Area kampus tampak ramai. Para mahasiswa berlalu lalang, saling menyapa, saling menebar senyuman. Kursi-kursi permanen yang terbuat dari semen berlapis keramik, sebagian besar telah terisi. Terisi beberapa kumpulan mahasiswa, membentuk kombinasi lengkap. Mulai dari kumpulan mahasiswa penggila game, hingga kumpulan mahasiswi penggemar gosip.
Sejauh mata memandang, semua tampak sama. Surya bahkan tidak bisa membedakan, antara dosen dan mahasiswa. Kecuali, mereka yang memakai kemeja putih dan bawahan hitam, pasti mereka sama sepertinya, calon mahasiswa baru.
Surya mempercepat langkahnya, tidak ingin terlambat di hari pertama OSPK nya. Dia sampai setengah berlari, demi mencapai lapangan fakultasnya lebih cepat. Dia ingin memberi kesan baik di hari pertama, tidak ingin dihukum oleh kakak-kakak seniornya. Sudah menjadi rahasia umum, kesalahan sekecil apapun jika dilakukan pada masa OSPK, pasti akan menjadi masalah besar.
Masa OSPK memang masa penderitaan bagi calon mahasiswa baru. Masa dimana senior lah yang berkuasa. Seakan memasang wajah garang adalah kewajiban mereka, mencari kesalahan adalah prinsip mereka, dan menghukum adalah hobi mereka. Entah sudah dari abad berapa tradisi itu dijalankan.
Surya memperlambat langkahnya. Dia melihat sekeliling, memperhatikan sekitar. Dia berdecak "Ck, sia-sia gue lari-lari. Sampai linu nih kaki. Ternyata eh ternyata, di sini masih sepi. Nih orang pada kemana sih? Udah tau sepuluh menit lagi acara dimulai. Kok masih sepi aja, berasa kuburan deh."
Surya mendudukkan dirinya di pinggir lapangan. "Huft, sarapan gue terbuang sia-sia. Tau gini, tadi gue jalan santai aja. Gak perlu lari-lari, kalau ujung-ujungnya begini. Duh mana panas banget lagi, masih pagi loh ini. Kok mataharinya gini amat ya? Panas banget, bikin gerah. Gerah body, gerah hati, gerah segala-galanya. Hahaha, lebay amat dah gue." Surya terus saja menggerutu, hingga tidak sadar bahwa sedari tadi dia diperhatikan.
Dua remaja laki-laki, berkemeja putih dan bercelana hitam, menghampiri Surya yang tengah berbicara sendiri. Mereka telah lama memperhatikan Surya sebelum memutuskan untuk menghampirinya. Mereka memperhatikan aktivitas Surya, mulai dari berlari memasuki lapangan, hingga duduk di pinggir lapangan.
"Hai, boleh gabung?" Ucap salah satu dari mereka.
Surya menoleh ke sumber suara, kemudian melirik ke kanan dan ke kiri. Memastikan, kepada siapa mereka berdua bicara. "Hah?! Oh, ah iya. Silahkan, ini fasilitas umum kok." Jawab Surya, setelah memastikan bahwa memang dia lah yang mereka ajak bicara.
"Hai, gue Devan." Devan mengulurkan tangannya kepada Surya.
"Surya." Surya menyambut uluran tangan Devan.
"Gue Lano." Lano melakukan hal yang sama dengan Devan.
"Surya." Surya juga menyambut uluran tangan Lano.
"Kenapa tadi lari-lari?" Tanya Lano.
"Takut telat." Jawab Surya singkat.
"Dan hasilnya..." Ucapan Devan menggantung yang langsung dijawab ketus oleh Surya.
"Nihil."
"Hahaha." Mereka bertiga tertawa dengan keras. Saking kerasnya, hingga mengundang tatapan ingin tahu dari calon-calon mahasiswa baru di sekitar mereka.
"Hahaha... Masih ada ya, anak jaman sekarang yang takut telat?"
"Hahaha... Kalau gue sih mending dihukum, dari pada harus lari-lari kayak lo tadi Sur. Buang-buang tenaga tau nggak."
"Hei, itu kan kalian, bukan gue. Kalau gue sih mending lari-lari dari pada dihukum. Malunya itu lo, mendarah daging bro."
"Yaelah, malunya kan cuma sesaat. Habis itu pasti juga lupa. Lo itu jangan terlalu taat bro, nanti gak ada kenangan buat diceritain ke anak cucu." Nasihat sesat Lano pada Surya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya (TAMAT)
Teen FictionLENGKAP... BELUM REVISI!!! Setiap orang pasti menginginkan terlahir dalam keluarga kaya raya. Segala keinginannya dapat terlaksana. Karena kita hidup di jaman dimana uanglah yang berbicara. Hingga setiap orang berlomba-lomba menambah kekayaan merek...