30. 멸하다 - Destroy

647 59 4
                                    

Misoo meregangkan ototnya, melepas lelah sejenak karena dirasa tubuhnya sudah sangat kaku dan ingin patah—sangat penat. Sembari meregangkan otot, ponsel dimejanya berbunyi, berasal dari alarm yang ia pasang tadi, matanya melirik sejenak, awalnya hanya lirikan biasa dan sekilas, lalu menggerakkan tangan untuk menyentuh layar agar menyudahi bunyi, tapi seketika matanya meloto karena alarm yang ia pasang dengan sengaja sebagai pengingat bahwa hari sudah malam, juga digunakan sekaligus untuk pengingat tentang apa yang Namjoon ucapkan padanya ketika mereka berbicara melalui ponsel.

Pun ia meraih ponselnya, menelpon rumah Namjoon, dengan harapan asisten rumah tangganya Songhee menjawab sambil mengatakan, “iya Kim Biseo, Namjoon sudah pulang.”

Tapi yang sekarang didengarnya malah kebalikan.

“Namjoon tidak dirumah, bukankah dia dikantor?” tanya Songhee ditelepon.

“gawat.” Misoo mulai panik.

“ada apa Kim Biseo-nim?”

“aku akan menjemputmu, bersiaplah.”

“apa? Kenapa?”

“akan kujelaskan nanti.” Misoo pun menutup panggilannya.

Ia begerak cepat, mengambil tas dan memakainya lalu menutup laptop dimeja dan beranjak dari sana, meninggalkan mejanya yang bahkan masih berantakan. Bisa dibilang Misoo itu perfeksionis, tapi hari ini adalah pengecualian, tak ada waktu untuk membereskan meja. Rasa khawatir sudah menjalar mendominasi pikiran dan tubuhnya.

Dengan kecepatan tinggi ia melajukan mobilnya membelah jalanan kota Seoul yang baru saja menggelap sehabis matahari meninggalkan singgasana. Panggilan tak henti ia tujukan pada nomor Namjoon, namun sama sekali tak ada jawaban, Misoo benar- benar dibuat cemas, ucapan Namjoon padanya ditelepon terngiang-ngiang mengitari kepalanya tanpa kenal lelah, membuatnya memikirkan hal yang tidak-tidak yang mungkin akan terjadi pada Namjoon, atau mungkin juga sudah terjadi.

“Ya tuhan, Semoga dia baik-baik saja.”

Dari jauh Misoo sudah mengklakson pintu gerbang Namjoon berkali-kali agar cepat dibukakan, ia jadi tak sabaran, ingin segera masuk menemui Songhee dan membawanya mencari Namjoon, karena ia tak mungkin mencari sendirian.

Songhee keluar dari rumah, ia segera masuk kemobil Misoo tanpa bertele-tele sekalipun ia tidak tau apa yang terjadi sekarang, Songhee itu peka jadi ia hanya mengikuti nalurinya untuk melakukan sesuatu yang diharuskan dengan menjadikan pertanyaan sebagai nomor dua, klakson yang Misoo keluarkan cukup untuk membuktikan bahwa keadaan cukup mendesak, karena sekali lagi, Misoo itu perfeksionis, ia melakukan segalanya dengan perhitungan, tidak mau asal buru-buru, tapi kali berbeda.

“Eonnie tukar posisi.” Ucap Misoo pada Songhee yang baru saja ingin menarik sabuk pengamannya.

“ne?”

“kau yang menyetir.”

“aku belum bisa.”

“kau bilang mau belajar?”

“aku tidak punya waktu, dan tidak ada yang mengajari, juga aku tidak punya mobil.”

Misoo menghela nafasnya. Ia memilih untuk mempersingkat waktu dengan tidak mengatakan kalau Songhee bisa memakai Namjoon untuk belajar, Namjoon tidak pelit, dia pasti mau meminjamkan. Misoo menginjak pedal gasnya, setelah keluar dari kawasan rumah Namjoon, ia memberikan ponselnya pada Songhee.

“Eonnie pegang ponselku, sentuh apa yang kuintruksikan.” Ucap Songhee tetap fokus pada jalanan.

“baik.”

“buka riwayat panggilan masuk, dan cari nama Namjoon.”

“apa terjadi sesuatu yang buruk?”

Wild Feeling | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang