Brakk...
Pintu ruangan terbuka dengan kasar. Mengejutkan tiga pemuda yang berada didalamnya. Kata-kata kasar spontan keluar dari bibir mereka.
Tak lama, muncul sepasang anak dengan wajah yang teramat mirip. Salah satu diantaranya, memasang wajah cengengesan. Tampaknya, dialah si pelaku pembuka pintu tadi.
"Ups, kaget ya? Maaf, sengaja. Hehehe." Ucap salah satunya.
"Astaga, Bagas... Gak bisa masuk secara normal apa? Untung bener kamarnya. Kalau salah gimana? Kan malu." Tegur Surya.
"Ck, Bagas gak sebodoh itu lah bang... Sebelum masuk, udah Bagas pastiin dulu kok. Jadi, gak bakal malu lah." Bagas berdecak pelan.
"Bagas, kalau dibilangin itu didengerin! Nggak dibantah terus... Mau jadi apa kamu nanti?" Tegas Surya.
"Mau jadi jodohnya bidadari surga." Jawab Bagas asal, semakin menyulut api kemarahan dibenak Surya.
"Udah ya, bang... Abang jangan dengerin omongannya Bang Bagas! Nanti abang stres sendiri. Biarin aja! Nanti kalau capek ya diam sendiri." Ucap Kara yang entah sejak kapan sudah berada di samping Surya.
Kara mengelus pelan lengan Surya, bermaksud menenangkan kakak pertamanya yang tengah emosi ini. Mencoba untuk menjadi air ditengah kobaran api. "Abang gimana? Udah enakan?" Lanjutnya, mengalihkan pembicaraan.
Surya menghembukan nafas lelah. Mengalihkan pandangan kepada adik perempuannya. "Udah baikan kok. Kalian kesini berdua aja? Udah bilang ayah? Kok dibolehin sih? Kan jauh... Ayah nggak tau kan kalau abang sakit?"
"Iya bang, kita kesini cuma berdua naik taksi. Dan ayah bolehin kita kesini tanpa tau kondisi abang kok. Ini semua karena Bang Bagas. Dia sempat buat drama alay. Sampai ayah mau ngasih ijin." Terang Kara.
"Oh, ya?" Surya menyempatkan diri untuk melirik Bagas. Melihat bagaimana ekspresi adiknya saat ini.
"Iya bang, Kara nggak bohong. Abang harus percaya sama Kara." Kara menengakkan tubuhnya. "Kara ceritain ya... Abang dengerin!"
Ponsel Bagas bergetar ketika dia hendak pergi ke kantin, menandakan ada panggilan masuk. Dia menerima panggilan itu dan mendapat kabar bahwa kakak pertamanya masuk rumah sakit.
Bagas sangat terkejut. Tapi dia tidak bisa memberi tahu orang tuanya, lantaran si penelpon sudah membuatnya berjanji.
Bagas tidak tahu harus berbuat apa. Dia memutuskan untuk memberi tahu kabar ini kepada adik kembarnya saja. Si penelpon hanya melarangnya memberi tahu orang tuanya, tidak menyebut tidak boleh memberi tahu saudaranya. Jadi, dia boleh dong memberi tahu kabar ini pada adiknya.
Kara memasuki kelas Bagas. Dia ingin mengajak Bagas pergi ke kantin bersama. Kebetulan sekali, Bagas jadi tidak perlu repot-repot mencarinya untuk memberi tahu kabar ini.
Kara mendudukkan diri disamping Bagas. Menyenderkan kepala dibahu sang kakak. "Bang, ayo ke kantin. Kara laper nih."
"Bentar, abang mau kasih tau kabar buruk." Ujarnya tanpa mengubah posisi.
"Kabar buruk apa bang?" Tanya Kara.
Kara memejamkan matanya. Tidak terlalu minat mendengar kabar ini. Pasti yang dimaksud sang kakak kabar buruk itu tidak jauh-jauh dari masalah pacar. Mungkin pacarnya minta putus atau pacarnya selingkuh. Seperti itulah yang ada dipikiran Kara.
"Jangan kaget ya..." Bagas mengulur waktu. "Jangan teriak!"
"Iya iya... Cepet, ada apa?" Geram Kara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...