40. Puncak yang sesungguhnya

504 28 0
                                    

Sudah satu minggu berlalu. Tapi Surya masih belum menemukan titik terang atas keterlibatan Fredy pada material yang hilang. Ketiga putranya juga masih belum bisa dilacak keberadaannya. Berulang kali Surya mendatangi rumah Fredy, namun hasilnya tetap nihil. Dia tidak menemukan tanda-tanda jika putranya di sana. Belum lagi, kondisi Clara yang semakin melemah. Kandungannya bahkan terancam tidak bisa diselamatkan jika kondisi Clara tetap seperti ini.

Surya tertekan. Dia merasa gagal menjadi seorang pemimpin, suami, dan ayah yang baik. Dia bahkan belum mendapatkan apapun meski telah berusaha selama seminggu. Entah kemana perginya otak jeniusnya. Di saat keadaan genting seperti ini, dia malah tidak dapat berpikir mengenai jalan keluar yang tepat. Untuk saat ini yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu hasil investigasi dari pihak kepolisian dan mengerahkan para detektif untuk mencari bukti atas keterlibatan Fredy dalam masalah proyeknya. Percayalah, Surya bahkan tidak pernah merasa setidak berguna ini. Mau marah, tapi kepada siapa? Ah, Surya sangat frustrasi.

"Kabar baik, Sur. Detektif kita berhasil mendapatkan rekaman CCTV dari jalan tempat dimana sopir pembawa material yang disesatkan oleh seseorang. CCTV itu letaknya sedikit tersembunyi, gue rasa penjahat itu tidak menyadarinya. Jadi, mereka tidak merusak CCTV itu. Dan kabar baiknya, hasil rekaman CCTV itu juga memuaskan. Disana terlihat jelas bahwa ada seseorang yang berusaha menyesatkan sopir pembawa material dengan sengaja. Mereka menaiki motornya menggiring sopir-sopir itu ke arah yang berlawanan dari tujuan mereka yang sebenarnya. Dan di rekaman itu juga terlihat jelas bahwa lambang dari jaket yang mereka kenakan adalah lambang yang sama dengan lambang yang berada di jaket para bodyguard di rumah keluarga Fredy. Kesimpulannya, bukti ini cukup akurat. Apalagi jika kita dapat menemukan salah satu dari mereka dan dia mau mengakuinya, pasti bukti ini sangat kuat." Ucap Lano pada Surya.

"Bagus, ini juga gue baru dapet kabar dari detektif gue kalau si kembar ada di puncak. Mereka tinggal di salah satu vila milik om Fredy. Mereka diperlakukan layaknya pangeran. Pakaian mewah, pelayan banyak, dan dikelilingi puluhan bodyguard. Berasa lihat anak sultan." Jelas Devan yang turut membantu Surya. Ya, Devan tidak akan berpangku tangan saja melihat temannya dalam keadaan terpuruk. Jadilah dia turut membantu Surya.

Untuk Lukman dan Amelia, mereka tidak tahu akan masalah ini. Bahkan teman SMA Surya juga tidak mengetahuinya, termasuk Agung, tunangan sang adik. Surya memang telah mewanti-wanti adiknya agar masalah ini tidak menyebar. Cukup mereka saja yang tahu. Surya tidak ingin membuat orang tuanya khawatir.

"Syukurlah kalau begitu. Kita lakukan misi penyelamatan anak-anak besok malam. Nanti, setelaha makan siang kalian kemarilah! Kita atur strategi serapi mungkin." Putus Surya.

"Baiklah." Jawab Devan dan Lano bersamaan.

"Tapi Dev, lo kok bisa tahu sedetail itu?" Tanya Lano penasaran.

Devan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa ruangan Surya. "Mudah, suruh saja salah satu orang kita nyamar dan masuk ke vila itu. Masalah selesai." Ucap Devan dengan ringannya.

"Woah, keren..." Puji Lano.

"Biasa." Jawab Devan seadanya. Karena dia merasa bahwa itu bukanlah tindakan hebat, semua orang pasti pernah memikirkan tentang rencana penyamaran. Jadi, bukan hal yang patut dibanggakan.

Sementara di mata Lano, hal tersebut merupakan tindakan hebat. Memang penyamaran adalah hal umum, semua orang pasti orang memikirkannya. Tapi tidak semua orang mau menerapkannya, mengingat resikonya yang tinggi. Apalagi ini menyamar di vila milik keluarga Fredy, keluarga yang sangat berpengaruh di negara ini. Sekali ketahuan, maka tamatlah riwayat mereka. Dan sulit dipercaya, Devan menjadi salah satu orang yang berani menyusupkan mata-mata di sana. Sungguh besar keberaniannya, sangat hebat menurutnya.

Surya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang