18. Kelas Dua Belas

309 83 16
                                    

Bagi sebagian orang, tahun terakhir di SMA harus diukir banyak kenangan yang nanti tak akan ditemukan di jenjang kehidupan berikutnya. Mengutarakan perasaan dengan orang yang diam-diam dicintai, menghabiskan hari bersama sahabat sembari menonton film kesukaan, atau sekadar duduk-duduk santai di kantin sekolah. Mereka juga merasakan telah 'bebas' karena sudah berada di tingkat tertinggi, bersikap seenaknya dengan alasan sudah menjadi senior.

Hal itu yang dilihat Yumna pada saat keluar dari area stasiun . Ada sosok Reno --teman sekelasnya yang sedang menodong adik kelas di gang sempit, lalu adik kelas itu memberikan satu lembar uang berwarna hijau. Yumna hanya melirik sekilas, lalu melanjutkan perjalanan. Pemandangan yang membuat mood-nya menurun di hari pertamanya kelas dua belas.

Omong-omong tahun terakhir, ada satu hal yang terlintas di benaknya. Siapa nanti teman sebangkunya? Sebab, anggota kelas sudah berjumlah genap, itu artinya tak ada satu kursi kosong yang tersisa. Hatinya sempat berharap agar tidak ada orang lain yang ingin duduk dengan teman lamanya.

"Jordy!" Langkahnya berhenti sebentar ketika suara Irsyad memanggil temannya. "Lo mau duduk sama gue, kan?"

Harapan yang sudah dibangun runtuh seketika saat mengetahui jawabannya, "Iya, takut banget sih gue ingkar janji."

Yumna pun tak mau diam berlama-lama lagi.

Jordy telah menyadari keberadaan Yumna sejak ia keluar apartemen. Dia jalan di belakang Yumna, sengaja tidak menegurnya. Dia juga lihat langkah Yumna yang berhenti untuk mendengarkan percakapannya. Irsyad memang mengajak untuk duduk bersama dan tanpa pikir panjang dia setuju.

Bukan tanpa alasan, Jordy hanya ingin Yumna memiliki teman selain dirinya. Selepas Chika, Della, Tasya, dan lainnya tidak suka padanya, pasti ada siswa lain yang nggak sebenci itu sama Yumna. Hanya mengikuti omongan penyebar itu.

"Lo mau duduk di mana?"

Jordy mengedarkan pandangan, tapi sosok Yumna nggak ada di kelas. "Yang kena AC," jawabnya seraya memilih bangku yang ada di bawah AC.

"Pinter juga lo."

Kelasnya semakin ramai, tetapi Yumna belum juga memunculkan batang hidungnya dan bikin Jordy khawatir. Diam-diam ia memerhatikan kursi-kursi yang masih kosong.

"Lo kenapa nggak pernah mau main setelah dari rumah Arvin?" tanya Reno dan bikin dia sadar dari lamunannya.

"Family trip," jawabnya asal.

"Kenapa nggak bilang? Di IG lo nggak update apa-apa?" protes Irsyad.

Jordy hanya terkekeh, apa yang mau di-share kalau family trip yang dimaksud goleran di apartemen?

"Nggak semuanya harus dikasih tau lewat sosmed," celetuk Arvin dan Jordy mengangguk setuju. Posisi tempat duduk mereka berempat depan belakang.

Setelah bel berbunyi, ada satu bangku di sebelah Imelda yang masih tersisa. Mengetahui Yumna yang pasti duduk di sana, Jordy bernapas lega. Imelda bukan siswa yang terlalu mencolok dan gayanya santai dengan siapa saja. Dia yakin Imelda termasuk orang yang hanya ikut-ikutan menjauhi Yumna.

Jordy hendak bangkit ketika kesiswaan telah memanggil seluruh siswa untuk turun karena upacara segera dimulai, dan tepat di depan tangga matanya menangkap sosok Yumna yang baru saja naik mungkin hanya untuk meletakkan tasnya.

***

"Mel, lo beneran gak masalah duduk sama dia?" Mantan teman sebangku Imelda datang menghampiri tempat duduknya.

"Dikira gue gigit kali?" cibir Yumna yang didengar sama Clara.

"Lo jangan bawa pengaruh yang macem-macem deh sama temen gue!" Suara Clara yang tinggi menarik perhatian banyak teman sekelas yang hendak ke kantin.

N O R M A L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang