10. Nggak Ada Rencana

340 77 12
                                    

Tidak terasa, sekarang sudah hari kelima pelaksanaan UAS semester genap. Itu artinya, masa kelas sebelas Yumna akan segera berakhir. Semua orang belajar dengan giat, berambisi agar nilainya meningkat atau paling tidak, stabil. Agar dapat melanjutkan perguruan tinggi yang mereka inginkan.

Yumna hanya belajar sewajarnya karena memang masih belum tahu harus melanjutkan pendidikan ke mana. Nanti setelah pulang sekolah, akan ada bimbingan dengan guru BK tentang masa depan.  Di saat yang lain sudah siap untuk konsultasi, Yumna malah berpikir tentang apa yang ingin ia konsultasikan. Belum lagi, sudah pasti Yumna yang dipanggil pertama karena memang peringkatnya yang selalu nomor satu di jurusan IPS.

Selama ujian, Yumna nggak pernah mengangkat bokongnya dari tempat duduk. Beranjak hanya untuk meletakkan tas di depan papan tulis lalu mengambilnya saat ujian selesai. Kebetulan dia berpisah ruang dengan Arvin, Jordy, dan mayoritas orang famous di kelasnya. Sehingga mereka hampir tidak pernah bertemu selama ini.

Omong-omong, sudah lima hari juga telinganya tidak mendengar ocehan Jordy. Cowok itu sepertinya sedang berjuang keras di ruang sebelah dengan belajar bersama Arvin. Atau justru menghindari Yumna karena omongannya beberapa tempo lalu? Entahlah, cewek itu nggak peduli lagi.

Toh, seharusnya dia sudah terbiasa dengan kesendiriannya ini.

Baru saja hendak membaca ulang buku catatannya, suara bising-bising terdengar. Rupanya, temannya dari ruang sebelah datang ke mari. Mereka datang ke meja Tasya yang ada persis di belakang Yumna. Dan itu membuatnya sadar kalau ada Jordy di sana.

"Duh, ngapain sih rame-rame ke sini?" lirih Yumna berusaha nggak didengar sama semua.

"Ya terserah kita dong! Kok situ yang sewot?" Dugaan Yumna salah, ternyata Della mendengar keluhannya.

Yumna milih buat nggak bales ucapan Della dan mulai memasang earphone-nya. Tidak akan ada habisnya jika berdebat dengan mereka, ujung-ujungnya juga Yumna yang salah.

Sudah lama Jordy nggak lihat dan berbincang dengan Yumna bikin dia jadi canggung. Apalagi terakhir kali bertemu, kesannya sungguh tidak enak. Jordy sempet kesal sama Yumna, tapi nggak bertahan lama. Setelah dipikir-pikir itu memang kesalahannya yang mengganggu Yumna dan dia lupa menyadari kalau Yumna sensitif, galak, jutek. Ya pokoknya gitu deh!

"Nggak sabar banget mau konsultasi di BK!" seru Chika.  Sekarang mereka sudah bergerombol di meja Tasya dengan menyatukan kursi-kursi yang lain. Niatnya sih pengen belajar PKn, tapi malah ngerumpi! Mereka nggak terlalu pusing karena guru Pkn sudah memberi latihan soal dan nanti akan mirip dengan soal itu.

"Dipanggilnya satu-satu, kan?" tanya Reno, jujur dia sebenarnya malas.

"Gue denger sih berdua buat mempersingkat waktu." Tasya mengangkat kedua bahu, "Gue tau dari kakel tahun lalu, ini cuma buat pastiin nilai lo stabil kalo bener-bener mau di pilihan itu."

"Di SMA gue dulu konsultasi PTN kalo udah kelas 12, ini kok cepet banget, ya?" heran Jordy.

"Buat mempersiapkan semuanya dari sekarang." Arvin menanggapi.

"Tapi, kalo berubah pikiran pas kelas 12 gimana?" tanya Jordy lagi.

"Pasti semuanya udah mempersiapkan, temen kita kan ambis-ambis, Dy. Kalopun berubah pikiran, pasti nggak jauh beda sama keinginan awal," ucap Della. "Lo belom tau pengen ke mana?"

"Hmm, jurusan sih Psikologi. Tapi kalo kampus, entah." Sebenarnya Jordy mengincar PTN di Bandung, tapi dia memikirkan Papi yang sendirian di Jakarta.

"Cocok sih! Lo orangnya asyik, nyambung diajak ngomong, bisa perhatiin teliti sikap orang-orang bahkan yang baru kenal. Oh ditambah lagi kalo cheer up orang yang lagi sedih," ujar Tasya panjang lebar yang membuat Jordy menelan ludah, segitunya kah dirinya?

N O R M A L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang