Bismillah...
Setelah mendengarkan kisah pilu anak Nenek yang hampir menyerupai cerita karangan di novel-novel, Nenek dan Gisella hening untuk waktu yang cukup lama. Keduanya bergeming, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Gisella berfikir mungkin Nenek ada benarnya, cantik memang tidak selalu membawa bahagia. Karena jika cantik selalu membawa kebahagiaan kisah anak Nenek tidak akan semenyedihkan itu. Tapi di lain sisi menurut Gisella prinsipnya juga tidak salah, karena di hidup gadis itu tidak cantik juga membuatnya tidak bahagia.
Perlahan gadis itu menghela napas pelan. Lalu jika defenisi cantik yang selama ini Gisella percaya tidak menjamin kebahagiaan, cantik seperti apa yang akan membuatnya bahagia?
Gisella membasahi bawah bibirnya yang terasa kering, merasa bingung dengan semua pemikirannya sendiri, karena jujur selama ini ia selalu menyalahkan fisiknya atas apa yang terjadi di hidupnya, kalau saja ia cantik ia tidak akan khawatir mengatakan perasaannya pada Abyan, kalau ia cantik Mama tidak akan pergi meninggalkannya, dan kalau ia cantik Neneknya akan menyayanginya seperti menyayangi Ghea dan Gaizka.
Karena itulah meski suasana muram masih mendominasi ruangan, Gisella memberanikan diri untuk bertanya pada Nenek yang masih melamun dengan tatapan kosong.
"Jadi menurut Nenek cantik itu apa?"
Nenek tidak langsung menjawab pertanyaan itu, ia menarik napas pelan sebelum menoleh ke arah Gisella yang menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya sekaligus merasa bersalah karena masih membahas hal yang sensitif bagi Nenek. Namun di luar dugaan perlahan ujung bibir Nenek tertarik ke atas membuat Gisella merasa lega sudah bertanya.
Senyum merupakan tanda-tanda hal yang baik kan?
"Menurut Nenek cantik itu tidak ada defenisinya," jawab Nenek tanpa diduga. Gisella mengerjap bingung.
"Kenapa Nek?" tanya Gisella.
"Karena cantik itu tidak terikat oleh ukuran apapun, bagi Nenek cantik itu tidak harus putih atau coklat, tidak harus tinggi atau pendek, tidak harus berambut lurus atau keriting," Nenek diam sejenak untuk bergumam, "tapi cantik itu harus perempuan," sambung Nenek membuat Gisella yang serius mendengarkan jadi tertawa kecil.
Nenek lalu mengambil tangan Gisella dan menggenggamnya hangat. Senyumnya kembali terbit.
"Nenek gak tau apa yang terjadi sama Gisella di masa lalu, kenapa Gisella menjadi tidak percaya diri padahal menurut mata Nenek Gisella itu cantik sekali, tapi Nenek punya satu pesan untuk kamu," kata Nenek sambil menepuk-nepuk punggung tangan gadis itu pelan.
"Saat Allah menciptakan manusia dengan bentuk tertentu, mau kulitnya hitam atau putih, mau hidungnya pesek atau mancung, atau dia punya kekurangan fisik sekalipun, di lain sisi Allah pasti juga menciptakan manusia lain yang menyukai ciptaannya itu," ucap Nenek.
"Karena Allah itu baik banget dan Allah udah bilang kalau Allah itu menciptakan manusia sebaik-baik bentuk, dan gak mungkin sebaik-baik ciptaan Allah gak ada yang suka, iya kan?" tanya Nenek sambil tersenyum kembali.
Gisella tertegun. Merasa benar-benar tertampar karena kalimat itu. Ia baru menyadari jika selama ini ia sudah bersalah sekali pada Allah. Padahal yang menciptakan Gisella kan Allah, kalau Gisella menghina fisiknya sendiri itu sama saja seperti Gisella mencela apa yang Allah ciptakan.
Pasti ada alasan kenapa Allah menciptakan Gisella berbeda dengan saudara-saudaranya. Pasti ada alasan kenapa Gisella tidak sesuai standar cantik Indonesia. Mungkin sekarang Gisella tidak tau hikmahnya, tapi Gisella yakin, jika Allah yang sudah menetapkannya begini pasti ada hal baik yang sudah Allah rencanakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me Vs Inscurities [SELESAI]
Teen Fiction"Sebenarnya siapa sih yang bikin defenisi cantik itu putih? Kayaknya kalau gue ketemu orangnya bakalan gue hajar." ...... Sejak kecil, Gisella sudah terbiasa diejek oleh teman-temannya. Wajahnya yang tidak secantik saudaranya membuat Gisella merasa...