Siang ini Jordy diajak kumpul bersama gengnya Arvin. Sebenarnya nggak banyak anggota dari Arvin, hanya ada Arvin, Reno, dan Irsyad. Namun, tadi Della, Chika, dan Tasya mendengar rencana kumpul mereka berempat. Tanpa basa-basi ketiga cewek itu mau bergabung di kafe dekat sekolah.
Jordy sempat mengajak teman sebangkunya untuk ikut. Sayangnya, ia direspons dengan lirikan tajam dan pergerakan yang langsung memasang earphone. Tanda kalau dia tidak berminat sama sekali diajak Jordy.
Jordy bingung sama tingkah orang yang belum dia ketahui namanya itu. Dia nggak makan apa pun saat istirahat pertama dan istirahat kedua turun mencari makan di saat sudah mepet bel masuk. Semacam, menghindari diri dari pergaulan. Tidak ada yang mengajak dan menghampirinya. Dia juga enggan bicara dengan orang lain. Jordy semakin merasa bingung ketika hanya dia yang diajak ke sini, sedangkan teman sebangkunya tidak dianggap ada.
"Lo pesen apa?" Jordy tersadar dari lamunannya ketika bahunya ditepuk Arvin.
"Oh, hmm ... kalian udah pilih menu?" Jordy menggaruk alisnya karena gugup.
"Daritadi, Dy. Bahkan kita udah nulis di sini." Reno mengangkat kertas dan pulpen yang menjadi catatan pesanan mereka.
"Lagi mikirin sesuatu, ya?" ledek Chika. "Oh atau mikirin gue? Kenalin nama gue Chika." Cewek itu mengulurkan tangannya berniat untuk berkenalan dengan Jordy.
Namun, cowok itu malah bersin dan menutup mulut dengan kedua tangannya. "Oh ya gue Jordy, sorry abis bersin."
Tangan Chika diabaikan begitu saja dengan Jordy yang langsung memilih menu di kafe ini.
"Kalo bersin di lengan, jangan di telapak tangan," ujar Arvin mengingatkan sambil terkekeh.
"Spontan, Bro." Jordy malah cengengesan seraya membersihkan tangannya dengan tisu.
"Oke-oke, Btw lo pindah ke sini karena apa?" tanya Arvin setelah seorang pelayan mengambil catatan atas pesanan mereka.
"Cari suasana baru, bosen gue di Bali."
Jordy sempat tinggal di Bali sejak umur lima tahun hingga menginjak tujuh belas tahun sekarang. Alasannya yang bosan di Bali memang benar, tetapi sekarang dirinya ingin melukiskan kenangan baru lagi di Jakarta —kota kelahirannya ini. Dia harus dapat membuka lembaran baru di sini dan melupakan kejadian yang menimpa dirinya saat itu.
"Gila, bosen di Bali? Gue malah mau tinggal di sana, kedip dikit bule seksi melipir!" seru Irsyad.
"Lo emang mata keranjang sekaligus mesum." Reno memukul belakang kepala Irsyad membuat cowok itu mengadu kesakitan.
"Itu tandanya normal, Ren!"
"Nah, setuju gue sama lo, Tas." Irsyad merasa bangga karena dibela oleh Tasya. "Omong-omong normal ... gimana rasanya deket sama cewek nggak normal, Dy?"
"Hah, cewek nggak normal? Siapa?" heran Jordy, perasaan daritadi dia dekat sama cewek yang biasa-biasa saja. Apa maksudnya..., "Cewek yang sebangku sama gue?"
Della bertepuk tangan sekali, "Seratus buat lo! Jadi gimana duduk sama Yumna."
"Yumna cewek normal, kok," kata Arvin yang nggak setuju sama label yang diberikan.
"Lo mah bucin, Vin." Chika mengibas-ngibas tangannya. "Masa dijutekin gitu masih suka sama dia? Mending sama yang jelas-jelas ada. Stress." Dia melirik Della yang juga meliriknya dengan tatapan nggak suka.
"Lagi tanding sempet-sempetnya perhatiin tribun cuma buat cariin Yumna yang nggak bakal dateng," sahut Reno yang masih kesal sama perlakuan temannya kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R M A L ✓
Ficção Adolescente[LENGKAP] Yumna itu cewek cantik dan pintar dari SMA Mentari. Beberapa cowok pun berusaha mendekat, tetapi hatinya sudah sekeras batu yang nggak mudah dilunakin begitu saja. Akhirnya, semua orang menyebutnya 'Tidak normal', hanya karena dirinya yang...