BRAKK
Pintu kamar di buka dengan sekali hentakan. Vanessa yang keluar dari kamar mandi hanya menggunakan sehelai handuk langsung berlari kembali memasuki kamar mandi untuk berganti pakaian. Untung saja ia sempat mengambil pakaiannya yang tertinggal di atas kasur.
Setelah selesai berganti pakaian Vanessa keluar. Baru saja membuka pintu tangannya sudah di tarik kasar oleh Pangeran.
"Gak usah tarik-tarik bisa gak?!" sinisnya.
"Persetan! Maksud lo apa pelukan sama Rega bocah ingusan depan apartemen?!"
Vanessa menyentakkan tangannya sampai pegangan Pangeran terlepas. Ia bersedakap, "pelukan apa maksud lo?"
"Maksud gue? Lo tanya maksud gue?" Pangeran menatap Vanessa tak percaya, "JELAS-JELAS LO PELUKAN SAMA REGA!" dada Pangeran naik turun. Menandakan laki-laki itu benar-benar marah.
"GUE GAK ADA PELUKAN SAMA REGA!"
Pangeran memalingkan wajahnya, memainkan lidahnya di dalam. "Udah ketangkep basah gak mau ngaku lagi," katanya menyindir. Menoleh kembali sampai matanya tanpa sengaja menangkap bercak biru kemarahan di leher Vanessa, "ohhh, ternyata udah lebih dari pelukan ya? Sampe ciuman?"
Vanessa sontak menyentuh lehernya, menutupinya dari pengelihatan Pangeran.
Pangeran menggelengkan kepalanya tak habis pikir kemudian berdecak, "ckckck, udah punya suami tapi masih gatel sama cowok lain. Cewek murahan lo?"
Seketika tangan Vanessa melayang, mendarat tepat di pipi kanan Pangeran sampai kepalanya tertoleh ke samping. Pangeran memegang pipinya menatap Vanessa yang kini telah menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Lo fikir gue kayak gini gara-gara siapa hah?!" tanya Vanessa bergetar. "Gue gini gara-gara lo asal lo tahu! Lo tahu apa yang terjadi sama gue setelah lo turunin gue di jalan sepi, hah?! Gue di lecehin, brengsek!" amuknya tak dapat lagi membendung air matanya.
Kali ini Pangeran mendadak seperti orang bisu, tertembak tepat setelah ucapan Vanessa. Tatapannya kini lebih menyendu kala melihat gadis di hadapannya sudah menutup wajahnya sambil menangis tersedu.
"Ness gu----,"
Vanessa mengangkat kepalanya, menghapus bulir-bulir air matanya sendiri. "Gue sekarang udah jadi cewek murahan terus mau lo apa? Kita cerai?" tukasnya cepat.
Pangeran sontak menggeleng, meraih tangan Vanessa untuk di genggam namun di hempaskan kembali oleh sang pemilik. "Jangan sentuh gue. Gue murah, udah gak ada harga lagi."
"Nessa gue minta maaf."
"Lo gampang minta maaf, tapi gak mudah buat gue maafin lo." ucap Vanessa seraya menghapus kembali air matanya yang mengalir, "seperti yang lo bilang, gue cewek murahan. Gak pantes terima kata maaf dari mulut lo yang suci itu,"
Pangeran tetap diam. Memperhatikan Vanessa yang berkali-kali menghapus air matanya sendiri. Ingin rasanya ia menghapus air mata itu, menyuruhnya untuk berhenti menangis namun yang membuatnya seperti itu juga dirinya sendiri.
Perlahan-lahan rasa bersalah dan menyesal menyelusup ke dalam diri Pangeran. Harusnya dari awal ia bertanya baik-baik tentang pelukan yang membakar hati dan bercak-bercak di area leher. Tapi amarah benar-benar menguasai dirinya, hingga menyimpulkan sendiri apa yang ia lihat. Bukan apa yang dia dengar.
"Sepenting apasih urusan lo itu? Sampe ninggalin gue?" Vanessa menunjuk dirinya lalu menggeleng miris dan tertawa hambar, "oh iya, gue gak sepenting itu juga 'kan di hidup lo?"
"Ness plis," mohon Pangeran.
Vanessa menggeleng, membalikkan tubuhnya. "Gue butuh waktu sendiri,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Living With Fangirl
Teen Fiction"Baju gue mana kerdil?!" Vanessa berlari tergopoh-gopoh saat mendengar teriakan itu sembari membawa wajan kosong ke dalam kamar Pangeran. Ia mencari asal baju Pangeran dalam lemari sampai tanpa sadar cewek itu membuat isi lemari berantakan. Setelah...