32. Kekaguman

560 29 5
                                    

"Kamu beneran bisa sendiri, Cla?"

Gadis itu mengangguk.

"Beneran? Atau, mas ikut cuti aja ya 1 tahun? Atau kalau nggak, kita sewa baby sitter? Atau kamu tinggal sama bunda aja di kampung?"

Gadis itu menggeleng, "nggak usah, Mas. Cla bisa sendiri kok. Lagian anak-anak juga masih kecil. Masih belum aktif-aktifnya. Cla masih bisa mengatasinya." Jawab Clara sembari tersenyum, meyakinkan Surya untuk tidak perlu terlalu khawatir.

Surya menghembuskan nafasnya kasar, kemudian "maaf" cicitnya pelan. "Maaf, telah membuatmu susah. Di usia ini, seharusnya Cla menikmati masa muda. Kuliah, jalan-jalan, memiliki banyak teman, semua. Bukan mengurus anak seperti ini." Lanjutnya, dengan nada syarat akan penyesalan.

Lagi-lagi Clara menggeleng. Dia mendekati Surya dan memeluk pinggangnya. "Ini semua bukan salah mas. Ini pilihan Clara, jadi mas nggak perlu merasa bersalah. Mas juga sudah banyak berkorban untuk kami. Di usia ini, Mas juga seharusnya menikmati masa muda. Bukan malah bingung banting tulang untuk menghidupi kami. Tapi apa? Mas nggak pernah ngeluh, mas nggak pernah putus asa. Lantas, apa yang membuat Cla menyerah atas keadaan? Cla saja punya suami hebat sepertimu, Mas. Jadi, Cla juga harus hebat biar bisa mengimbangi, Mas."

Surya tersenyum, sungguh beruntung dia mendapatkan istri sebaik Clara. Andai saja bukan Clara yang ditimpanya malam itu, entah apa yang akan terjadi padanya saat ini. Mungkin dia tidak akan sebahagia ini, hidup bersama istri sebaik Clara dan putra tampannya.

Surya melepaskan pelukan Clara, kemudian menyodorkan tangannya yang langsung dicium oleh Clara. Surya membalasnya dengan mengecup keningnya singkat, sebelum memberi petuah pada sang istri itu.

"Ingat, Cla nggak boleh kecapaian! Kalau ada apa-apa, langsung hubungi Mas! Ini perintah! Mas nggak menerima penolakan!"

Clara tersenyum maklum, "iya Mas, iya... Udah sana, berangkat! Sebelum kelasnya dimulai. Entar telat lagi."

Surya menghela nafas dan berjalan menuju motornya terparkir dengan berat hati. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan Clara dan ketiga putranya. Namun apalah daya, pendidikan juga penting. Terlebih lagi, dia juga harus mengurus perusahaannya yang sudah semakin besar. Rencananya, Surya akan membuka cabang ketiga tiga bulan lagi, tepat saat ketiga putranya menginjak usia tiga bulan. Sehingga Surya harus sering memantau perusahaannya, terutama cabang baru perusahaannya. Memang, sudah ada Joe yang mengatasinya. Tapi Surya tetap tidak bisa lepas tangan begitu saja, karena statusnya masih tetap sebagai pemilik perusahaan itu.

oOo

Surya tengah serius membaca buku di tangannya. Saat ini, Surya berada di perpustakaan. Terlihat di depannya ada 3 tumpukan buku di atas meja dan 1 buku di tanganya.

Tiba-tiba, ada seseorang menarik buku yang sedang dia baca. "Apaan nih, panduan bisnis bidang properti?" Baca pemuda yang menarik bukunya tersebut.

Kemudian datang pemuda lain yang ikut membaca judul buku yang ada di atas meja. "Saham? Investasi yang menguntungkan? Properti yang banyak diminati?" Bacanya satu persatu.

"Apa-apaan nih Sur? Lo mau buka bisnis baru? Terus apa kabar percetakan, Lo? Heh Sur, gue tau lo butuh banyak duit. Apa lagi tanggungan lo bertambah 3. Tapi bukan gini caranya. Lo gak boleh terlalu forsir tenaga Lo. Lo manusia Sur, bukan robot." Cerca Lano.

"Sur, untuk pertama kalinya, gue setuju sama Lano. Lo boleh kerja keras, boleh banget malah. Tapi ukur kemampuan lo juga dong! Sekarang logikanya gini, buat apa banyak uang kalo lo gak bisa menikmatinya? Mending uang secukupnya aja tapi hidup lo sejahtera."

Surya mengambil keempat buku yang dirampas Lano dan Devan. "Iya, gue mau buka bisnis baru dibidang properti. Kalau kalian tanya gimana tentang percetakan, tenang aja, percetakan ada Joe yang menanganinya. Gue yakin, dia pasti bisa menanganinya. Jadi gue gak perlu terlalu memikirkan percetakan. Gue kan tinggal tanda tangan-tanda tangan aja, yang lainnya sudah diurus Joe.

Surya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang