#The Twin Series
Leonardo Da Costa tidak pernah berpikir akan ada yang berani melawannya.
"Kau pikir, kau siapa?"
Gila, berani sekali gadis ini.
"Aku? Pria yang mulai detik ini gila akan dirimu. Bawa dia pulang!"
Alexandra langsung meronta-ronta.
"L...
"Apakah kau duluan yang mengatakannya?" Itulah yang pertama kali ditanyakan terlebih dahulu oleh Alexa. "Well, ya." Setelah mendengar jawaban Alley pun ia mengatakan. "Cool. Ternyata akhirnya kau berani juga." Alley tersenyum dari seberang sana. "Tapi ku pikir ia tidak menyukaiku." Kini berbalik Alexa yang cemas. Ia paham betul situasi seperti ini membuat saudarinya merasa tidak nyaman. "Jangan berpikir yang tidak-tidak sebelum ia sendiri yang mengatakannya. Dan bagaimana dengan dirinya? Bagaimana dengan Lucas?"
Leonardo yang mendengar nama Lucas di sebut-sebut, ia pun mulai lebih mendekat, ia ingin tahu apa yang dibicarakan oleh Alexa. Jika ia hanya berteleponan untuk mengetahui kabar pria lain. Ha! Say good bye to cell phone from now. Lagi pula ada yang sudah jelas tampan terpampang nyata, masih saja melihat-lihat kesana. "Dia sempat bertanya mengapa aku menyukainya..." Dalam hati Alexa ingin mengumpat dan menyebutkan seluruh nama binatang kepada teman bodohnya itu.
"Lucas..." Ia sudah geram sekali saat menyebutkan nama pria itu. "Yang jelas kau harus tetap fokus pada dirimu sendiri. Aku menyayangimu. Dan aku yakin Lucas pasti akan menemuimu lagi. Lucas memang seperti itu. So..." Alexa yang sudah menahan emosinya akhirnya melepasnya saat Leonardo mengambil ponselnya begitu saja. "Kau terlalu banyak bicara! Lucas-lucas! Sebut saja terus pria itu." Leonardo pun mematikan dan hampir membanting ponsel itu jika Andre tidak langsung mengambil dan pergi dari ruangan itu.
"Kau! Aku bahkan belum menyelesaikan panggilanku! Dan lagi, kau bukan siapa-siapa? Apa hakmu mengatur hidupku, huh?" Teriak Alexa, semua kekesalannya keluar pada pria ini sambil menyerukan kata-kata dengan suara yang tinggi.
"Terserah! Kau boleh menganggapku apapun! Yang jelas kau adalah milikku! Dan tidak ada yang bisa mengubah hal itu selain diriku! Shit!" Lalu pria itu pun membanting pintu kamar Alexa. Wanita ini mengacak-acak rambutnya sendiri sambil berteriak sekali lagi. Lagi pula, pria ini seperti memiliki obsesi tersendiri padanya, tapi memintanya untuk anggun seperti Alley. Ada apa dengan otak pria itu?
...
Tidak pernah ada yang bisa membuat perasaan Leonardo menggebu-gebu seperti ini. Ia sering marah, bersaing, menang. Hanya saja perasaan dan jantungnya tidak pernah berdegub kencang dan meminta lebih seperti ini. Ada sesuatu pada Alexa yang membuatnya menjadi gila. Iya menggoyang-goyangkan winenya, lalu menghirup aroma dari gelas itu pelan.
Bahkan aroma wine tidak semenyenangkan itu lagi. Ada yang salah dari dirinya. Selama ini ia hidup hanya dengan perasaan datar. Bahkan seperti sekarang, ia hendak membunuh seseorang yang berada di hadapannya.
Orang itu ingin menipu kerja sama dengannya, berlaku curang tanpa menilai lawan mainnya. Seorang pengkhianat tidak akan pernah ia maafkan dalam hidupnya.
Tanpa menaruh winenya lagi, ia pun menembak orang itu. Bisingnya pun memekakkan telinga orang-orang, terutama bagi orang yang tak terbiasa seperti Alexa yang melihat adegan pembunuhan itu pertama kalinya di depan matanya sendiri.
Alexa pun langsung kembali ke dalam kamarnya. Tangannya bergetar, ia seperti melihat kejahatan yang tak bisa ia lawan, dan berarti ia sama iya nya berdosa dalam hal ini, sama saja ia seperti ikut serta dalam kejahatan ini. Ia pun membuat tanda salib, walaupun ia bukan manusia yang baik setidaknya ia ingin meminta ampun dengan Tuhan.
"Ya Tuhan, ampunilah aku ya Tuhan .." Baru saja ia mengucapkan kalimat itu di dalam hatinya, Leonardo sudah membuka pintu kamarnya dengan keras dan hal itu membuatnya terkejut.
Leonardo mencoba meraih lengan Alexa namun wanita itu menghindarinya dengan ketakutan. "Aku pikir..." Ia menarik napasnya terlebih dahulu, serta berpikir dua kali untuk mengatakan apa yang ia pikirkan. Namun pada akhirnya, ia tetap melanjutkannya. "Aku pikir, kau hanya melakukan kejahatan dengan meminta pajak luar dengan secara ilegal... Namun, kau juga membunuh orang? Apa lagi yang kau lakukan, Leonardo? Apa lagi?" Pria itu masih ingin meraih lengan Alexa dan langsung saja wanita itu menyentaknya. "Jangan pernah sentuh aku dengan tangan kotor mu itu. Kau sangat menakutkan. Kini aku tahu siapa kau."
Leonardo mengencangkan rahangnya. "Ini pekerjaanku. Aku melakukannya karena..." Belum sempat Leonardo menyelesaikan perkataannya tapi Alexa telah memotongnya terlebih dahulu. "Apa kau sungguh-sungguh menganggap ini sebuah pekerjaan? Apa kau benar-benar ingin melakukannya? Apakah kau sudah tidak memiliki hati nurani? Jika kau ingin melukaiku lebih dalam, tolong bunuh aku sekarang." Alexa sungguh ketakutan. Matanya seperti perih dan berkaca-kaca. Ia tak bisa lagi tinggal disini. Tapi ia tidak bisa menangis.
Ia mencoba menenangkan dirinya dengan mengatur napasnya perlahan. "Kau tidak bisa menyebut ini sebagai pekerjaan." Alexa hanya memiliki dua pilihan. Tetap berbicara yang mungkin akan membuka pikiran seorang Leonardo lalu mati atau mungkin mati tanpa mengatakan apapun. Itulah yang ia pikirkan, berbanding balik dengan apa yang dipikirkan oleh Leonardo.
"Aku menyebut montir sebagai pekerjaanku. Mungkin pekerjaan kecil seperti itu tidak ada artinya. Tapi setidaknya, aku mendapatkan uang dengan hasil jerih payahku dan itu merupakan hal yang benar-benar ku cintai." Ucapnya dengan pelan namun masih terdengar oleh pria itu.
"Kau tidak tahu betapa bejatnya manusia tadi."
"Kalau begitu jangan terjun menjadi sama seperti dengan dirinya. Apakah benar kau harus melakukan hal seperti itu?" Entah apa yang membuat Leonardo bertahan dan mendengarkan kalimat-kalimat receh oleh wanita ini.
"Aku bukan siapa-siapa. Tapi, kau harus tanyakan lagi kepada dirimu. Apakah ini hal yang benar-benar kau ingin lakukan? Apa kau suka melakukannya? Kalau jawabannya 'iya', maka kau boleh tetap melakukannya. Kau harus mencari jawaban itu, karena yang ku ketahui... Di dunia ini hanya ada 10% manusia yang benar-benar tahu apa yang mereka ingin lakukan dan sukai. Aku takut kau termasuk 90%nya." Lalu Alexa pun menyingkir dari hadapan Leonardo.
Ia akan membiarkan pria itu berpikir sejenak. Ia harap semuanya akan berubah. Rasanya, ia ingin ke gereja saja dengan Alley. Kebanyakan makhluk sepertinya akan mengingat Tuhan jika melihat orang lain berdosa bukan? Itu membuatnya seakan-akan lebih baik dari orang itu.
Leonardo yang ditinggal begitu saja pun termenung. Sekali lagi ia sebutkan, hanya wanita ini yang bisa membuatnya seperti ini. Ini kedua kalinya ia memikirkan perkataan yang dilontarkan Alexa. Otaknya semakin puding memikirkan masalah yang ada dan perkataan yang terngiang di telinganya.
Jadi... Sebenarnya, apa yang ia inginkan? Apakah ia perlu mencari jawaban itu? Apakah Alexa benar-benar saat mengatakan persentase akan manusia tadi?
"Ahh!" Leonardo pun membanting meja beserta vas bunga yang berada di depannya. Wanita itu membuatnya berpikir saja!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.