Jarum jam sudah menunjuk angka 11, menandakan sudah hampir dini hari. Sudah saatnya untuk semua orang terlelap. Namun itu tidak berlaku bagi dia, seorang pria yang sedang berjalan mondar mandir di depan sebuah pintu dengan memasang wajah cemas kentara.
Malam ini terasa mencekam baginya. Dinginnya udara malam, seolah tak mampu mengusiknya sama sekali. Bagagaimana tidak, saat ini pikirannya hanya terfokus pada apa yang terjadi dibalik pintu itu. Dia sangat cemas, ini pengalaman pertama baginya. Terlebih lagi, dirinya di sini hanya seorang diri. Tidak ada yang menemani. Keluarganya juga akan datang besok pagi.
Beberapa jam kemudian...
Terdengar suara pintu terbuka. Segera, pria itu menghampiri seorang wanita berjas putih yang membuka pintu ruangan itu.
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" Tanyanya tergesa.
Sang dokter tersenyum, "selamat Pak, proses persalinannya lancar. Istri dan anak bapak selamat."
Helaan nafas lega terdengar dari bibir pria itu. "Syukurlah... Lalu kenapa saya tidak mendengar suara tangisnya, Dok?"
"Ah itu, mohon maaf sebelumnya, Pak. Ruang bersalin di rumah sakit ini di desain kedap suara. Jadi, wajar saja bapak tidak bisa mendengarnya."
Pria itu mengangguk, "apakah saya sudah bisa masuk, Dok?"
"Tidak bisa, Pak. Istri dan anak anda masih dibersihkan. Silahkan bapak menunggu di ruang rawat yang sudah bapak pesan saja."
Pria itu menghela nafas kecewa, namun tetap mengangguk. Mengikuti semua arahan sang dokter.
"Baiklah, kalau sudah tidak ada lagi yang ingin bapak tanyakan. Saya permisi dulu." Pamit sang dokter, sebelum berlalu meninggalkan pria itu seorang diri.
oOo
"Cla..." Panggil Surya bergetar.
"Mas..." Jawab Clara lemah.
Dalah hitungan detik, Surya sudah berada disamping istrinya. Menggenggam tangan rapuh sang istri yang beberapa saat lalu telah berjuang melahirkan buah hati mereka.
"Terima kasih, Sayang... Mas bahagia, sangat bahagia. Cla udah buat mas jadi orang terbahagia di dunia ini. Cla udah tepatin janji Cla. Untuk berjuang sekuat tenaga dan kembali dengan selamat. Terima kasih."
Ungkap Surya dengan air mata bercucuran. Dia tidak bohong, dia memang merasa sangat bahagia. Mungkin memang awalnya dia ragu untuk menerima kehamilan sang istri, namun sekarang dia sangat menyesal, mengapa dulu dia sempat meragukan anugerah Tuhan? Bodoh sekali dia.
Clara tersenyum, tangannya tergerak untuk menghapus air mata sang suami. "Ini sudah menjadi kewajiban Cla, Mas... Mas nggak perlu bilang terima kasih."
Surya menggenggam tangan Clara yang berada di pipinya, kemudian mengecupnya singkat. "Mas bangga punya istri seperti kamu, Cla."
"Cla juga bangga punya suami yang bertanggung jawab seperti, Mas. Yah, meskipun pernikahan kita atas dasar kecelakaan. Tapi Cla sangat bahagia. Cla malah akan menyesal kalau seandainya kecelakaan itu tidak terjadi."
Keduanya tersenyum. Tak lama, pintu ruangan terbuka, dengan tiga orang suster yang masing-masing menggendong seorang bayi ditangannya. Kemudian satu persatu diantara suster itu meletakkan bayi yang berada di gendongannya ke dalam box bayi sesuai dengan keterangan yang tertera dalam box tersebut.
Senyum Surya mengembang. Dia menoleh kepada sang Istri. "Triplet, Cla?"
Anggukan dari sang istri semakin mengembangkan senyuman Surya. Dia bangkit dari posisinya, berjalan perlahan, menghampiri ketiga anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...