Jordy menyapu pandangannya ke seluruh kantin. Jarum jam yang melingkar di tangannya menunjukkan waktu di saat ia harusnya menemukan Yumna di sini. Namun, ini sudah hari kedua sosok Yumna nggak pernah ada di kantin saat sudah mepet bel masuk berbunyi.
Ia khawatir, pasalnya Yumna pun selalu menghindarinya selama ini. Bukan hanya tidak mau diajak bicara, tetapi berkontak mata pun enggan. Yumna menjadi Yumna di bulan pertama mereka bertemu, dingin dan jutek. Padahal Jordy tidak merasa melakukan kesalahan apa pun.
"Udah mau bel, gak ke atas?" Jordy terkaget, Marcell tiba-tiba muncul di depannya.
"Gue udah biasa, bel bunyi baru naik."
"Sama Yumna?" tebak Marcell. "Gue pernah nggak sengaja liat dia makan buru-buru jam segini."
"Iya, tapi akhir-akhir ini gue gak tau dia ke mana."
Marcell terlihat berpikir sesuatu. "Sejak kapan?"
"Dua hari mungkin?"
"Berarti terakhir ngobrol hari Selasa?"
Jordy mengingat terakhir kali bicara dengan Yumna saat ada jam kosong waktu itu. Dia mengangguk, membenarkan kalau pembicaraan terakhirnya hari Selasa.
"Gue gak tau ini berkaitan atau enggak," kata Marcell. "Tapi, Selasa siang gue lihat Yumna keluar toilet dengan muka kesel. Gak lama kemudian, Tasya juga keluar dari sana."
Gebrakan di meja secara tiba-tiba membuat Marcell dan beberapa orang di sana terkejut. Jordy baru menyadari sesuatu. Hari itu, Yumna dan Tasya masuk kelas dalam waktu berdekatan. Ia mengabaikan karena di benaknya, mereka dari urusan yang berbeda. Bodohnya dia nggak curiga sama sekali dengan raut wajah Yumna hari itu.
"Dy, kayaknya permainan udah dimulai." Marcell menepuk bahu Jordy.
"Tujuan mereka ngusik Yumna apa, sih? Perasaan cewek itu semakin kalem." Jordy berdecak kesal.
"Dia punya segalanya yang diimpikan cewek, Dy."
"Ya seharusnya berusaha, bukan ganggu kehidupan orang."
Sepi sesaat, Marcell menyerupur es susu cokelatnya sampai setengah gelas. "Tapi ada kekurangannya. Yumna gak setara sama mereka. Semacam kelas sosial."
"Maksudnya Yumna bukan orang golongan orang tajir kayak sebagian orang di sini?" tanya Jordy, tidak yakin karena dia pernah tidak sengaja melihat isi dompet Yumna.
"Hmmm, salah satu penyebab Tasya de el el gak mau temenan ya karena itu. Coba lo lihat, semua orang di sini diantar-jemput naik kendaraan pribadi--"
Jordy menggeleng, "Gue jalan kaki."
"Rumah lo deket sini?"
Jordy menggaruk leher, aduh dia salah bicara. "Nggak juga."
"Bohong, bilang aja gak mau yang lain main ke rumah lo."
Jordy mendengus. Marcell bukan orang sembarangan, bagaimana bisa dia mengetahui gelagat Jordy padahal mereka sangat jarang berbicara seperti ini?
"Mungkin cuma Yumna setiap hari naik kereta," lanjut Marcell.
Jordy sedikit terkejut mendengar itu. Bukannya rumah Yumna juga nggak jauh dari sini maka dari itu dja sering melihatnya berjalan kaki? Pertanyaan itu terpaksa ditelan sendiri oleh Jordy saat bel masuk berbunyi nyaring, membuat dua orang itu berpisah untuk ke kelasnya masing-masing.
***
Suasana di kelas heboh, lantaran guru Bahasa Indonesia meninggalkan mereka sebentar untuk membagi kelompok ujian praktik. Pesannya saat beliau kembali, lima kelompok harus sudah jadi. Ketua kelas yang diberikan tugas itu bingung. Semua orang meminta agar sekelompok dengan teman yang mereka sukai dan menolak sekelompok dengan orang yang malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R M A L ✓
Fiksi Remaja[LENGKAP] Yumna itu cewek cantik dan pintar dari SMA Mentari. Beberapa cowok pun berusaha mendekat, tetapi hatinya sudah sekeras batu yang nggak mudah dilunakin begitu saja. Akhirnya, semua orang menyebutnya 'Tidak normal', hanya karena dirinya yang...
