Sejak 15 menit yang lalu seorang perempuan berdiri di depan University Jakarta. Ia menunduk tat kala beberapa siswa keluar dari area kampus, kehadirannya menjadi sorotan. Perempuan dengan wajah kecil manis, rambut pirang ala bule, dan senyuman manis ketika seseorang menyapa sopan meskipun tidak kenal.
Perempuan itu menunduk, memainkan kerikil kecil dengan menendangnya pelan menggunakan kaki. Satu tangannya terangkat menyampirkan anak rambut yang terbang menutupi wajah ke belakang telinga.
Bahunya yang di sentuh tiba-tiba membuatnya tersentak dan tersadar. Perempuan itu mendongak, menatap laki-laki yang terakhir kali ia temui 4 tahun silam.
"Logan?" katanya menyebut nama itu untuk memastikan bahwa yang di hadapannya saat ini benar laki-laki yang ia tunggu sedari tadi.
Logan bergumam pelan mengiyakan. Memandang perempuan yang pernah hadir dalam hidupnya meski hanya sementara waktu. "Lo apa kabar?" tanyanya berbasa-basi.
"Aku baik-baik aja." jawabnya, memberi sedikit jeda, "kamu?"
"Seperti yang lo liat," Balas Logan penuh sirat akan makna.
Perempuan itu menganggukkan kepalanya pelan, memandang Logan yang terlihat lebih baik saat terakhir kali pertemuan mereka. "Kamu.... keliatan baik-baik aja," tuturnya menyimpulkan.
"Lo serius sama omongan lo semalam di telephone?" tanya Logan, memastikan sekali lagi keputusan perempuan itu.
Dia mengangguk, memasang wajah meyakinkan. "Aku yakin, kalau bukan sekarang kapan lagi? Udah cukup aku lari dari masalah selama ini, Logan."
Logan hanya mendesah pelan. Di satu sisi ia merasa bimbang namun di sisi lain ia tak mempunyai hak untuk melarang perempuan itu. "Lo tau'kan keadaan udah beda? Gak sama kayak dulu lagi semenjak masih ada lo," ucapnya memberi pengertian. Berharap dia mengerti.
Karena keadaan akan terus berubah seiring waktu. Tidak bisa kembali ataupun menjadi apa yang kita inginkan sewaktu-waktu.
Tatapannya menyendu tiba-tiba, "aku tau. Tapi seenggaknya aku mau berusaha memperbaiki. Lagipula ada seseorang yang bakal mempermudah semuanya."
Logan menghembuskan napasnya pelan, memang dia bisa apa?
"Lo tunggu di kafe Angelo. Gue atur sisanya," ucapnya yang di angguki semangat perempuan itu.
"Aku duluan ya, makasih Logan," katanya dengan suara riang dan mata yang memancarkan kerlipan haru. Berlalu pergi, meninggalkan Logan yang hanya memandang punggung itu semakin jauh.
Bertepatan itu pula Disya menghampiri Logan, memandang laki-laki itu dari samping yang menatap lurus kedepan. "Kamu liat apa?" tanya Disya menyadarkan Logan.
Logan menoleh kesamping dimana kekasihnya itu berdiri. Sejenak ia mengusap kepala Disya sayang, "Putri, dia pulang."
Disya mengernyit, mengingat nama itu. "Putri? Yang pernah kamu ceritain ke aku waktu itu?" Logan mengangguk, membenarkan ingatan Disya.
"Gak usah di pikirin," potong Logan saat mengerti Disya akan kembali bertanya. "Itu urusan mereka bukan urusan kamu. Mending fokus sama baby kita," katanya setengah berbisik di akhir kalimat yang mampu membuat pipi Disya seketika memerah.
-ooOoo-
Pangeran berjalan dengan sedikit membungkuk, diam-diam mengendap-mengendap memasuki kamar. Niatnya ingin mengageti Vanessa di dalam. Namun saat pintu terbuka ia melihat Vanessa yang tertidur pulas di meja belajarnya.
Cowok itu jadi menegakkan tubuhnya melihat pemandangan di depannya. Vanessa tertidur dengan lengan terlipat yang menjadi bantalnya di atas meja. Rambut cewek itu menutupi sebagian wajahnya, serta sinar matahari yang menerpa wajah lelap itu seperti settingan pada drama saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living With Fangirl
Teen Fiction"Baju gue mana kerdil?!" Vanessa berlari tergopoh-gopoh saat mendengar teriakan itu sembari membawa wajan kosong ke dalam kamar Pangeran. Ia mencari asal baju Pangeran dalam lemari sampai tanpa sadar cewek itu membuat isi lemari berantakan. Setelah...