Keesokan harinya, Surya sudah mau berbicara kepada teman-temannya lagi. Andi dan Deo sudah meminta maaf pada surya dan kini mereka sudah baikan. Saat ini mereka sedang berada di kantin, karna jam istirahat sedang berlangsung. Mereka sedang membahas rencana kedepannya setelah lulus SMA. Karena ujian nasional tinggal hitungan minggu saja.
"Guys rencana kalian mau lanjut kemana? Kalau gue sih udah didaftarin bokap ke sekolah penerbangan. Mau dijadiin pilot katanya. Nah gue sebagai anak ya nurut ajalah, orang gue tinggal jalani. Nggak perlu pikirin biayanya. Lagian dulu gue juga pernah pengen jadi pilot sih. Jadi, kalau ada kesempatan kenapa nggak. Ye nggak? Kalau kalian gimana?" Seperti biasa, Andi selalu memulai percakapan.
"Kalau gue sih terpaksa masuk kedokteran ngikutin jejak kakak gue. Kakak pertama gue dokter spesialis anak, kakak kedua gue dokter gigi, dan gue disuruh masuk ke kedokteran hewan. Gila nggak? Bokap gue tuh sangat berambisi jika anak-anaknya harus masuk kedokteran. Entah minat atau nggak, tapi anak-anaknya harus masuk kedokteran. Itu keputusan mutlak, nggak boleh diganggu gugat." Kali ini Deo yang berucap dengan nada tertekannya.
"Lo yang sabar ya De. Jalani aja dulu, semua pasti ada hikmahnya." Dan seperti biasa pula, selalu Agung yang peka terhadap kondisi teman-temannya. Dia memberi nasehat dengan bijak. Sontak ketiga temannya menatap Agung heran. Tumben sekali Agung berkata bijak. Agung memang tipe anak yang peka terhadap sekitar. Tapi berkata bijak? Tidak-tidak, Agung bukan tipe anak yang biasa berkata bijak.
Meski demikian, Deo tetap menjawabnya. "Hmm iya, thanks ya. Lo sendiri mau kemana Gung?"
"Psikolog." Perkataan singkat Agung, dijawab serempak oleh ketiga temannya.
"Udah gue duga" Serempak ketiga teman Agung. Setelah itu mereka saling berpandangan, kemudian tertawa terbahak-bahak. Karena tidak menyangka bahwa ucapan mereka akan sama dan serempak. Sungguh sebuah kebetulan yang tak diduga.
"Weis kalian kompak bener dah. Udah kaya paduan suara aja." Kata Agung kemudian dia juga ikut tertawa.
"Eh Gung, nanti kalau kerja yang bener ya. Jangan sampai pasien lo bukannya sembuh, malah makin parah." Surya mengejek Agung lalu tertawa bersama Andi dan Deo.
"Iya, bener kata Surya. Jangan sampai waktu orang depresi datang ke tempat prakteknya Agung, eh habis dari sana bukannya sembuh malah jadi gila. Kan berabe tuh" Deo ikut mengejek Agung.
"Iya bener tuh. Apalagi kalau ada orang yang punya alter ego. Bukannya ada perdamaian antar kepribadian, eh malah masing-masing kepribadian saling ingin menguasai tubuh orang itu. Kan berabe juga tuh, bisa-bisa orang itu habis dari tempat prakteknya Agung malah bunuh diri. Hayolo nanti Agung masuk berita karna jadi penyebab orang bunuh diri secara nggak langsung." Andi tak ingin kalah, dia juga ikut mengejek Agung.
"Ya, ejek terus bro. Ini batu kok, bukan hati. Jadi nggak mungkin bisa ngerasain sakit." Agung berkata dengan ketus.
"Yaelah Gung, bercanda elah. Masak gitu aja marah."
"Hmm nggak marah kok Sur. Udah biasa mah digituin, udah kebal ini. Lo sendiri mau kemana Sur?"
"Kalau gue sih mau ke Manajemen Bisnis. Kebetulan udah diterima di salah satu universitas negeri yang ada di kota lewat jalur undangan."
"Weis, calon pengusaha guys. Calon orang kaya ini mah. Nanti wajahnya mucul di koran dengan judul pengusaha muda sukses. Terus kita-kita dilupain. Jangankan disapa, dilirik aja enggak." Andi berkata dramatis.
"Hei mana mungkin lah gue gitu. Lo mah ada-ada aja deh An."
"Tau tuh Andi ini." Deo ikut menimpali.
"Intinya, semoga sukses ya Sur." Agung mengalihkan pembicaraan.
"Hmm thanks ya. Ya udah yuk ke kelas, bentar lagi bel masuk." Ajak Surya sambil bangkit berdiri yang kemudian diikuti ketiga temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...