2. Cowok Minimarket

670 117 12
                                    

Yumna menuruni tangga stasiun dengan tergesa. Sesekali ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Cewek itu kesiangan di hari senin yang padat. Saat mencapai undakan terakhir, Yumna langsung berlari menuju sekolahnya mengingat gerbang yang akan ditutup lima menit lagi. Kalau ia berjalan santai, sudah pasti tidak boleh masuk.

Dengan sisa-sisa tenaga, Yumna tetap mencoba berlari tanpa memperhatikan sekelilingnya.

BUGH!

Cewek itu tersungkur di aspal trotoar bersamaan dengan seorang cowok sembrono yang baru saja keluar dari minimarket.

"Kalo jalan lihat ke depan, bukan lihat ke ponsel!" kesalnya karena tinggal beberapa meter lagi ia sampai di sekolah, sayangnya harus tertahan gara-gara cowok ini. Tanpa mempedulikan lututnya yang berdenyut. Yumna bangkit lalu melanjutkan larinya, ia bahkan tidak melihat wajah orang di hadapannya ini dengan jelas.

Yumna sampai nggak sadar kalau menjatuhkan benda pentingnya yang selalu dipakai agar tidak mendengar ocehan teman-temannya.

"Dia  jatuhin earphone, kayaknya buru-buru banget," gumam cowok itu. "Simpen deh, lumayan buat dengerin musik di sekolah baru." Dimasukannya benda kecil itu ke dalam saku celana. Perlahan ia berdiri sambil membersihkan seragam yang sedikit kotor, lalu berjalan santai menuju arah yang sama dengan Yumna tadi.

***

Sepanjang upacara, Yumna menahan perih di lututnya. Dia merasa banget kalau tadi terjatuh di kumpulan kerikil-kerikil tajam pinggir jalan. Untungnya upacara nggak terlalu lama sehingga ia kuat menahan di barisan belakang. Siswa yang lain sudah naik ke kelas masing-masing, sedangkan Yumna mengambil tas di pos satpam terlebih dahulu. Iya, tadi cewek itu berhasil masuk ketika gerbang hampir tertutup rapat, alhasil menitipkan tasnya di sini.

Gadis itu berencana membersihkan lecetnya di UKS terlebih dahulu. Koridor sudah sepi, hanya ada beberapa petugas upacara di lapangan yang masih mengambil foto sebagai kenang-kenangan. Dia berjalan perlahan sambil menahan sakitnya bahkan tidak menyadari ada cowok yang berjalan di belakangnya. Namun ketika gadis itu berbelok ke UKS, cowok itu tetap melanjutkan langkahnya untuk menuju lantai atas.

Nggak ada sapaan ramah terdengar dari penjaga UKS yang merupakan dua teman sekelasnya. Bahkan mereka tidak menanyakan apa yang Yumna keluhkan. Yumna memang sudah biasa dianggap tidak ada di sekolah ini oleh teman seangkatan. Untungnya, dia sudah tahu di mana alat-alat untuk membersihkan luka.

"Parah juga lukanya," gumam Yumna. Ia segera mengoleskan dengan kapas yang sudah ditetesi obat luka dan menutupnya dengan plester luka.

Dilangkahkan kakinya itu dengan perlahan untuk menuju kelas. Sudah pasti dia terlambat masuk kelas, biar sajalah. Luka di kakinya tidak dapat berbohong.

"Habis darimana kamu?" tegur Pak Doni begitu Yumna masuk kelas dan mencium tangannya.

"UKS, Pak."

"Ngapain?"

"Lutut saya luka," jawabnya jujur.

"Oke silahkan duduk." Yumna menghela napas, untungnya Pak Doni nggak menghukumnya atau bertanya yang macam-macam.

Saat mau melangkah menuju tempat duduknya, kening Yumna mengernyit. Sejak kapan ada orang yang mau duduk di sana? Selama ini bahkan Yumna nggak punya apa yang disebut dengan chairmate.

"Kok kamu diam?" Suara Pak Doni membuatnya tersadar.

"Tempat duduk saya kok ditempatin?"

"Selama ini kamu duduk sendiri, kan? Bagus dong saya kasih teman sebangku."

N O R M A L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang