Bismillah..
Terjebak hujan di sekolah bersama teman-teman mungkin akan menjadi memori indah saat lulus nanti. Tapi itu nanti, sekarang lain lagi. Satu-satunya hal yang ada di pikiran Gisella saat melihat hujan lebat hanyalah ; motornya baru saja dicuci.
Gadis itu menghela napas, menopang dagu sambil menatap hujan yang turun dengan deras. Abyan seperti biasa sudah beranjak dari kursi untuk pergi main bersama anak cowok, sedangkan para cewek memilih untuk tetap di kelas, nobar film horor.
"Lo gak ikut nonton Gis?"
Merasa dipanggil Gisella menoleh, menatap Kelvin yang berdiri di belakangnya dengan jaket berwarna hitam. Gadis itu mendesah pelan.
"Enggak suka horor," jawabnya.
Kelvin membulatkan mulut lalu memutuskan duduk di kursi Andini membuat mereka berdua jadi berhadapan depan belakang. Kali ini Gisella tidak bersikap gugup, mungkin karena sudah beberapa kali ngobrol dengan Kelvin jadi ia mulai terbiasa dengan cowok itu.
"Kalau lo kenapa gak ikut sama anak cowok lain?" tanya Gisella balik.
Kelvin bergumam, "Gak akrab," jawabnya singkat.
Gisella membulatkan mulut. "Kenapa gak akrab?" tanyanya lagi.
Cowok itu mengangkat bahu, "Entahlah, mungkin karena gue terlalu pendiam," jawab Kelvin.
Gisella mengangkat sebelah alis lalu menopang dagu, "Emang lo gak kesepian kalau sendirian aja?" tanyanya santai.
Kelvin mengerjap. Menatap Gisella yang duduk di depannya agak kaget. Tak mengira jika Gisella akan menanyakan hal itu padanya. Tapi melihat nada santai Gisella sepertinya gadis itu tidak bermaksud mengasihaninya, benar-benar hanya sekedar bertanya.
"Eh, enggak sih," jawabnya kikuk.
Gisella mengangguk-angguk mengerti. "Iya sih, kayaknya lo emang lebih suka sendirian," kata gadis itu lalu nyengir. Ia lalu melirik ke arah kursi Abyan dan mencibir.
"Beda banget sama Abyan, dia kayaknya suka banget temenan sama orang," kata Gisella.
Kelvin mengangkat alis, agak bingung kenapa mereka jadi malah membahas Abyan. Jadi karena ia tak tau mau menanggapi bagaimana, ia hanya mengatakan, "Oh ya?"
Gisella mengangguk dua kali sambil bersedekap. "Iya, gue bahkan ngerasa heran kenapa dia bisa secanggih itu nyari teman, saking gercepnya Abyan bahkan udah temenan akrab sama anak baru di kelas IPA 2 yang cakep itu, lo tau?" tanya Gisella.
Kelvin menggeleng. "Siapa?"
"Manaf," jawab Gisella.
Kelvin membulatkan mulut, "Oh Manaf, kalau dia gue juga kenal," kata Kelvin, terdengar agak bangga. Gisella mengerjap.
"Serius?"
Kelvin mengangguk, "Adeknya sering main ke rumah gue karena itu kami kenal," jelas cowok itu.
"Akrab?" tanya Gisella lagi. Kelvin bergumam.
"Dia pendiam juga sih, jadi yah ... kalau akrab yang lo maksud itu sering ngobrol dan main, kayaknya enggak," katanya lalu meringis lebar. Gisella tertawa kecil mendengar jawaban itu.
"Trus di pemilihan ketua OSIS nanti lo bakalan jadi pendukungnya Manaf dong?" tanya Gisella. Kelvin mengangguk.
"Sepertinya. Kalau lo? Alif ya?" tanya Kelvin balik. Gisella bergumam sejenak.
"Entahlah, dua-duanya bagus jadi gue bingung mau milih siapa," jawabnya lalu nyengir.
Akhir-akhir ini sekolah memang agak dihebohkan dengan pemilihan ketua OSIS. Uniknya di pemilihan kali ini hanya ada dua orang calon yang bersaing. Manaf Vs Alif. Awalnya Gisella yakin akan memilih Alif karena cowok itu berteman dengannya, tapi Manaf ternyata punya visi misi yang bagus membuat Gisella jadi ragu untuk memilih siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me Vs Inscurities [SELESAI]
Teen Fiction"Sebenarnya siapa sih yang bikin defenisi cantik itu putih? Kayaknya kalau gue ketemu orangnya bakalan gue hajar." ...... Sejak kecil, Gisella sudah terbiasa diejek oleh teman-temannya. Wajahnya yang tidak secantik saudaranya membuat Gisella merasa...