Sejak kejadian tadi Vanessa tidak memunculkan diri kembali, padahal semua orang telah berkumpul di meja makan. Dengan inisiatif Pangeran bangkit dari duduknya untuk mencari cewek itu, mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.
Pangeran mulai mengecek area kolam berenang, matanya menyusuri segala sudut ruangan namun tak mendapatkan keberadaan Vanessa. Ia kembali berjalan, namun samar-samar mendengar suara tangis dari arah luar.
Karena penasaran, Pangeran keluar untuk memastikan. Netranya menangkap sosok cewek yang duduk di teras dengan bahu bergetar.
Pangeran berjalan mendekat, kemudian duduk tepat di samping cewek itu. "Kenapa nangis dil?" tanya Pangeran menatap arah depan.
Vanessa tidak menjawab. Ia masih mengusap pipinya yang basah dan mencoba berhenti agar tak terisak di depan Pangeran.
"Gara-gara gak di beliin album sama abang lo?" ucap Pangeran tepat sasaran, menatap wajah Vanessa dari samping.
"Gak usah sotoi lo!"
"Benarkan?"
Vanessa menolehkan kepalanya ke samping, menatap balik Pangeran. "Emang kenapa kalo bener? Lo mau ngejek gue yang nangis cuma gara-gara bang Gara gak beliin gue album?" sungutnya kesal, merasa Pangeran senang melihat dirinya seperti ini.
"Kok tau? Cenayang lo?" ujarnya dengan ekspresi yang di buat seterkejut mungkin.
Sudah Vanessa duga.
Tidak mau berlama-lama dengan Pangeran cewek itu memilih berdiri hendak masuk ke dalam rumah sebelum sebuah tangan memegang pergelangannya.
Pangeran ikut berdiri. Kini mereka saling berhadapan, "gue bisa beliin lo album."
Vanessa terkejut, antara tak percaya dan merasa senang di waktu bersamaan.
Tak mau terlihat terlalu senang, ia berdeham dan mendongak, menatap wajah Pangeran. "Habis obat lo? Tiba-tiba mau beliin gue album, padahal situ anti kpopers." celetuknya.
"Gue serius,"
Vanessa mengerjap, menatap semakin dalam bola mata cowok itu. Mencari kebohongan namun yang ia dapat hanya keseriusan.
"Tapi ada syaratnya,"
Baru saja dia akan berterimakasih, namun kata itu tertelan kembali dalam tenggorokan.
"Syaratnya gampang kalo lo mau,"
"A-apa?"
"Buat debay. Gimana?" Pangeran menaik turunkan kedua alisnya, menggoda Vanessa yang wajahnya mulai memerah terbakar emosi karena merasa di permainkan.
Vanessa menyentakkan tangannya hingga genggaman Pangeran terlepas. Ia hendak melayangkan pukulan yang dapat Pangeran baca hingga tangannya tertahan di udara dengan tangan Pangeran yang menahannya.
Mata mereka mulai kembali beradu, dengan tatapan Pangeran yang kembali serius. "Gue bohong, gak ada syaratnya. Bulan depan 'kan?"
"Gue gak percaya. Lo pasti ngibulin gue lagi habis ini."
"Gue gak ngibul. Kalo sampe gue ngibulin lo, lo boleh ngelakuin apa aja sama gue, mau pasang poster di apartemen juga terserah lo."
Vanessa mulai tertarik dengan tawaran cowok itu. "Termasuk lempar lo dari apartemen?" ucapnya menyeringai.
Pangeran melototkan matanya lalu menonyor kepala Vanessa. "Lo mau jadi janda kembang, hah?!"
"Gue masih muda, masih banyak yang mau sama gue lagi." katanya percaya diri, mengibaskan rambut panjangnya seperti duta sampo. "Tapi bener 'kan lo mau beliin gue album?" ucapnya memastikan dengan mata yang telah berbinar, padahal menit sebelumnya mata itu masih mengeluarkan air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living With Fangirl
Teen Fiction"Baju gue mana kerdil?!" Vanessa berlari tergopoh-gopoh saat mendengar teriakan itu sembari membawa wajan kosong ke dalam kamar Pangeran. Ia mencari asal baju Pangeran dalam lemari sampai tanpa sadar cewek itu membuat isi lemari berantakan. Setelah...