Hallo, aku Bian.
Balik lagi di podcast, "Bandung dengan kamu"
Malam ini akan menjadi Bandung yang berisik, aku akan membawakan kisahku yang lagi-lagi, dengan kamu.Ini episode ke-sembilan puluh, semoga selalu mendukungku dengan tulisan ketik kalian di kolom komentar yang, setiap kali aku baca, selalu membuatku mulas dan ingin ke kamar mandi. Haha, tau maksudku kan?
Nada tertawa kecil, earphone-nya disetel lebih kencang. Tangannya masih sibuk menulis PR Fisika yang akan dikumpulkan hari besok sambil mendengarkan Bian bicara.
Malam minggu lalu, penuh drama!
[Backsound : Suara jalanan ramai]
Lagi-lagi aku melihat banyak mobil berjajar dengan rapih disepanjang jalan braga, oh jangan salah. Aku naik si Sapi, motor Vespa kesayanganku.
Hanya mobil-mobil yang berjajar itu tidak sabar menunggu lampu merah berganti menjadi hijau.
Sayang sekali, si Sapi juga tidak bisa melangkah pergi karena kerakusan angkot yang menyalip dipinggir trotoar.
Bunyi klakson puluhan mobil juga memekakkan telinga. Sangat tidak asik untuk didengar.[Backsound : Bunyi Klakson]
Suara nyanyian dari pengamen ditengah kota membuat sesekali aku tersenyum, ingin menyumbang beberapa receh tapi tangan tak sampai memberi. Mereka terlalu jauh, bahkan jalanan didepanku sudah tertutup oleh banyaknya motor yang berusaha menyalip kasar. Menenggor spionku hingga miring. Sial! Suara pengamen dengan lagu Rolling Stone jadi tidak terdengar karena klakson kembali bersahutan. Lampu sudah berubah menjadi kuning.
[Backsound : Lagu Rolling Stone oleh para pengamen]
Masih ingat dengan Bintang?
Dia kekasihku, dia manis sekali kalau sedang tersenyum apalagi tertawa.
Tapi lihat sekarang, dia penuh drama.
Berapa kali pinggangku dicubit olehnya karena katanya aku lamban menyetir.
Ini sama sekali tidak penting untuk diperdebatkan bukan? Memang salahku kalau jalanan macet?
Dan ini juga bukan salah si Sapi.Nada terkekeh lagi, "bukan salah lo Bian." Gadis itu menaruh pensilnya diselipan buku paket Fisika karena otaknya sudah tidak bisa fokus lagi. Ini semua gara-gara kisah Bian yang selalu saja membuatnya gagal mengerjakan tugas sekolah.
Tok.Tok.
"Nada, kamu sudah tidur?"
Nada buru-buru merapikan bukunya dan menaruhnya di nakas sembarangan. Gadis itu melepas earphone-nya dari telinga lalu meringsuk di dalam selimut tebal. Dia lupa ini sudah tengah malam, pasti bundanya sedang mengecek. Sial, patroli malam.
Nada memejamkan mata ketika pintu kamarnya terdengar terbuka. Dia merasakan bundanya mengelus kepalanya pelan, saat setelahnya berbisik ditelinga Nada.
"Bunda tau kamu belum tidur." Bisik bunda.
Ah, bunda selalu saja mengetahuinya. Buru-buru Nada membuka mata lalu mengambil posisi duduk dengan wajah manyun.
Bunda tertawa geli lalu matanya menemukan earphone Nada tergeletak sembarangan diluar selimut. Ponsel anaknya itu juga masih menyala.
"Kamu dengerin Podcast lagi?" Tanya Bunda mengambil ponsel Nada dengan tatapan penasaran. Kali ini apa judul Podcast-nya? Bunda bahkan terlampau sering memergoki anaknya mendengarkan itu.
Nada langsung merampas ponselnya dari tangan Bunda. "Bunda ngapain sih patroli di hari kamis. Bunda tau kan ini jadwal Bian siaran? Nada boleh dong begadang buat dia." Protesnya.
Bunda tertawa lagi, kali ini dengan satu kerlingan. "Bunda cuma mau kasih kabar bagus buat kamu."
Nada mengernyitkan dahi dalam, "apa?"
"Bulan depan kita pindah ke bandung." Kata Bunda.
Nada langsung beranjak dari kasur dan memeluk bunda dengan riang. "Sumpah! Demi apa Nda, serius?" Tanyanya tidak percaya, kemudian melepas pelukannya pada Bunda.
Bunda mengangguk dengan kekehan, "doa kamu terkabul. Ayah ditugaskan disana, jadi siap ketemu Bian?" Tunjuk Bunda pada ponsel Nada yang masih menyala.
Nada melirik ponselnya dengan senyum kecut, "Nda, jangan bikin Nada punya harapan deh. Bian itu gak tergapai. Nada cuma ditakdirkan dengerin suara beratnya doang, tanpa bisa ketemu. Bandung itu luas Nda, Bian bisa aja nyempil diujung daerah. Ah pokoknya gak bakal ketemu deh." Dengusnya. "Tapi gakpapa, asal Nada bisa satu kota sama Bian." Senyumnya lebar.
Bunda geleng-geleng kepala, "dasar kamu. Jatuh cinta kok sama suara, sama wujud aslinya dong." Ledek Bunda.
"Ih bunda, gak cuma suaranya yang bikin kesemsem, tapi kisah-kisah Bian itu motivasi banget tau." Oceh Nada bersemangat.
"Apa? Soal percintaan? anak jaman sekarang taunya cuma cinta." Bunda geleng-geleng kepala lagi lalu pergi meninggalkan Nada yang mendengus.
Setelah bunda pergi dari kamarnya, Nada jingkrak-jingkrak. Entah habis mimpi apa dia semalam, yang jelas dia akan pindah dari Kota padat penghungi ini. Dia akan pindah dari sekolahnya yang sudah terlampau membosankan karena monoton.
Dan Nada akan menghilang dari Ardan. Cinta bertepuk sebelah tangannya, sayang sekali, kisah cintanya tidak bisa semenyenangkan Bian dan Bintang.
⛅️⛅️⛅️
KAMU SEDANG MEMBACA
Podcast Bian [COMPLETE]
Teen FictionHallo, aku Bian. Balik lagi di Podcast , "Bandung tanpa kamu" Hari ini kisahku memilukan, untung Bandung tidak turun hujan. Kalau iya, pasti akan tampak lebih dramatis. Dan aku tidak suka hal yang terlalu berlebihan. Well, Aku dan Bintang putus. ...