39

85 7 5
                                    


Tak ada yang menegur Ace, semua rencana gagal, tetapi Ace bersikap seolah tidak ada apa-apa, orangtuanya tak lagi berkomunikasi dengan Ace dan menganggap Ace tidak ada. Sudah seminggu berlalu, dan Ace menyibukan diri kembali ke kantor. Semua tatanan kantor sudah di rubah oleh Ace, sekretaris sudah di ganti dengan pria yang cekatan.

Aura Ace masih sama, dia masih tampan, namun sesuatu berbeda dari sikapnya yang berubah jadi dingin, keras, dan juga pendiam. Dan diam-diam juga Ace menyiapkan kepergiannya ke Turki. Ia akan realisasikan keberangkatannya itu.

"Bos, apartement sudah siap."

Sekretaris Ace memberitahukan bahwa apartement sudah di siapkan untuknya, ia ingin tinggal di apartement barunya saja, urusan rumah yang pernah ia beli dengan Nalla di biarkan begitu saja, walaupun demikian tetap ada yang mengurusnya, merawat, dan membersihkan rumah itu setiap harinya. Ace sudah memikirkan detail mengenai rumah masa depan itu, walaupun entah kapan ia tinggali.

"Yaudah, bisa minta tolong beresin barang saya gak?" Sekretaris baru nya pun mengiyakan lalu menutup teleponnya.

Ace sangat tak sabar segera menghilang dari dunia ini, hari ini ia akan pamit pada seorang wanita, ya.. Vazilla, dia pasti orang yang akan sedih karena Ace akan pergi jauh. Pergi memang bukan hal yang benar, tetapi memang desakan pekerjaan harus segera Ace selesaikan, ia harus tahu sumber masalah perusahaannya di luar. Ace memiliki firasat bahwa masalah ini adalah ulah Axton.

Tak lama terdengar suara langkah kaki, dan kemudian pintu ruangan Ace terbuka. Nampaklah seorang gadis cantik dengan rambutnya yang tergerai panjang, memakai kaos lengan pendek, melangkah ke arahnya.

Vazilla..
Ya! Benar dia. Dia datang dengan tatapan yang tak ramah.

"Kamu..?" Ucap Ace terkejut. Vazilla duduk di hadapan Ace.

"Apa?"
"Mau bilang kamu lagi sibuk?" Tanya Vazilla. Melihat berkas yang menumpuk di depan meja Ace, Vazilla tahu Ace sedang sibuk. Ace tak menjawab ia hanya diam menatap Vazilla dengan keheranan.

Beberapa menit hening....
Vazilla lupa dengan apa yang akan ia katakan dan Ace, Ace pun bingung dengan apa yang harus ia bahas.

"Apasih Vazilla? Kamu gak jelas banget...! Datang pake muka serem gitu! Gak ada manis-manisnya tau gak?!" Protes Ace.

Jantung Vazilla mencelos. Ia kira Ace akan membencinya atas tindakan penggerebekannya beberapa hari lalu.

"Ace, serius."
"Aku kira kamu emang pilihan terakhir aku, tapi ternyata... aku terlalu kecil untuk kamu,"
Ace mengerutkan dahinya. Pikirannya melanglang Buana kemana saja, namun dengan cepat Vazilla memperjelas ucapannya.
"Maksudnya pemikiran aku terlalu kekanak-kanakan, acara tunangan kita batal, dan baiknya kita memperbaiki semuanya. Kita jalani hari-hari seperti biasa, bagaimana hidup kamu berjalan itu kamu yang tentukan."

Ace diam mencerna ucapan Vazilla yang aneh ini.
"Aku sama kamu, belum benar-benar siap untuk ke arah sana." Lanjut Vazilla.
"Jadi, aku lepasin kamu Ace. Jangan merasa terikat dengan perasaan kamu ke aku." Ace hanya diam, berpikir sejenak.

Ruangan kantor Ace hening, tatapan Ace pada Vazilla kosong, sedangkan Vazilla mengatur napas dengan baik, ia sudah tegar sejak lama, bahkan niatnya pun Ace dan Vazilla tak menikah saat itu, apalagi tunangan. Mereka hanya akan berteman.

"Karena acara-acara udah batal, jadi ya udahlah, gak usah di pikirin lagi." Jawab Ace dengan cueknya.

Hati Vazilla sedikit terluka, perasaan Ace selama ini padanya nyata tak terlalu dalam, Ace hanya ingin memiliki Vazilla agar ia tak jatuh ke tangan Axton, namun Vazilla tak bisa seperti ini, ia tak mau hubungannya di gantung.

"Pertegas Ace, hubungan kita berakhirkan?" Tanya Vazilla.

Ace menarik napas, siapkah ia untuk tegas dengan kondisi hatinya saat ini? Tetapi ia tak tega jika menggantung hubungannya dengan Vazilla.

"Kalau itu mau kamu, yaudah.." jawab Ace santai.

Vazilla menjadi kesal.
"Ga punya perasaan ya kamu, Ace?" Tanya Vazilla.

"Ada, cuma kalau mau kamu gitu yaudah. Yaudah, kita berhenti.. kita sudahi," ucap Ace dengan tegas. Vazilla menarik napasnya lagi.

"Oke, aku gak-,"

"Permisi, pak. Untuk tiket ke Turki saya kirim besok gak apa-apa ya pak?" Tanya sekretaris baru yang tiba-tiba masuk tanpa permisi, dan tak tahu jika ada tamu di ruangan Ace.
"Eh. Maaf pak. Saya lancang." Jawab sekretarisnya kemudian menutup pintunya lagi dengan segera.

Di ruangan tersebut Ace dan Vazilla kikuk. Vazilla mendengar semuanya, ia pun bangkit dan segera pamit.

"Kalau gitu aku pamit, Ace."
"Hati-hati di jalan, karena kepergian kamu adalah tanda bahwa aku memang gak ada apa-apanya." Ucap Vazilla.

"Vazi, akutuh mau bilang ke kamu, tapi belum sempat.." jawab Ace.

"Gak usah beralasan Ace, cukup." Jawab Vazilla yang kini mulai bangkit, dan menatap tajam Ace.

"Yaudahlah, terserah." Jawab Ace pasrah. Mendapati kata terserah dari Vazilla, Ace pun pergi.

Mau bagaimana lagi, Ace tak mau membuat bimbang hati Vazilla. Ia akan seperti ini sementara waktu, biarkan takdir yang menentukan bagaimana kisahnya, untuk saat ini, hati dan perasaan Ace tidak benar-benar baik, ia butuh sendiri,ia butuh menyibukan dirinya.

Vazilla benar-benar hancur, merasa tak di butuhkan lagi oleh Ace, padahal dulu, Ace begitu menyayanginya. Apa salahnya, hingga Ace seperti ini padanya. Apakah selama ini dugaannya benar? Ace memang mencintai Nalla begitu dalam.

Vazilla memperlambat langkahnya, berharap Ace mengejarnya namun tidak! Ace tak mengejarnya, pintu ruangannya tertutup rapat. Vazilla dibuat kecewa oleh pria bernama Ace.

Ace melihat ke luar jendela kantornya, awan terlihat mendung dan hujan mulai turun, tubuhnya refleks bergerak, namun tertahan. Ia berpikir bahwa Vazilla akan kehujanan, tapi beberapa detik kemudian, dia menolak.

"Vazi akan baik-baik saja." Ucapnya dalam hati.

Ace dia pantas mendapatkan pria kejam hari ini, entahlah setiap kali ia 91kecewa, ia selalu bersikap egois, dia selalu tak pikirkan perasaan orang lain, yang ia pikirkan adalah bagaimana cara dirinya terbebas dari masalah itu, ia memang belum menguasai pribadi yang baik sebagai pria dewasa.

Vazilla datang sendiri menggunakan taxi, ia harus menerima pil pahit hari ini, ia berjalan di tengah hujan, menangis merasakan sakit hati yang teramat dalam. Ia berjalan terus berjalan, tak peduli langkahnya bagaimana, dan kemana kakinya melangkah, ia hanya ingin sendiri, sendiri dan sendiri.

Tibalah ia di persimpangan jalan yang sepi, ia hendak berlari menuju sebrang, namun naas! Sebuah motor cukup kencang tak sengaja menabraknya. Vazilla pun terpental, dan tak sadarkan diri. Namun pengendara sepeda motor itu, pergi entah kemana.

"Ace...." ucap Vazilla sebelum memejamkan matanya..

LOVE YOU ACE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang