27

452 48 0
                                    

Satu kalimat Namjoon keluarkan, dan ruangannya sepi menyisakan dirinya saja didalam sendirian.

“aku ingin sendiri.” Katanya sambil memijit keningnya yang terasa sangat pening.

Taehyung, Yena dan Misoo keluar secara berurutan. Taehyung dan Yena kembali keruangan mereka, dan Misoo duduk gusar dimejanya—didepan ruangan Namjoon. Mereka bertiga harus menangani sementara karena sang pemimpin tampak membutuhkan waktu untuk tenang.

Misoo tak henti menjawab berbagai panggilan telepon yang masuk, semua petinggi yang menaruh modal mereka pada perusahaan itu sibuk menanyakan sambil mengkhawatirkan uang mereka jika masalah ini kembali berdampak pada nilai saham seperti seblum-sebelumnya.

Didalam ruangan, nyatanya Namjoon masih tak bisa tenang, mustahil untuk tenang. Telepon kantor terus berbunyi, sama halnya dengan ponsel pribadi, bahkan tabletnya tak henti memunculkan notifikasi. Namjoon berdiam diri sambil menikmati suara notifikasi yang masuk bagaikan musik ballad yang mengiringi kesedihan. Dan ralat, bukan menikmati tapi terpaksa mendengarkan.

Sekitar dua puluh menit Namjoon berdiam diruangannya, Misoo masuk kedalam setelah mengetuk, meskipun Namjoon tak menjawab untuk mempersilahkan ia masuk, Misoo tetap masuk.

“dari Kim Seokjin Sajangnim.” Ucapnya sambil menyodorkan ponsel pribadinya dengan case berwarna pink yang manis.

Namjoon sempat berdecih, Seokjin tak kehabisan akal, ia menelpon nomor pribadi Misoo untuk memaksa bicara. Sejak tadi Namjoon tau diantara notifikasi yang masuk padanya selalu terselip notifikasi dari Seokjin. Pun Seokjin meraih ponsel Misoo, lalu mengintruksikannya untuk keluar.

Misoo keluar, dan Namjoon mulai berbicara.

“katakan rencana apa lagi yang kau punya?”

“kau terdengar lesu, ayo semangat, aku masih punya banyak. Aku baru pulang dari konferensi pers, yang seharusnya lesu itu aku, toh yang dituduh juga perusahaanku.” Ucap Seokjin disana.

“katakan kau dimana.” Tanya Namjoon

“hmmm aku dimana ya?” Seokjin terdengar bercanda, seolah gembira sekali, tentu saja.

“jawab, keparat!”

“hey santai, yang berkhianat kan teman dekatmu, kenapa malah marahnya ke aku?”

“...aku dirumah, kau rindu ya? Sebaiknya jangan kesini dulu, banyak media menunggumu diluar, aku tidak ingin ada yang mengikutimu lalu mereka tau dimana rumahku.”

Namjoon mengepalkan tangannya. “kirimkan lokasimu segera.”

“wah, kau tak sabaran ya ternyata.” Seokjin masih bercanda. “baiklah-baiklah, akan kukirim, kau mau dibikinkan apa? Teh chamomile atau teh ganja? Keduanya sama-sama penenang, kau butuh salah satu dari itu atau keduanya?”

Namjoon memilih untuk mematikan panggilan, memutus secara sepihak tanpa meladeni Seokjin.

Pun ia segera meraih ponselnya dimeja lalu memakai jasnya dan pergi keluar dari ruangan dengan langkah sigap nan cepat, sempat Namjoon menyinggahkan ponsel Misoo dimeja wanita itu.

Misoo melongo sesaat, lalu akhirnya mengejar Namjoon. Namun lagi-lagi ia tak berhasil karena kaki Namjoon sangat panjang, akan kalah saing dengan Misoo yang berkaki normal bahkan jika mereka memulai start digaris yang sama, tapi beda cerita kalau Misoo memang atlet lari.

---

Namjoon mengemudi dengan tenang, berusaha untuk tenang sebenarnya. Setelah menggunakan jalur pintu darurat ia berhasil keluar dari kantornya dan sekarang sedang menuju kerumah Seokjin setelah ia mendapatkan alamatnya.

Wild Feeling | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang