Ruangan serba putih. Bau khas obat-obatan menyeruak di indera penciumannya. Tubuh lemahnya terbaring di ranjang, dengan selang infus yang setia menancap dipunggung tangannya.
Tanpa bertanya, Surya tau dia berada dimana. Terlebih lagi, dia merasakan perban melilit di kepalanya. Sudah dipastikan, rumah sakitlah jawabannya.
Namun pertanyaannya saat ini, bagaimana bisa dia ada di rumah sakit? Seingatnya tadi, dia sedang berjalan kearah ruang kesehatan. Setelah itu... Semua buram, dan... Gelap. Dia tidak bisa mengingat apapun.
Surya berpikir, mungkin tadi dia pingsan di perjalanan menuju ruang kesehatan. Dan kedua temannya segera membawanya ke rumah sakit. Ah iya, mungkin seperti itu.
Surya bangun dari posisinya, menyandarkan dirinya disandaran ranjang, bersandar pada bantal yang sengaja dia tegakkan. Dia mengerjapkan matanya. Menelisik apa saja yang ada disekitarnya.
Satu set sofa lengkap dengan meja kaca yang ukurannya tidak bisa dibilang kecil. Lemari coklat dua pintu, mungkin muat untuk menyimpan baju beberapa orang. Kamar mandi disudut ruangan dan nakas besar disamping ranjangnya. Jangan lupakan, ranjang jumbo dan super nyaman tempatnya duduk saat ini.
"Mengapa ruangan ini terkesan... Mewah? Apa ini yang dinamakan ruangan VIP? Atau bahkan lebih dari itu? VVIP mungkin?" Pikir Surya.
Ditengah kegundahan hatinya, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Menampilkan dua sosok makhluk kasat mata yang tak asing lagi baginya.
"Sudah bangun pangeran?" Ucap salah satunya. Tanpa segan, dia masuk dan duduk di sofa dengan santainya. "Huh, katanya udah biasa berantem. Kok kepala bocor dikit langsung tepar? Malu dong sama sabuk kebanggaannya."
"Eh, setan banci. Namanya juga kepala bocor, ya wajar lah langsung pingsan. Sekuat-kuatnya gue, gue juga manusia biasa kali. Bukan superhero atau yang lainnya." Balas Surya sengit.
"Wah, tuh mulut gak pernah disekolahin ya... Orang ganteng gini kok dibilang setan banci. Mata lo katarak ya?"
"Ganteng? Upik abu gini lo bilang ganteng? Heh, lo itu masih jauh ya levelnya dibanding seorang Surya Putra Kurana."
"Hei, lo it..." Belum sempat menyelesaikan ucapannya, sudah dipotong oleh lelaki disampingnya ini. Jika saja bukan temannya, mungkin sudah dia tendang ke kutub utara atas kelancangannya itu.
"Udah Lan... Surya baru bangun juga. Udah lo ajak debat aja." Lerai Devan, memotong ucapan Lano. Ya, mereka adalah Devan dan Lano. Memang, siapa lagi yang akan menjenguknya kalau bukan dua temannya ini? Mengingat, hanya mereka teman dekatnya yang mengetahui tragedi itu.
"Ck, lo mah selalu bela Surya, Dev. Pilih kasih lo."
"Bukan gitu Lan, tapi kan Surya baru sadar. Lo yang ngerti situasi dong!"
"Ya ya ya, lupakan saja. Tuan Devan yang terhormat dan maha benar..."
"Lah kok lo jadi ngomong gitu sih Lan? Maksud gue kan baik."
"Hei, udah dong! Kok jadi kalian yang debat presiden sih? Gue gak apa-apa kok. Santai aja kali." Kali ini, giliran Surya yang menengahi.
"Huh, denger tuh Dev! Orang Suryanya aja baik-baik aja kok." Lano bahagia, merasa dirinya dibela Surya secara tidak langsung.
Devan dan Surya memilih untuk tidak menanggapinya. Merasa masalah tidak akan kunjung selesai jika mereka masih menanggapi Lano. Lano sendiri memilih diam. Tidak mempermasalahkan ucapannya yang hanya dianggap angin berlalu saja.
"Sur, lo udah gak apa-apa kan? Kepala lo gak sesakit tadi kan? Atau, lo butuh apa? Bilang sama gue." Devan menunjukkan rasa pedulinya, membuang jauh-jauh kedok cueknya untuk sementara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...