BAB 8 - PERGI

11.3K 782 14
                                    

Max masih syok, kini ia masih memandang Alfa dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana mungkin orang sedetail Alfa bisa melakukan kesalahan fatal seperti itu?

Lalu ingatan Max kembali ke masa itu. Saat di mana ia melihat perempuan muda itu masuk ke dalam bar dan mengaku kalau dia hamil anak Alfa.

Dari penampilannya Max sangat tahu bahwa dia anak kuliahan, yang membawa buku ekonomi akutansi hingga sempat membuat kening Max berkerut. Dan kalau dipikir-pikir, perempuan itu sangat polos, membuat Max ragu kalau perempuan itu seorang penipu.

"Kau gila, Alfa." Max sama frustrasinya dengan Alfa. Kini ia mulai ketakutan kalau dia memang benar-benar mengandung seorang bayi.

"Tidak, aku yakin dia penipu. Aku hanya melakukannya sekali, dan dia tidak mungkin hamil."

Mendengar jawaban itu Max langsung memukul Alfa dengan buku yang ada di atas meja. "Dasar bodoh! Berapa nilai pelajaran biologimu?!" Mata Max menyala tajam.

"Walau hanya sekali, kalau kau sudah memuntahkan lahar panas di rahimnya, pasti dia bisa berkembang biak!!!" Pekik Max dan terus-terusan mengutuk otak idiot sahabatnya itu.

"Bisa saja dia menjebakku. Dia sama seperti hal nya dengan perempuan-perempuan liar lainnya yang mendekatiku."

Tapi Max menggeleng. "Dari penampilannya aku meragukan perkataanmu."

Mendengar jawaban itu, Alfa semakin kesal. Kepalanya semakin pening karena Max memaksa Alfa untuk mengulang memorinya kembali ke masa itu. Saat-saat dia bertemu dengan perempuan yang bernama Anne untuk yang pertama kali.

Apa lagi saat Alfa teringat lagi akan sesuatu hal yang semakin membuat Alfa kepikiran hingga membuatnya kian frustrasi.

"Dari penampilannya aku yakin dia anak baik-baik. Dia tidak seperti perempuan lain seperti apa yang kau katakan. Dan untuk menjawab itu anakmu atau bukan, aku akan memberimu satu pertanyaan."

Alfa mengernyit.

"Is she still virgin?"

Alfa menahan napas dan menatap ke arah Max yang seperti mampu membaca seluruh pikirannya.

***

"Damn it! Dia mengandung anakmu, Alfa!"

"Bulshit! Bisa saja dia menjebakku. Bagaimana kalau setelah aku, dia melakukannya juga dengan banyak pria. Sementara rencananya memang hanya untuk menjebakku."

Bug!

Lagi-lagi Max memukul Alfa dengan buku. "Logikamu sungguh parah! Bagaimana mungkin kau bisa berpikiran sempit seperti itu?!" Dan Max hanya bisa menggelengkan kepala mendengar jalan pikiran Alfa.

"Alfa, kenapa kau mendadak idiot."

Alfa mendengus, memijat kepalanya yang semakin pusing.

"Astaga, aku menyesal meninggalkannya di bar waktu itu." Max masih terbayang-bayang wajah gadis yang menangis sesenggukan dan menatap Alfa dengan tatapan putus asa.

"Percaya lah padaku. Dia hanya perempuan yang sama dengan perempuan-perempuan lainnya, yang hanya mendekatiku karena uang. Sama seperti Meggy dan perempuan lainnya."

Tapi Max menggeleng, semakin ragu akan jawaban Alfa.

"Dan sekarang, apa kau akan membiarkannya? Apa kau akan melupakannya begitu saja? Bagaimana kalau memang benar dia hamil anakmu?"

"..."

Alfa menggeleng, sepertinya Alfa masih yakin kalau perempuan itu seorang penipu.

Hingga pada akhirnya Max berdiri. Mendengus kesal dan kini melangkah menjauh dari Alfa. "Dan sekarang, apa bedanya kau dengan Ibumu? Jika dia hamil anakmu, jelas-jelas yang kau lakukan adalah menelantarkan anak itu. Kau hanya laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan hanya memikirkan dirimu sendiri."

Mendengar perkataan Max yang tiba-tiba menyebut Ibunya, membuat mata Alfa melotot tajam. Dia tercekat karena tidak menyangka Max akan mengatakan sesuatu yang bahkan Max belum pernah menyinggungnya sama sekali.

Dan Ibunya? Alfa yakin kalau dia sangat berbeda dengan perempuan jahat itu. Bagaimana mungkin Max menyandingkan dirinya dengan Ibunya?

"Selama ini kau membencinya. Tapi ternyata kau sama saja." Max tersenyum sinis seakan mencemooh.

"Jangan pernah bandingkan aku dengan Ibuku!" Pekik Alfa dengan tangan yang mengepal penuh amarah.

"Lalu di mana bedanya? Kau bahkan membuang anakmu sendiri. Bukan kah dulu Ibumu juga melakukan hal yang sama?"

Perkataan itu semakin membuat Alfa semakin tersulut.

"Ah, aku jadi penasaran bagaimana bayi itu dewasa nanti." Tiba-tiba Max berdehem. "Pasti dia akan membencimu setengah mati." Max tertawa setengah mengejek.

"Tutup mulutmu Max!"

"Terserah kau saja. Aku pergi."

Semua hal ini sungguh sangat membuat Alfa frustrasi, teringat akan perempuan itu lagi dan kejadian malam yang sudah mereka lewati. Tanpa sadar Alfa mengumpat. Sementara Max sudah ingin pergi meninggalkan Alfa tetapi tiba-tiba ia memanggilnya kembali.

"Cari tahu siapa dia, Max. Cari tahu apakah dia benar-benar hamil atau tidak. Buntuti dia, cari tahu perempuan macam apa dia dan setelah itu, jika dia memang benar hamil, pastikan dia anakku atau bukan."

Lalu di sana, Max hanya berdecih sambil mengangkat alisnya. Akhirnya kau paham juga... Celetuknya dalam hati.

***

"Kau yakin akan benar-benar pergi?" Sofia di sana masih termenung ketika mendengar rencana Anne yang mengatakan ingin berhenti kuliah lalu berencana pulang dan meninggalkan kota ini.

Anne menyeka air matanya, menatap Sofia yang duduk di sana yang terus mengkhawatirkan dirinya. "Mau bagaimana lagi...?" Anne menunduk lesu.

Sofia semakin prihatin dengan kondisi Anne. Selama dua Minggu, bahkan Anne menginap di rumah Sofia setelah Sofia memintanya untuk keluar dari kosan itu. Sofia takut jika Anne akan semakin depresi hingga meminta Anne untuk tinggal bersama dirinya. Apa lagi karen Sofia memang sendiri, karena orang tuanya bekerja di luar pulau.

"Aku harus pulang walau aku masih ketakutan untuk memberi tahu bunda asuhku di panti asuhan." Dan ada air yang menggenang di pelupuk mata Anne. "Tapi aku harus kuat, aku harus segera mencari pekerjaan karena anakku juga butuh makan nanti."

Sofia semakin sedih mendengar perkataannya.

"Bisa kah kau tinggal lebih lama?"

Tapi Anne menggeleng. "Tidak, Sof. Aku tidak bisa menunda waktu lebih lama lagi. Apa lagi aku sudah memesan tiket."

Di sana Sofia masih tidak rela melihat sahabatnya pergi. Di bawah tempat tidur bahkan Sofia sangat sedih ketika melihat baju-baju Anne yang sudah Anne rapikan di dalam koper dan memasukkan sebagian barang lainnya ke dalam tas. Seakan-akan semakin menyadarkan kalau Anne memang akan pergi sebentar lagi.

"Laki-laki itu, apa benar dia tidak mau bertanggung jawab?"

Anne menggeleng. "Aku sudah tidak mau mengharapkan apa-apa lagi. Aku yakin, aku bisa mengurus bayiku sendiri. Entah lah, tiba-tiba aku sangat menyayanginya." Ucap Anne sambil mengusap perutnya sendiri.

***
21:50 deres banget :(

HAVING HIS BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang