Pukul 20.00 WIB di kediaman keluarga Kurana. Terlihat pasangan paruh baya sedang terlibat pembicaraan serius dengan seorang remaja laki-laki yang tak lain adalah putra mereka sendiri.
"Surya, jelaskan apa maksud ini semua!" Pak Lukman menyodorkan ponsel yang didalamnya berisi foto di cafe tadi siang.
"Ini foto Surya, si kembar, dan teman-teman Surya tadi siang di Kurana's Cafe ayah." Surya menjawab dengan polosnya. Dia masih belum faham dengan apa yang coba ayahnya perlihatkan dari foto itu.
"Ayah tau Surya... Tapi, coba kamu perhatikan baik-baik! Ada yang salah dari foto itu."
"Apa yang salah ayah? Semua terlihat normal. Tidak ada yang salah, kecuali..." Surya menjeda ucapannya. Dia memperhatikan kedua orang tuanya secara seksama. "Jangan bilang ayah sama bunda memperhatikan tatapan Agung pada Kara." Todong Surya yang tepat sasaran.
"Ya. Dan kami butuh jawaban atas apa yang kami lihat itu Surya." Pak Lukman berkata dengan nada dinginnya.
Dalam masalah ini, Bu Amel tidak berkata apapun. Karena jika suaminya sudah berkata dengan nada dinginnya, tidak ada yang berani menyela, termasuk Bu Amel sendiri. Sehingga, Bu Amel memilih diam dan mencoba menenangkan suaminya jika beliau terbawa emosi.
Surya menghembuskan nafas lelah. Jika sudah begini, maka tidak ada yang perlu di tutup-tutupi lagi. Karena sebaik-baiknya seseorang menyimpan bangkai, kelak bangkai itu pasti akan tercium juga. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
"Ya, semua yang ada di pikiran ayah dan bunda itu benar." Hanya itu yang keluar dari mulut Surya. Namun, itu cukup untuk menjawab semua pertanyaan dari kedua orang tuanya.
"Apa? Jadi banar teman kamu itu menyukai Kara?" Teriak kedua orang tua Surya serempak.
"Iya itu benar. Maaf, selama ini Surya menyembunyikannya dari ayah dan bunda." Balas Surya pelan. Dia menundukkan pandangannya, karena merasa bersalah.
"Sejak kapan?" Tanya Pak Lukman yang masih mempertahankan nada dinginnya.
"Setahun yang lalu ayah. Surya mengetahuinya setahun yang lalu. Tepatnya satu minggu setelah belajar kelompok. Awalnya Surya juga nggak tahu. Tapi, Surya mulai curiga sejak Agung selalu menanyakan banyak hal tentang Kara di hari-hari berikutnya setelah belajar kelompok. Dan puncaknya, seminggu setelah belajar kelompok, Agung meminta Surya untuk menjaga Kara dari laki-laki lain. Dia bilang pada Surya bahwa dia menyukai Kara. Dia bahkan bersedia menunggu hingga Kara dewasa. Kemudian setelahnya, dia akan mengikat Kara dengan ikatan pernikahan. Ayah, bunda, Surya rasa Agung benar-benar serius dengan Kara. Itu terbukti dengan dia bersedia menunggu hingga Kara dewasa dan tidak mengajak Kara berpacaran melainkan langsung ke jenjang pernikahan." Surya mencoba menjelaskan pelan-pelan. Dia berharap setelah mendengar kebenarannya, kedua orang tuanya mau merestui hubungan mereka.
"Bawa dia kemari! Suruh dia menemui ayah! Dan meminta restu langsung kepada ayah. Ayah akan lihat, seberapa besar tekadnya untuk mendapatkan putri ayah, yang bahkan masih duduk dibangku sekolah dasar." Setelah mengatakan itu, Pak Lukman beranjak dari duduknya. Melenggang pergi tanpa repot-repot mendengar jawaban dari putranya.
"Bawa temanmu kemari Surya! Turuti saja apa mau ayah. Bunda yakin, ayah tau apa yang terbaik untuk Kara. Yakinkan temanmu itu untuk datang menemui ayah. Kamu tahu kan, Kara itu satu-satunya putri dikelurga ini. Jadi wajar saja semua begitu menjaganya, termasuk ayah. Bunda harap kamu mengerti Surya." Ucap Bu Amel lembut seraya tersenyum hangat kepada putra sulungnya itu.
Sama halnya dengan air yang memadamkan api, Bu Amel juga menerapkan hal itu. Beliau yakin bahwa kelembutan akan dapat meredam api amarah.
"Iya bunda, Surya mengerti." Surya menatap bundanya dengan senyuman yang mengembang. Setidaknya bundanya tidak ikut marah seperti ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...