Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu lima belas menit, kini Surya telah sampai di depan rumahnya. Rumah sederhana yang dihuni oleh keluarga Kurana.
Sebuah keluarga yang memiliki lima anggota. Sang kepala keluarga, Lukman Kurana. Istrinya, Amelia Bundela. Serta ketiga anaknya, Surya Putra Kurana, Bagas Putra Kurana, dan Kara Putri Kurana.
Surya segera memasuki rumahnya. Menyapa kedua adiknya di ruang keluarga dan ibunya di dapur. Sementara ayahnya belum pulang, masih di pabrik tempatnya bekerja.
oOo
Hari sudah gelap, jam menunjukkan pukul 08.00 malam. Surya sedang belajar bersama kedua adik kembarnya.
Dia membantu mengerjakan pekerjaan rumah mereka, setelah sebelumnya mengerjakan pekerjaan rumah miliknya sendiri.
Surya mengajari kedua adiknya dengan sabar, hingga pekerjaan rumah mereka selesai.
Setelah belajar, Surya menuju ruang keluarga. Menemui kedua orang tuanya. Akan ada hal penting yang hendak disampaikan ayahnya. Dan hanya akan disampaikan kepada dia dan bundanya saja. Sementara kedua adiknya sudah diperintahkan untuk segera tidur.
Surya mendudukkan dirinya dihadapan orang tuanya. Dia melirik bundanya, mencoba menanyakan apa yang terjadi lewat tatapan mata. Sementara Amel hanya mengedikkan bahunya.
Surya dan bundanya memilih diam tak bersuara, menunggu dengan sabar. Tidak berani bertanya mengenai apa yang akan disampaikan oleh sang kepala keluarga itu. Mereka hanya bisa diam dan mencoba menahan rasa penasaran mereka.
Beberapa menit sibuk dengan pikirannya, akhirnya Lukman membuka suara. "Bunda dan Surya dengarkan ayah baik-baik. Ayah ada kabar buruk untuk kalian."
"Kabar buruk apa ayah?" Amel menyela ucapan suaminya.
Lukman menghela nafas, kemudian berkata. "Ada masalah di pabrik, beberapa karyawan terpaksa di PHK..." Lukman menjeda ucapannya. Menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Setelah lebih tenang, dia melanjutkan ucapannya. "Termasuk ayah."
Tak ada angin maupun hujan, tapi kata-kata yang keluar dari mulut sang kepala keluarga itu bagaikan petir yang menyambar. Surya dan bundanya sangat terkejut mengetahui kenyataan ini. Hingga mereka berdua tidak dapat berkata-kata.
Karena tidak mendengar tanggapan dari anak dan istrinya, Lukman kembali berkata. "Bukan itu saja, gaji ayah yang ditahan bulan lalu juga tidak diberikan. Dan sekarang, ayah dipecat tanpa pesangon."
Belum sempat sadar dari keterkejutannya, Surya dan bundanya kembali mendengar kenyataan lain yang disampaikan oleh sang kepala keluarga.
Seolah takdir sedang mempermainkan mereka. Tidak cukup hanya satu kenyataan bahwa mereka kehilangan sumber pencaharian saja, tapi mereka juga ditampar oleh kenyataan-kenyataan yang lainnya.
"Bagaimana bisa ayah dipecat? Bukankah selama ini kerja ayah selalu baik? Dan bukankah ayah jarang melakukan kesalahan? Mengapa mereka tega memecat ayah?" Tanya Surya yang sudah sadar dari keterkejutannya.
"Ayah sudah tua Surya. Ayah sudah tidak muda lagi. Jelas mereka lebih memilih memecat ayah yang sudah tua ini dan mempertahankan para pegawai yang masih muda. Karena tenaga ayah sudah tidak sekuat tenaga mereka yang masih muda. Jelas pihak pabrik tidak ingin menanggung kerugian hanya untuk mempertahankan ayah." Jawab Lukman.
"Mereka egois ayah. Mereka tidak memikirkan keadaan kita. Tidak memikirkan akan makan apa kita jika ayah dipecat. Pekerjaan itu adalah satu-satunya sumber pencaharian kita ayah. Jika ayah sudah tidak memilikinya, bagaimana kita bisa melangsungkan kehidupan kita kedepannya? Kita butuh makan. Surya dan si kembar butuh biaya untuk sekolah. Dan mereka? Dengan seenaknya saja mereka memecat ayah." Kata Surya berapi-api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...