30. Sampah???

597 34 0
                                    

"Cla..."

"Ya, mas?!"

Surya menepuk kasur disebelahnya. Menyuruh Clara untuk duduk disana dan berhenti sejenak dari segala aktivitasnya.

"Mas mau tanya, acara 7 bulanannya mau diadain dimana? Di rumah mama papa, atau di rumah ayah bunda?" Surya menggenggam tangan Clara, "tapi alangkah baiknya kita buat di rumah mama papa. Rumah orang tua pihak wanita."

"Ya, maunya sih gitu mas... Tapikan mas tahu sendiri gimana mama sama papa. Mereka nggak bakal mau mas... Orang dulu waktu kita kasih tahu kalau Cla hamil aja, ekspresi mereka biasa banget. Nggak seantusias ayah sama bunda. Seakan yang Cla kandung ini bukan bagian dari keluarga mereka saja." Jawab Clara lesu.

"Setidaknya kita coba dulu, siapa tahu hati mereka tergerak untuk menerima cucu mereka."

Surya merangkul bahu sang istri. Memberi energi positif padanya. Agar dia tidak lagi berburuk sangka pada orang tuanya.

Clara tersenyum, "Cla ikut apa kata mas aja."

"Harus dong... Harus nurut apa kata suami." Surya menoel hidung Clara.

"Ya ya ya... Up to you, mas."

Surya tertawa, mood swing ibu hamil yang satu ini sudah menjadi makanan sehari-harinya. Tidak heran jika dia malah menganggapnya remeh. Karena memang, biasanya setelah Clara mengalami merajuk pasti ada aja yang diminta. Jadi, setiap Clara merajuk Surya harus selalu siap siaga melayani permintaannya sebagai bayaran agar senyumnya kembali.

Kita hitung saja, dalam hitungan ketiga pasti sudah ada permintaan yang terucap dari mulut manisnya itu.

Satu...

Dua...

Tig...

"Ish, jangan ketawa mas..." Rengeknya, "aku nggak mau tau ya... Pokoknya sekarang mas berangkat beliin aku martabak telur. Atau aku ngambek sampai besok pagi."

Nah kan, tidak sampai hitungan ketiga sudah ada tugas baru untuk Surya. Tugas dari ibu negara yang harus dia turuti, sudah menjadi hukum mutlak adanya. Jika tidak dituruti, siap-siap saja Surya begadang karena tidak bisa tidur dalam kamar.

oOo

"Saya tidak sudi mengakuinya sebagai cucu saya."

Ucap seorang pria paruh baya dengan kasarnya. Ia bahkan tidak segan untuk menggebrak meja dihadapannya. Entah dimana jalan pikirannya.

"Tapi dia tetap cucu papa... Diakui atau tidak, dia tetap cucu papa. Jangan lupa pa, darah lebih kental daripada air. Sampai kapanpun dia tetap cucu papa, bagian dari rumah ini." Ucap sang putri.

"Hahaha... Jangan mimpi kamu! Bagi saya, anak saya hanya tiga. Saya tidak punya Putri pembawa sial sepertimu. Dan anak yang kamu kandung? Dia bukanlah cucuku, bukan juga bagian dari rumah ini. Dia hanyalah sampah yang terlahir dari ibu pembawa sial sepertimu."

Ucapan kasar kembali terlontar dari bibir pria itu. Ucapannya sangat ringan, seolah ucapannya tidak berpengaruh apapun pada wanita yang merupakan putrinya itu. Entah tidak menyadari atau tidak mau menyadari, yang pasti ucapan pria itu mampu menyayat hati sang putri. Hingga dia berani berteriak, meraungkan rasa sakitnya.

"Cukup pa... Cukup!! Papa boleh mengabaikanku. Papa boleh menghinaku. Papa juga boleh tidak menganggapku. Tapi anakku? Apa salah dia pada papa? Dia bahkan belum lahir di dunia ini. Tapi papa? Papa sudah menyebutnya, sampah? Tega sekali papa."

Ucapnya sambil berteriak, seolah lupa jika yang ada dihadapannya ini adalah ayah kandungnya sendiri. Seakan melupakan ajaran sopan santun yang diterimanya dari kecil. Dan seolah tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Jiwanya telah diliputi amarah. Amarah yang membara. Ibu mana yang tidak marah, jika anaknya, yang bahkan belum lahir di dunia, sudah dianggap sampah oleh seseorang. Terlebih, orang itu merupakan ayah kandungnya sendiri. Sungguh sakit hatinya.

"Dengarkan aku baik-baik, pa!! Suatu saat nanti, akan ku buktikan bahwa ucapan papa sepenuhnya salah. Anakku bukanlah sampah. Sebaliknya, anakku merupakan berlian. Berlian yang kelak akan bersinar di masa depan." Wanita itu menjeda ucapannya. Nafasnya memburu, menandakan amarahnya belumlah reda. "Dan papa? Papa akan menjadi saksi, kesuksesan anakku kelak. Ingat itu." Tunjuknya pada sang ayah.

"Saya tunggu, kabar buruknya." Ucapnya dengan nada meremehkan.

Senyum miring terukir dibibir sang putri. "Sayangnya, kabar baiklah yang akan papa dapat."

Wanita itu bangkit dengan sedikit kesusahan. Mengingat, perutnya yang sudah sangat besar. "Kalau begitu, aku pulang dulu pa. Papa jaga kesehatan ya. Permisi..."

"Ayo mas, kita pulang."

Ajak wanita itu kepada suaminya. Pria yang sedari tadi diam tak bersuara. Karena apa? Karena dia telah berjanji pada sang istri. Bahwa dia hanya akan menemani. Berbicara bukan kuasanya kali ini. Karena pria sejati, merupakan pria yang menepati janji.

oOo

"Cla..."

"Ya, mas?" Tanya Clara tanpa menghentikan aktivitas melipat bajunya.

"Kenapa tadi siang kamu berbicara seperti itu kepada papa? Apakah benar berperilaku seperti itu?"

Clara menunduk, "maaf mas."

"Mas nggak butuh maafmu Cla... Mas butuh jawabanmu. Mas tanya sekali lagi, kenapa kamu berbicara seperti itu?"

Tidak terdengar jawaban dari Clara, yang terdengar hanyalah isak tangis yang semakin keras.

Surya menghela nafas, kemudian menarik Clara ke dalam pelukannya.

"Mas nggak nyalahin Cla, tapi mas juga nggak membenarkannya. Cla tahu kan, kalau Cla tadi sudah melewati batas? Cla tidak seharusnya berbicara seperti itu kepada papa. Walau bagaimanapun, dia tetap papa kandung Cla."

Surya mengelus rambut Clara.

"Cla paham kan?"

Clara mengangguk, sebagai jawaban atas pertanyaan Surya.

"Jangan diulangi lagi ya..."

Clara mengangguk lagi.

"Demi Tuhan Cla... Jawab mas... Jangan cuma anguk-angguk saja. Kamu ini lagi hamil loh, jangan sampai anak kita terkena dampak akibat perbuatanmu yang tidak baik semasa mengandungnya" Oceh Surya, yang tidak mendapatkan tanggapan dari Clara.

"Cla, jawab mas dong!!"

"Cla"

"Cla"

Surya menunduk, ternyata didapatinya sang istri sudah tertidur lelap. Mungkin terlalu lelah menangis atau memang bawaan ibu hamil. Entahlah, Surya tidak paham.

"Lah, tidur dia. Mana pules banget lagi. Terus gue dari tadi ngoceh panjang lebar buat apa??"

Poor Surya.








TBC.

Pendek??
Maaf ya...
Karena kesibukan di dunia nyata, jadi nggak sempat update seperti dulu
Ini aja menyempatkan waktu untuk ngetik
So, mohon dimaklumi ya...
Aku nggak bisa menjanjikan cepat update
Tapi aku bisa menjanjikan, aku bakal terus update sampai tamat
Entah berapa hari sekali, atau berapa minggu sekali, aku nggak tau
Yang pasti, aku bakal tamatin cerita ini kok:)

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Segala hal yang berhubungan dengan cerita adalah karangan semata. Baik dari segi tokoh, alur, konflik, ataupun yang lainnya adalah murni imajinasi sang pengarang.
Apabila ada kesamaan baik nama tokoh, kejadian, waktu, dan tempat itu hanyalah kebetulan semata. Tidak ada unsur kesengajaan sama sekali. Jadi jangan dianggap terlalu serius.
Dan lagi tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Sehingga mohon maaf apabila ada kekurangan dalam bentuk apapun itu.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Vote & komen sebanyak-banyaknya

Surya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang