25. Pesta sederhana, tamu segudang

615 36 0
                                    

Resepsi pernikahan sederhana, digelar di halaman rumah keluarga Kurana yang lama nanti sore. Yang lama? Iya, yang lama. Ternyata pemilik baru hanya menetap sementara di sana. Hingga ketika pemilik baru itu kembali menjual rumahnya dua tahun setelah pembelian, Lukman segera menemuinya dan membuat kesepakatan.

Pemilik baru rumah itu sangat baik. Dia memperbolehkan Lukman kembali memiliki rumahnya dengan cara mengangsur, tanpa bunga. Kebetulan surat-surat rumah itu masih atas nama Lukman, karena pemilik baru memang berencana pindah setelah masa koasnya selesai. Dan itu keuntungan tersendiri bagi Lukman. Dia tidak perlu repot-repot mengurus balik nama surat-surat itu.

"Bang, gimana? Keren kan acaranya? Bagas nih yang atur bagian dekorasi." Ucap Bagas, percaya diri.

Surya memperhatikan sekitar. Didepan sana, ada semacam gapura selamat datang buatan. Disusul karpet merah yang terbentang hingga ke panggung pengantin. Di panggung pengantin sendiri, terdapat satu kursi pengantin yang diapit bunga-bunga buatan yang indah dan berlatar dedaunan imitasi hijau segar.

Di sisi kanan karpet merah, terdapat meja-meja yang menyediakan beraneka ragam makanan. Sedangkan di sisi kirinya, terdapat meja dan kursi tempat para tamu duduk. Dan jangan lupakan, satu buah pengeras suara yang tersambung pada ponsel untuk memutar lagu. Kreatif sekali.

"Keren kok... Habis berapa buat dekorasi ini semua?" Tanya Surya.

"Habis nol rupiah." Ucap Bagas dengan bangganya.

"Hah? Kok bisa?" Itu bukan suara Surya, melainkan Clara, istrinya. Dia heran, bagaimana bisa seorang anak SMP mengatur sebuah dekorasi pesta pernikahan tanpa mengeluarkan uang sepeser pun? Ya meskipun bukan pesta mewah sih, tapi bukankah itu mustahil?

"Ehem, gini ya kakak iparku yang cantik... Mulai dari gapura, itu buatan bagas sama teman-teman Bagas. Masalah bahannya, itu teman Bagas yang nyediain. Dengan kata lain, gapura itu milik teman Bagas, kita cuma minjam sebentar. Nanti kalau acaranya selesai, bisa kita kembaliin ke anaknya.

Oke, lanjut. Soal karpet merah, Bagas pinjam milik Pak Somad, tetangga sebelah yang punya gedung pernikahan di kota. Orangnya baik banget, dia mau minjamin cuma-cuma. Alias gratis, nggak pakai bayar sewa.

Terus panggung pengantin, ini sebenernya panggung baru milik Kurana's Cafe. Cuma Bagas tutupin pakai karpet hasil minjam Pak Somad juga, biar rapi. Kalau masalah bunga-bunga dan daun-daun itu milik teman Bagas, sepaket sama gapura yang didepan.

Terus masalah meja makanan, meja kursi untuk tamu, sama pengeras suara alias sound, itu semua milik Kurana's Cafe. Bagas angkut semua, dibawa pulang. Gimana? Bagas kreatif kan?" Jelas Bagas panjang lebar.

Clara menganga tak percaya. Adik iparnya ini sangat mengagumkan. Clara jadi berpikir, tidak semua pekerjaan mangandalkan uang. Karena jika kita mau berpikir kritis dan bekerja keras, tanpa uang pun semua dapat terlaksana. Clara jadi semakin bersyukur bisa masuk kedalam keluarga yang penuh akan kejutan ini.

"Terus, angkut-angkut barang dari Kurana's Cafe ke sini nggak bayar?" Tanya Surya, terheran.

Bagas merangkul Kara yang berada tepat disampingnya. "Ya nggak lah bang, orang semua diangkut pakai truknya Bang Agung. Buat apa punya calon adek ipar kaya, kalau nggak dimanfaatin. Ye nggak?"

"Gue denger itu, Bagas..." Ucap seseorang yang tanpa permisi langsung tiduran berbantal paha Kara. Secara otomatis, Kara mengelus kepalanya.

"Ck, kebiasaan. Belum sah juga." Cibir Bagas, melepaskan rangkulannya di bahu Kara.

"Syirik tanda tak mampu." Balasnya tajam.

"Mas?" Bisik Clara pada Surya.

"Oh, itu Agung, teman SMA mas sekaligus tunangan Kara. Mereka bakal nikah kalau Kara udah lulus SMA." Jelas Surya tanpa diminta.

Surya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang