baca,
Biasakan komentar di akhir cerita.

Tolong koreksi typo!

Happy reading!

***

Evan tertegun melihat pemandangan yang membuat matanya pedih. Evan mengubah arah tungkai, tak jadi kembali ke ruang rawat inap Caca. Sekarang bukan lagi Caca yang menjadi prioritasnya. Bocah kecil itu bisa dia pastikan tetap terlelap sampai beberapa jam ke depan. Sedangkan bocah besar di ujung koridor yang dia tuju terlihat sangat kacau dan berantakan.

Bertahun-tahun bersama dan mencintai Aira, membuat Evan mampu mengenali wanita itu tanpa bertemu pandang lebih dulu. Dari sisi manapun, Evan masih menyimpan rapat memorinya akan sosok wanita itu. Dia lah satu-satunya saksi hidup dalam perubahan setiap inci tubuh Aira. Tak sulit baginya menemukan Aira dari kejauhan sekalipun.

Langkah Evan berhenti tepat di sisi Aira yang sibuk menutup wajah sembari menangis. Dia mengosongkan paru-parunya sebentar dalam satu embusan napas. Sejak awal, dia tak ingin melihat Aira kalah sekali lagi. Sudah cukup dia menorehkan luka menganga yang sulit sembuh dulu. Dia tak bisa mendapati Aira mendulang luka yang sama. Apalagi untuk laki-laki seperti Ardi.

Evan menaikkan gulungan lengan kemejanya yang sempat turun. Kemudian dia duduk di samping Aira tanpa menimbulkan suara. Tatapannya lurus ke arah taman. Hatinya meringis ngilu mendengar Aira berusaha menahan tangis sekuat tenaga sampai wanita itu mengalami cegukan.

"Jangan dipukul-pukul seperti itu! Nanti dadamu sakit, Ra," larang Evan seraya menangkap tangan kanan Aira yang hendak memukul dada.

Aira menoleh. Pandangannya mengabur berkat air mata yang tak mau berhenti turun. Namun, dia bisa mengenali  sosok di sampingnya lewat suara dan wangi sandalwood yang kuat menguar melingkupinya.

"A-apa-"

"Jangan menangis seperti ini di sini!" Evan melarikan jemarinya untuk menghapus jejak basah di pipi Aira. Dia tersenyum menenangkan. "Aku antar kamu pulang, ya?" tanyanya sembari menarik tangan Aira lembut agar ikut berdiri.

Aira yang sudah kehilangan banyak tenaga dan memang sangat lelah pun tak membantah. Dia membiarkan Evan menggenggam tangannya saat berjalan bersisihan. Dia merasa tak yakin akan kuat menggerakkan tungkai bila sendirian. Entah anugerah atau kutukan, Aira bersyukur dengan adanya Evan yang tak menyebalkan. Hal itu justru mengingatkannya akan sosok Evan yang dulu lembut dan penuh perhatian.

"Masuklah!" perintah Evan. Dia menahan pintu mobil untuk Aira.

Aira tersentak dari lamunan. Sejak tadi pikirannya kosong sehingga tak sadar kalau Evan membawanya ke mobil pria itu yang berada di basement rumah sakit. Dia menoleh ke arah Evan dan langsung disambut dengan anggukan dari mantannya itu. Dia lantas memilih percaya dengan ucapan Evan yang akan mengantarnya pulang. Dia tak menaruh curiga sedikitpun selain ingin segera sampai di rumah dan istirahat.

TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✓ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang