33. Sepakat

303 73 7
                                        

Remaja merupakan proses menuju pendewasaan. Pada masa tersebut, banyak orang yang baru merasakan pengalaman menyenangkan yang sebelumnya belum pernah mereka rasakan. Mereka akan menyambut dengan antusias, tidak mau melewatkan kesempatan masa-masa senang tersebut. Dan ... dari sekian banyak kesenangan yang dirasakan ketika remaja, salah satu yang paling membekas adalah jatuh cinta.

Gadis dengan seragam SMP-nya itu menggenggam sebuah kotak kecil. Matanya memancarkan binar bahagia tatkala mendapatkan hadiah dari seseorang yang selama ini mewarnai harinya. Delapan bulan berlalu sejak ia mengenakan seragam putih-biru itu, banyak yang telah dilewati. Dia agak malu untuk menceritakan ini kepada orang lain, terutama keluarganya.

Ada teman laki-laki yang selalu ia tatap dengan kagum, semua pergerakan orang itu seolah menarik perhatiannya. Interaksinya dengan seorang teman laki-laki itu juga meningkat sehingga tanpa sadar menerbangkan kupu-kupu di hatinya. Apalagi hari ini, dia menggenggam hadiah kecil dari orang ini. Perasaannya tambah bahagia, seperti remaja umumnya yang sedang jatuh cinta dan merasa cintanya dibalas. Hanya saja ... ia belum terlalu paham untuk memastikan cinta yang sesungguhnya atau bukan.

"Kak!" Atensinya yang sejak tadi jatuh pada benda itu akhirnya teralihkan saat suara memanggilnya dengan cukup lantang. Anak itu menyimpan benda yang ia dapat di saku seragamnya, kemudian berlari kecil ke sebuah mobil dan langsung masuk ke sana.

"Papa udah klakson mobil berkali-kali loh, Kak, tapi kamu malah kesemsem lihatin benda itu." Papa mendengus karena setelah sampai lima menit yang lalu tidak digubris oleh anaknya.

"Gak denger. Papa gak jemput Bian sekalian? Tumben banget jam segini Papa udah pulang." Dia beralibi padahal sekolah sudah sepi, sekaligus mengalihkan pembicaraan.

"Kasihan Mama sama adek bayi kalau Papa pulang malam. Bian gak sekolah, temenin Mama sama Arra yang baru pulang ke rumah."

"Bian manja," cibirnya.

"Kalo lagi jatuh cinta gak boleh galak, Kak, nanti cowoknya kabur," ujar Papa meledek. "Kado itu dari pacar kamu?"

"Siapa yang jatuh cinta sih, Pa? Terus pacar apaan?"

"Gak ada orang yang senyum-senyum sendirian tanpa sebab, kecuali orang gila."

"Aku bukan orang gila!"

"Berarti kamu orang yang lagi jatuh cinta."

***

Yumna masih mengenakan jaket dan menggendong tas ketika keluar dari lab komputer. Ia baru saja menyusul dua ujiannya yang tertunda kemarin. Sengaja belum masuk ke kelas begitu sampai di sekolah, karena malas bertemu dengan orang-orang yang membuat minat mengerjakan ujiannya menurun. Tubuhnya merasa sedikit lebih baik ketika hampir seharian dia bermain dengan Arra.

Sekolah sangat ramai mengingat sudah tidak ada pelajaran lagi, seluruh kelas kosong. Itu artinya Yumna akan merasakan neraka begitu sampai di kelas. Dia menarik napas dalam lalu mengembuskannya sebelum mendorong pintu kelasnya.

Pemandangan pertama yang menarik perhatiannya adalah Jordy dan Imelda yang duduk beriringan memunggungi papan tulis, cowok itu menempati kursinya. Dari yang Yumna lihat, mereka tengah menonton film dengan Clara dan Hani yang ada di kursi belakangnya.

"Permisi," katanya dengan nada yang datar. Keempat orang yang serius itu terkejut.

Jordy langsung berdiri dan membiarkan Yumna duduk. Ia sempat melihat wajah Yumna yang terlihat agak pucat dari biasanya. Rasa penasarannya ditahan sebentar karena tahu Yumna sedang nggak baik-baik saja.

"Mau lanjut nggak, Dy?" Clara yang bertanya. "Yumna mau ikut juga?"

Pergerakan Yumna terhenti kala dirinya hendak memasang earphone di telinga. Terkejut karena ditawari bergabung langsung lewat mulut Clara --biasanya Clara hanya bicara dengannya melalui Imelda saja sejak kejadian itu. Yumna nggak lagi mimpi, kan? Ternyata ia tidak merasakan neraka yang tadi terlintas di pikirannya.

N O R M A L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang