Bunyi alarm dari oven menyadarkan dua orang yang tengah sibuk merapikan makalah untuk bangkit. Mereka berdua berjalan ke arah oven. Jordy membuka, lalu mengambil makanan yang telah matang itu. Ada senyuman bangga ketika hidung menghirup aroma yang lezat itu.
Yumna hanya memerhatikan lewat mata bulatnya. Satu jam lebih mereka berdebat kecil di dapur, Jordy benar-benar pamer kalau dia bisa masak dengan teknik yang tepat. Belum lagi, terkadang cowok itu bergaya layaknya koki profesional seperti mengangkat teflon tinggi-tinggi ketika menumis membuat Yumna berteriak-teriak karena takut tumpah dan berantakan.
"Nggak sabar banget mau cicip, pemirsah!" seru Jordy menata masakannya di meja makan. "Gila, gue keren banget, kan?"
Yumna tersenyum kecut meski dalam hatinya menyetujui kalau orang itu keren dalam hal memasak, "Biasa aja, ini mah secara keseluruhan kayak bikin Makaroni Schotel! Gue biasa bikin di rumah kalo weekend."
"Tapi lo nggak bisa potong bombay dengan benar," ledek Jordy.
"Yang penting kepotong, nggak ada yang tau juga toh bawangnya layu." Yumna nggak mau kalah.
"Nanti rasanya beda. Nih cobain deh masakan dari tangan orang ganteng."
"Mual banget." Walaupun berucap seperti itu, Yumna tetap menarik kursi lalu duduk. Lumayan lapar sekaligus ingin mencicipi masakan itu.
Mereka sengaja bikin banyak menggunakan alumunium foil yang kecil-kecil agar semuanya dapat mencicipi dengan mudah. Dibanding menggunakan loyang besar, khawatir nanti rebutan.
"Besok pagi gue masukin microwave biar anget," kata Jordy sambil mengunyah.
"Nanti rasanya tetep sama, kan?"
"Sama kok, misalkan beda gue malah seneng soalnya takut guru-guru mikir kita beli di toko." Lagi, entah berapa kali cowok itu memamerkan kemampuan.
"Terserah lo deh."
Yumna memasukkan suapan pertama masakan itu. Tanpa sadar matanya melotot antusias karena ini enak banget dan dia suka!
"Biasa aja kali makannya," celetuk Jordy melihat orang di hadapannya ini makan terburu. "Laper atau doyan?"
Yumna berhenti menyuap karena sadar tingkah lakunya seperti orang kesurupan setan lapar. Hal itu membuat Jordy terkekeh, cewek galak ini bisa menggemaskan juga.
"Gue mau buru-buru pulang, udah malem," bohong Yumna. Dia bebas mau pulang jam berapa karena semua pekerjaan di rumah sudah selesai dibereskan.
"Tapi kita belom makan malem, lo nggak mau makan sesuatu?"
"Lah ini kita lagi ngapain? Menanam pohon?"
Cowok itu menepuk jidat, "Makan nasi maksudnya,"
"Gampang."
***
Selesai makan, Yumna berinisiatif membereskan semuanya. Ia mencuci peralatan masak. Jordy menonton televisi sambil menunggu Papi pulang. Jordy sama sekali nggak melarang Yumna untuk melakukan apa pun di sini.
"Yang bersih cuci piringnya abis itu dipel," teriak Jordy agar Yumna dengar.
Yumna memutar bola matanya sambil balas berteriak, "Nggak! Lo pikir gue pembantu lo."
Setelah mencuci piring, gadis itu izin ingin ke toilet. Jordy menunjukkan posisi toilet yang ada di samping kulkas. Dengan ragu, Yumna membuka pintu. Namun, belum sempat melangkahkan kakinya masuk Yumna sudah membanting pintu lagi agar tertutup. Hal itu membuat Jordy kaget bukan main.
"Eh ada apaan?" Jordy bangkit untuk melihat kondisi Yumna.
Yumna diam saja. Jordy lihat cewek itu memejamkan mata dengan napas yang terengah-engah, sambil memegang dada kirinya kuat. Adegan yang mirip dengan kejadian di kelas beberapa hari yang lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
N O R M A L ✓
Novela Juvenil[LENGKAP] Yumna itu cewek cantik dan pintar dari SMA Mentari. Beberapa cowok pun berusaha mendekat, tetapi hatinya sudah sekeras batu yang nggak mudah dilunakin begitu saja. Akhirnya, semua orang menyebutnya 'Tidak normal', hanya karena dirinya yang...