39. Masih belum puncak

430 25 0
                                    

"Coba jelaskan kronologinya bun!"

"Tadi itu..."

Tepat setelah selesai memasak makanan untuk makan siang, Clara memasukkan makanan itu dalam kotak makan. Tidak menyisakan sedikitpun, karena memang tidak ada orang di rumah. Suaminya sedang di kantor dan kedua adik iparnya sedang sekolah, sementara dia hendak pergi ke rumah papanya dan makan siang di sana. Jadi, tidak ada gunanya menyimpan sedikit makanan, toh nanti juga dia akan memasak lagi untuk makan malam.

Dengan riang, Clara berangkat menuju rumah sang papa. Dia mengendarai mobil dengan kecepatan normal. Tidak bisa dipungkiri, dia sangat gembira karena merasa orang tuanya sudah mulai menerimanya.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, Clara akhirnya sampai di rumah megah milik keluarga Fredy. Rumah tempat ia menghabiskan masa kecil menjadi pembantu beberapa tahun lalu.

Tapi itu dulu, sekarang Clara yakin bahwa dia sudah dianggap sebagai putri rumah ini. Clara tersenyum senang. Rasanya sudah tidak sabar mendapat pengakuan sang papa.

"Eh, neng Clara. Siang neng. Lama nggak ke sini." Sapa satpam rumah Fredy.

"Iya pak, siang. Kebetulan ini mau jemput anak-anak, mari pak." Balas Clara sopan.

"Iya neng, mari-mari."

Dengan semangat Clara memasuki kediaman keluarga Fredy. Dia memasuki rumah itu sambil menenteng paperbag yang berisi kotak makan hasil masakannya. Namun siapa sangka, ketika dia sudah berada didalam rumah, bukan sambutan yang diterimanya, akan tetapi sebaliknya.

"Berani sekali kau menginjakkan kakimu di rumah ini." Ucap seorang pria paruh baya di ujung tangga.

Deg..

Jantung Clara berpacu lebih cepat dari biasanya. Berusaha mengusir pikiran negatif, dia melebarkan senyumnya. "Cla ke sini mau jemput anak-anak, papa."

"Jemput anak-anak katamu? Tidak, mereka milik keluarga Fredy. Tidak ada yang boleh mengambil mereka dari tanganku, meski kau yang telah melahirkannya, aku tak peduli." Ucap Fredy kasar sembari menuding Clara.

"Tapi papa..."

"Diam! Sudah berapa kali ku bilang, aku tidak sudi menjadi papamu." Teriaknya pada Clara.

Clara mengeratkan genggamannya pada paperbag yang dibawahnya. Mencoba sabar, Clara berkata dengan tenang. "Mereka milik semua orang, Papa. Mereka milik keluarga Freddy dan juga keluarga Kurana. Cla nggak akan melarang Papa jika ingin bertemu mereka. Tapi tolong jangan ambil mereka dari kami!"

Fredy tertawa lantang. "Hahaha, sayangnya bukan itu yang ku inginkan. Yang kuinginkan adalah mereka menjadi seutuhnya milik keluarga Fredy. Penerus perusahaanku, jika nantinya ketiga putraku sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Jadi, ketiga cucuku itu yang akan meneruskan perusahaanku. Aku tidak sudi jika cucuku hidup bersama wanita pembawa sial sepertimu. Bisa-bisa mereka akan terus terkena masalah."

"Apa salahku, Pa? Tidak cukupkah papa menyiksaku secara fisik dan mental selama ini? Apakah masih kurang semua itu, hingga Papa dengan teganya mau memisahkanku dari anak-anakku. Jawab Pa! Apakah papa setega itu?" Teriak Clara, habis sudah kesabarannya.

"Ya, kenapa tidak? Cucuku adalah calon penerus perusahaanku. Tak akan ku biarkan kau membawa dampak buruk bagi mereka."

"Tidak!!!" Teriak Clara. Dia menjatuhkan papperbag yang sedari tadi dibawanya dan berlari menyusuri rumah megah itu demi menemukan keberadaan putra-putranya. "Anta... Riksa... Gala... Dimana kalian? Ini bunda, nak..." Panggilnya sambil terus menangis.

Surya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang