BAB 18 - DIA CALON ISTRIKU

8.2K 516 11
                                    

Pelukan itu nyatanya seperti sebuah medan untuk mentransfer panas tubuh Alfa pada tubuh Anne. Selama dua jam lamanya, panas itu berangsur-angsur turun ketika mereka terus berpelukan. Mereka masih meringkuk, tidur sambil mendekap satu sama lain dengan Alfa yang masih terpejam.

Tapi, Anne tidak berani jika terus membiarkan Alfa seperti sekarang ini. Ia nekat menghubungi ambulan agar mereka bisa menjemput Alfa karena benar-benar khawatir dengan kondisinya.

Anne kemudian turun dari atas ranjang ketika mendengar suara ketukan pintu, sudah dapat dipastikan kalau mereka sudah datang dan berniat untuk menjemput Alfa ke rumah sakit.

Lalu pada akhirnya Anne bernapas lega. Paling tidak, keputusan untuk membawa Alfa ke rumah sakit adalah keputusan yang sangat tepat. Tidak lupa ia segera menghubungi Max agar Max tahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

"Apa ... Bagaimana bisa ...?!" Itu lah kalimat yang terdengar. "Baik lah, aku akan ke rumah sakit sekarang juga. Terima kasih, Ann."

Lalu sambungan terputus, Anne ikut melangkah mengikuti para petugas itu.

***

Sedari tadi, Alfa masih meracau. Beberapa kali Anne memergoki bibir Alfa bergerak-gerak dengan suara yang sama sekali tidak jelas. Mungkin itu karena efek panas yang meningkat tinggi, atau mungkin Alfa sedang bermimpi, Anne tidak tahu. Tapi kata dokter, semua akan baik-baik saja ...

Jarum infus sudah menempel di punggung tangan Alfa. Anne masih setia duduk di sebelah ranjang sambil terus menunggui Alfa. Anne tidak tahu apakah keputusannya untuk membawa Alfa ke kamar perawatan kelas tiga adalah sesuatu yang jahat. Buktinya, banyak orang yang sedari tadi terus memperhatikannya, para perawat itu juga tampak mengernyitkan dahi kala menatap ke arah Anne.

Ya, Anne paham akan hal itu ... Alfa adalah big star, dan mungkin kehadiran Anne saat ini telah mengganggu pandangan mereka. Lagi pula, mereka pasti sudah tahu siapa pasien yang ada di depannya saat ini.

Alfa, sang sutradara terkenal di negeri ini.

"Maaf, dengan siapa wali pasien ...?"

"Oh, maaf. Sebentar lagi wali pasien datang." Ucap Anne beberapa waktu yang lalu ketika salah satu petugas di rumah sakit mewawancarainya guna mengisi daftar formulir.

"Emm, tapi anda sendiri ...?"

"Ah, saya pembantunya." Buru-buru Anne mengatakan hal itu. Tiga puluh menit yang lalu Anne mengakui sesuatu hal yang menyakitkan mengenai dirinya.

Mau bagaimana lagi ...?

Anne tidak mau nama Alfa tercoreng. Lagi pula, Anne ingat saat kejadian di bar tadi malam. Ingat kan, kalau Alfa mengumumkan bahwa Anne hanya lah seorang pembantu?

Di sini, Anne menarik napas lagi ketika mengingat kejadian menyesakkan itu. Ia masih duduk di samping Alfa dan menatap lekat-lekat pria di depannya. Tersenyum kecut sambil menahan malu yang masih terasa.

"Ssh ..." terdengar desisan lirih hingga membuat mata Anne melebar.

"Alfa, kau sudah sadar? Ya ampun, syukur lah."

"Ini di mana?"

"Maaf, tapi aku terpaksa membawamu ke rumah sakit." Anne berdiri, ia menatap ke arah Alfa yang masih kebingungan dengan tempat di sekitarnya.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Di samping tempat ia tidur, juga ada enam orang lainnya yang berada di ruang yang sama. Maklum, kelas tiga. Tempat dari satu orang ke orang lain pun hanya di skat dengan gorden putih.

"Maaf ..."

Belum selesai Anne mengatakan hal lebih jauh lagi tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka dan suara sepatu yang melangkah cepat ke arah ruangan. Ia tampak celingukan, lalu ketika dia melewati Anne, lalu mengenal betul siapa yang berbaring di atas ranjang, ia segera berseru keras.

HAVING HIS BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang