34. Berita buruk

505 31 0
                                    

Clara membuka matanya perlahan. Menghalau cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah jendela menggunakan tangannya.

Netranya yang masih redup menatap sekeliling. Seakan tersadar, netra itu membesar. Yang awalnya redup, kini terbuka lebar.

Clara memukul dahinya pelan. "Astaga... Jam berapa ini? Kenapa bisa kesiangan sih. Ck, hancur deh reputasi menantu idaman yang beberapa bulan ini ku sandang" monolognya.

Tak perlu menunggu lama, Clara segera bangun dan memperbaiki tampilannya. Clara pikir jika penampilannya rapi, pasti tidak ada yang menyadari bahwa dia belum mandi. Itulah sebabnya Clara selalu memperhatikan penampilannya, terutama dihadapan sang mertua.

"Pagi Bunda," sapa Clara saat dia sampai di dapur.

"Pagi sayang... Baru bangun kamu?" Jawab Amelia tanpa memandang si lawan bicara.

"Hehehe, iya Bunda. Bunda masak apa nih?" Balas Clara canggung.

Amelia menoleh sebentar kemudian tertawa. "Hahaha, kamu nggak perlu grogi gitu karena bangun kesiangan Cla. Wajar kok, kalau kamu kesiangan. Kamu pasti capek ngurus tiga anak sekaligus. Selain itu, kamu juga harus urus keperluanmu sendiri sama keperluan suamimu. Pasti capek banget deh."

Clara tersenyum, "iya Bunda capek banget. Tapi mau bagaimana pun ini tanggung jawab Cla sebagai seorang istri sekaligus ibu dari anak-anak. Sudah tugas Cla untuk mengurus mereka. Cla menikmatinya kok Bun."

Amelia ikut tersenyum, "syukurlah kalau kamu menikmatinya. Emang tugas seorang wanita itu mulia, nak. Ya sudah, sini bantu Bunda masak buat sarapan!" Ajaknya pada Clara.

Clara mendekat, "iya Bun, biar Cla yang potong wortelnya. Ini dipotong-potong dadu kan, bun?"

"Iya, dipotong dadu aja. Mau bunda masak oseng-oseng soalnya."

"Siap bunda!!" Clara bergaya seolah sedang hormat pada komandan. Hal tersebut berhasil membuat keduanya tertawa. Sungguh pemandangan yang indah.

oOo

Disisi lain, Surya bersama ketiga anaknya serta kedua adiknya sedang jalan-jalan di area kampung. Mereka tampak menikmati suasana pagi.

Ditengah perjalanan, Surya membuka percakapan. "Dek, semisal kalian pindah sekolah ke kota mau nggak? Nanti kalian bantu kak Clara jagain si kembar kalau pulang sekolah. Soalnya kasian kalau dia urus si kembar sendiri. Kan abang harus kuliah, terus pulangnya juga langsung kerja. Akhir-akhir ini abang juga mau nyoba bisnis properti, nambah sibuk lagi nanti. Kalian mau ya?" Tanya Surya penuh harap.

Mata Bagas dan Kara berbinar. Seolah mereka mendapatkan air di tengah gurun pasir.

"Wah, mau bang. Mau banget. Udah lama Bagas mau netap di kota kayak abang."

Bagas berseru dengan lantang saking senangnya. Untung saja jalanan sepi. Jika tidak, mungkin Bagas sudah menjadi pusat perhatian saat ini.

"Kara juga mau Bang. Mau banget malah. Tapi bang, kalau kita ikut abang, nanti gimana izinnya ke ayah? Kan ayah ketat banget sama kita." Kara tertunduk lesu.

"Tenang aja, Dek. Abang udah izin sama ayah kok. Surat pindah juga udah di urus sama Kak Joe. Jadi, semester depan kalian udah bisa langsung sekolah di kota." Jelas Surya yang membuat kedua adiknya tersenyum.

"Beneran bang?" Tanya keduanya.

"Iya dong, kapan abang pernah bohong?" Sombong Surya.

Bagas mencebikkan bibirnya. "Cih, terus kalau udah diurus kenapa tadi nanya abang?" Geramnya.

"Kan formalitas." Jawab Surya enteng, sambil tertawa keras setelah melihat ekspresi tak bersahabat kedua adiknya itu.

"Ah abang nggak asik, ah." Rajuk Kara yang semakin membuat Surya tertawa.

Surya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang