“Pulang lah, Max.”
Pintu sudah ditutup rapat. Seperti sebuah pertanda bahwa Alfa sedang mengusir Maxime secara halus. Maxime hanya bisa mengernyit, menatap pada pintu apartemen yang pada akhirnya Alfa kembali lagi ke sini.
Namun ...
Dengan kondisi yang jauh lebih mengenaskan. Satu minggu berlalu ketika Alfa pulang dari rumah sakit, Alfa semakin kehilangan arah. Fakta bahwa Anne masih belum juga ditemukan dan tidak memperdulikan dirinya yang sedang sakit, adalah kenyataan yang masih tidak dapat diterima oleh Alfa.
Seperti de Javu, Alfa kembali lagi pada kondisi seperti tiga tahun yang lalu. Hari-hari berlalu di mana Alfa kembali menumpahkan rasa sakitnya dengan minuman beralkohol. Melamun, merokok seperti tidak mempunyai gairah hidup sama sekali.
“Al, kau baik-baik saja?”
Ketukan pintu dari Maxime tidak Alfa perdulikan sama sekali. Ia hanya duduk di ruang tamu sambil menatap kosong pada televisi yang menyala.
Alfa sengaja mengunci pintu dari dalam. Walau Maxime tahu password apartemennya, ia tidak akan pernah bisa masuk.
***
“Bagaimana?”
Sofia yang sedari tadi menunggunya di tempat parkir bertanya dengan penuh harap, tapi sepertinya melihat makanan yang masih Maxime tenteng, sudah menjawab akan semua hal.
“Kali ini dia mengunci pintu dari dalam.”
Sofia menghela napas.
“Dia kembali seperti Alfa tiga tahun yang lalu.”
Sofia menenangkan tunangannya itu. “Apa yang dapat kita lakukan?”
“Anne.” Maxime menjawab singkat. “Tapi kita tidak tahu dia berada di mana.”
Sofia ikut mengernyit merasa menyesal.
***
Hari-hari berlalu hingga sampai pada akhirnya Alfa kembali muncul. Mau tidak mau Alfa harus bertanggung jawab, berada di tengah-tengah meeting untuk memandu bagaimana proses syuting untuk film yang akan ia pegang selama beberapa bulan ke depan.
Para aktris dan aktor baru, kerja sama baru, dan kontrak yang baru ternyata memang selalu merepotkan. Di depannya, Alfa sudah memegang naskah yang penuh dengan coretan, ada beberapa adegan yang menurutnya harus di hapus dan ada adegan yang menurutnya perlu di tambahi.
Maxime sedikit merasa lega, meski Maxime menyadari bahwa Alfa dua kali lipat lebih pendiam dari biasanya.
“Max, kau yakin sudah mendapat izin dari tempat yang akan kita gunakan untuk lokasi syuting?”
“Tenang saja. Semua sudah aku bereskan.”
“Bagus.”
“Tiket penerbangan juga sudah aku siapkan. Kita berangkat besok pagi.”
Alfa mengangguk kemudian berlalu.
Kemudian tanpa ada basa-basi lagi. Alfa sudah menghilang lagi menyibukkan diri ke dalam pekerjaannya.Kemudian keesokan harinya, mereka sudah berada di bandara, berbondong-bondong mengantri pada petugas boarding pass karena pesawat yang sebentar lagi akan berangkat.
Alfa dan Maxime sudah memastikan kalau para kru film sudah berada di antara deretan ini. Berada di antrian cukup belakang dan bersabar karena tidak hanya mereka yang akan pergi ke Denpasar.
Satu persatu orang, antrian yang awal mulanya memanjang kini sudah memendek. Lagi-lagi Alfa melamun lagi sambil melihat kerumunan orang. Untuk yang ke sekian kalinya, Alfa berharap ada satu orang yang dapat ia temukan di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAVING HIS BABY
RomanceKedatangannya ke ibu kota ternyata telah membuat masa depannya hancur berkeping-keping. Bagimana mungkin ia bisa mengandung tanpa tahu sosok Ayah dari bayi yang ia kandung. Anne mencari, dan ketika Anne menemukan sosok itu, mungkin kah sosok itu mau...