Sebuah mobil mewah memasuki area Kurana's Cafe. Tak lama setelah mobil itu berhenti, turun pasangan paruh baya diikuti kedua anaknya. Sekali lihat pun semua orang akan tahu, bahwa mereka merupakan keluarga dari kalangan atas. Kalangan untuk mereka yang memiliki kekayaan diatas rata-rata.
Keluarga Kurana merasa kecil dibuatnya. Kurana's Cafe ini pasti tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan restoran mewah yang sering mereka datangi. Namun, ini bukan waktunya untuk memikirkan itu semua. Saat ini yang terpenting adalah melangsungkan acara pertunangan dengan baik, jangan sampai acara ini batal hanya karena status sosial.
Keluarga Kurana menerima kedatangan tamu mereka dengan tangan terbuka. Mereka berdiri tepat di depan pintu masuk Kurana's Cafe dengan senyum merekah untuk menyambut tamu mereka. Tamu istimewa yang sedari tadi mereka tunggu. Tamu yang 7 tahun lagi akan resmi menjadi kerabat mereka.
"Selamat malam, pak." Pak Lukman mengulurkan tangan kanannya kepada ayah Agung seraya tersenyum. Ya, tamu itu adalah Agung beserta keluarganya. Memang siapa lagi yang akan keluarga Kurana tunggu untuk acara pertunangan selain Agung dan keluarganya? Jawabannya, tidak ada.
"Selamat malam." Ayah Agung membalas uluran tangan Pak Lukman. Mereka bersalaman sejenak dan saling berbalas senyum.
"Mari, silahkan masuk. Mohon maaf jika tempatnya kurang memadai." Pak Lukman mempersilahkan tamunya masuk.
"Ini saja sudah cukup, pak." Balas Ayah Agung.
Pak Lukman mengajak tamunya ke meja VIP, meja yang biasanya dipesan untuk pertemuan formal atau untuk seseorang yang sedang mencari ketenangan. Kurana's Cafe memang memiliki meja VIP di lantai 2. Ruangannya dibuat kedap suara, pintunya selalu tertutup, dan salah satu dindingnya (yang menghadap lapangan) terbuat dari kaca film. Desain ruangan itu dibuat khusus, demi kenyamanan dan keamanan privasi pelanggan.
"Mari, silahkan duduk!" Pak Lukman mempersilahkan tamunya untuk duduk.
"Selamat malam semua. Selamat datang di Kurana's Cafe. Sebelumnya, perkenalkan saya Lukman ayah Kara." Pak Lukman memulai pembicaraan. "Ini istri saya, Amel. Putra pertama kami, Surya. Putra kedua kami, Bagas. Dan yang terakhir, satu-satunya putri kami, Kara." Lanjutnya, memperkenalkan satu persatu anggota keluarga Kurana.
"Terimakasih sudah menerima kedatangan kami. Perkenalkan saya Rio ayah Agung. Ini istri saya, Wulan. Putra pertama kami, Agung. Dan putra kedua kami, Angga." Balas Pak Rio yang juga memperkenalkan anggota keluarganya satu persatu. "Baiklah, langsung saja. Maksud dari kedatangan kami kemari adalah untuk melamar putri bapak. Sebelumnya, putra kami Agung sudah menjelaskan semuanya. Awalnya kami memang sempat tidak percaya bahwa putra kami menyukai putri bapak, yang usianya terpaut jauh dengan putra kami. Namun ini masalah hati, tidak bisa dipaksakan. Jadi, kami tidak mungkin menghalangi niat baiknya untuk melamar putri bapak, yang penting keduanya saling menyukai dan tidak terpaksa menjalaninya." Pak Rio melirik Agung. Memberi kode untuk meneruskan ucapannya.
"Em, gini om. Om kan waktu itu nyuruh Agung bawa orang tua Agung kemari untuk pertunangan Agung dan Kara. Terus Agung menyanggupinya setelah acara kelulusan. Jadi sekarang, Agung mau nepatin janji Agung. Ini, Agung juga udah bawa cincinnya. Hehehe." Agung menunjukkan cincin pertunangannya. Dia sangat gugup, hingga tidak dapat merangkai kata dengan baik. Dia juga mengirimkan tatapan melas kepada ayahnya, seolah sedang meminta maaf atas perkataannya yang mempermalukan sang ayah lewat tatapan itu.
"Nak Agung, semua keputusan om serahkan pada putri om. Tanyakan saja langsung padanya!" Jawab Pak Lukman.
"Jadi..." Ucap Agung menggantung sambil menatap Kara. Bukan hanya Agung saja yang menatapnya, semua yang ada di sana juga memusatkan perhatian mereka kepada Kara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...