"Selamat pak, istri anda tengah mengandung bayi kembar. Usia kandungannya saat ini menginjak 9 Minggu." Ucap seorang wanita berjas putih sambil menjabat tangan Surya.
Tepat sasaran. Clara memang hamil dan dokter dihadapannya ini telah menyatakannya beberapa detik yang lalu. Surya bahkan sampai meneteskan air mata haru. Berbeda dengan kehamilan pertama yang awalnya sempat menimbulkan keraguan di hati Surya, kehamilan Clara yang kedua ini hanya membawa rasa bahagia.
Dulu Surya sempat ragu jika dia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. Tapi setelah dijalani, nyatanya Surya mampu membuktikan jika keraguannya ternyata salah. Surya menyadari, semua yang tidak mungkin akan menjadi mungkin jika ada kemauan dan usaha. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi Surya untuk meragukan nasib kehamilan kedua istrinya ini. Jika yang dia takutkan saat ini adalah tidak bisa membagi kasih sayang di antara anak-anaknya, maka dia akan terus berusaha agar bisa membagi kasih sayangnya dengan adil. Surya tidak akan membiarkan keraguan sedikitpun menduduki hatinya, agar kejadian dulu tidak terulang kembali.
Setelah mendengar beberapa petuah dan menebus resep yang dituliskan sang dokter, Surya dan Clara meninggalkan rumah sakit. Mereka hendak menuju supermarket terdekat untuk belanja bulanan. Tidak lupa mereka membeli beberapa bungkus makanan di restoran untuk dibawa pulang, karena dirasa sudah terlalu malam dan pasti Clara tidak akan sempat untuk memasak.
"Habis dari mana Bang? Kok lama, nggak kayak biasanaya." Tanya Kara sambil menyalami tangan kakak dan kakak iparnya itu. Sementara Bagas tetap berbaring di sofa sambil memainkan ponselnya. Terlihat tidak memiliki sopan santun memang, tapi itulah Bagas. Jika tidak diawasi Lukman, Bagas memang terkesan bebas. Tapi Surya membiarkannya, dia paham jika sang adik ingin menikmati masa mudanya. Selama masih dalam batas wajar menurutnya, dia akan memakluminya.
"Ini tadi mampir ke dokter kandungan dulu, buat periksa kondisi kakak iparmu. Terus pulangnya mampir belanja bulanan di supermarket, jadi lama deh." Jelas Surya seadanya.
"Kak Clara hamil?" Pekik Bagas dan Kara bersamaan.
Dengan malu-malu, Clara mengangguk. Suaminya ini sangat kolot, dia memberitahukan kabar ini dengan begitu blak-blakan. Tidak ada unsur kejutan sama sekali. Ah, rasanya Clara ingin menelan suaminya hidup-hidup.
"Woah, apa ayah bunda udah tau?" Tanya Bagas antusias. Saking antusiasnya, dia sampai berjongkok di atas sofa?
"Ya belum lah, kan baru tau. Ini juga baru sampai rumah." Jawab Surya santai. Dia merebahkan dirinya di sofa.
"Wah, kalau ayah sama bunda tau pasti senang mereka. Mau nambah cucu." Ucap Kara senang, "Adek kasih tau mereka ya Bang." Tanya Kara pada Surya.
"Ya, kenapa tidak." Jawab Surya enteng.
"Oke abang..." Kara segera menjauh dan menghubungi ayahnya.
Clara semakin gemas dengan tingkah Surya. Bisa-bisanya Surya menyuruh Kara mengabarkan berita kehamilannya pada Lukman. Apakah suaminya ini begitu tidak pedulinya akan hal ini? Bukankah setidaknya dia atau bahkan Clara sendiri yang memberi kabar bahagia ini, bukan malah orang lain. Ah, Clara semakin kesal saja. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur.
Clara beranjak, lalu berjalan menuju kamar. Dia tidak mau ambil resiko, bisa-bisa dia stress jika masih berdekatan dengan Surya. Dan tentu saja itu tidak akan baik bagi kandungannya.
"Mau kemana kak?" Tanya Bagas. Ya Bagas, bukan Surya, suaminya. Parah bukan? Surya bahkan lebih memilih menonton televisi dari pada mengantarnya ke kamar. Jangankan mengantar, menyadari dia hendak pergi saja tidak. Entah muncul dari mana sikap itu, padahal dulu Surya sangat perhatian. Mencoba berpikir positif, mungkin ini efek kehamilan Clara sehingga Surya ikut mengalami mood swing. Bisa jadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...