Waktu berlalu begitu cepat, besok sudah hari terakhir Ujian Akhir Semester Ganjil di SMA Mentari. Kebetulan hari terakhir itu jatuh pada hari Senin yang ditutup dengan Matematika dan Seni Budaya. Sehingga, banyak siswa yang memanfaatkan waktu di hari Sabtu dan Minggu untuk belajar semampunya. Meski tak menutup kemungkinan ada yang akan pasrah, menunggu keajaiban yang datang saat ujian.
Jordy di antara ingin usaha dan pasrah. Dia agak miris dengan nilai matematikanya yang paling tinggi menyentuh tujuh puluh delapan. Sebenarnya malas dan ingin pasrah, tetapi ia ingin berubah. Maka dari itu, dengan seribu satu cara dia mencoba membujuk gadis yang daritadi menggerutu lantaran dia yang sulit memahami materi.
"Jangan bikin waktu gue kebuang, ini masa ngitung mean pake rumus median?" Yumna membuang napas kasar.
"Sabar-sabar, namanya lupa."
"Lo aja yang males buat menghafal rumus," geram Yumna.
"Matematika kan yang penting hitung, Na?" Tanpa dosa, Jordy cengengesan.
"Kalo gak hafal rumus, apa yang mau lo hitung?"
"Hitung kancing baju aja." Jordy mempraktikkan apa yang dimaksud seraya bernyanyi. "Cap-cip-cup kembang kuncup."
"Gak usah belajar!" Yumna membanting pensil yang ia gunakan untuk ikut mencoret-coret hitungan Jordy. Dia heran, bisa-bisanya mengiyakan Jordy untuk belajar bersama di apartemennya setelah cowok itu menggodanya, "Panggil gue Jo lagi dong, kayaknya keren beda dari yang lain." dan berkali-kali sengaja mengucap kata Jo agar Yumna mau mengajarkannya.
Yumna mengumpat, dia hanya kelepasan saat itu dan yang terlintas di benaknya hanya kata Jo alih-alih Dy seperti yang lain. Itu kan hanya masalah sebutan, kenapa Jordy heboh banget, sih?
"Nih udah nih." Setelah menunggu beberapa menit, Jordy menyerahkan kembali lembarannya untuk diperiksa Yumna. Jordy dapat melihat Yumna mengangguk-angguk secara samar dan itu membuatnya tersenyum puas karena artinya jawabannya benar.
"Udah bener, mau belajar apalagi?" tawar Yumna dengan suara yang lebih bersahabat.
Jordy tampak berpikir, hanya dua materi Matematika yang akan diujikan besok. Dari siang, Jordy sudah belajar tentang ruang tiga dimensi sampai Yumna harus mengeluarkan benda berbentuk kubus agar cowok dapat membayangkan bentuknya dan itu berhasil membuatnya paham. Sekarang, matahari hampir tenggelam, Jordy sudah dapat menjawab soal statistika yang diberikan Yumna.
"Besok gue pake penghapus aja kali, ya? Biar bisa ngebayangin panjang ruang, panjang sisi, diagonal?" tanya Jordy.
"Boleh."
"Terus gue udah lumayan ngitung statistik, tinggal pahami rumus, kan?" tanyanya memastikan dan dibalas anggukan Yumna. "Oke, mau makan apa, Na?"
"Gue udah pesen." Yumna memperlihatkan ponselnya yang menampilkan aplikasi pesan-antar itu.
"Hah, kok gak bilang-bilang?" Jordy agak terkejut.
"Emang gue harus lapor lo kalo gue udah laper?"
"Ya, harus! Kesannya gue kayak gak menjamu tamu tau?"
Yumna meluruskan kakinya yang terasa pegal. "Lo udah siapin minum sama dimsum, cukup."
"Ya, tetep aja. Terus itu lo pesen apa, satu atau dua."
"Dua dan buat omnivora kayak lo pasti doyan makan apa aja," ledek Yumna.
"Sialan. Ya udah, gue yang bayar nanti kalo dateng."
"Gak!" tolak Yumna. "Udah dibayar pake aplikasi."
"Gue ganti, ya?"
"Gak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R M A L ✓
Teen Fiction[LENGKAP] Yumna itu cewek cantik dan pintar dari SMA Mentari. Beberapa cowok pun berusaha mendekat, tetapi hatinya sudah sekeras batu yang nggak mudah dilunakin begitu saja. Akhirnya, semua orang menyebutnya 'Tidak normal', hanya karena dirinya yang...