17. Pernah Bertemu

316 84 13
                                        

Ada senyuman penuh kemenangan dari seorang lelaki setelah berhasil memotret Yumna dengan seorang pria itu. Bahkan Yumna yang dibawa masuk ke sebuah ruangan tak luput dari bidikannya. Dalam benak lelaki itu, ia meyakini kalau dugaannya selama ini adalah benar karena sudah mendapat bukti yang nggak bisa dibantah. Kelak, ini akan menjadi berita besar di sekolah.

Ia menyimpan foto ini untuk sementara. Jika ada waktu yang pas, foto-foto itu akan menyebar luas di ponsel-ponsel siswa SMA Mentari.

Senyumnya terlihat licik dan setelah merasa cukup, ia pun berjalan ke bar yang juga disediakan di lantai satu.

***

Seperti malam-malam sebelumnya, Jordy merasa hampa di apartemennya ini. Apalagi jika ada acara besar di hotel tempat kerja Papi seperti hari ini. Tidak ada yang menemaninya selain televisi yang menampilkan grup Inggris yang legendaris itu.

Jordy jarang bermain dengan teman yang lain selama liburan. Minatnya berkurang setelah kejadian malam di rumah Arvin. Sementara teman-temannya yang lain masih sering berkumpul, entah itu di rumah Arvin, di kafe, atau tanding futsal. Meski begitu Jordy tidak serta-merta memutus hubungan dengan mereka, sesekali ia masih bertukar pesan di obrolan grup.

Cowok itu masih tidak habis pikir kalau Yumna begitu dibenci oleh sebagian temannya. Padahal hanya kesalahpahaman biasa. Pantas saja Yumna tidak dapat berbaur lagi dengan mereka. Ah, Jordy jadi ingin bertemu dengan Yumna sekarang.

"Pasti ditolak, aneh-aneh aja keinginan lo," bisik Jordy. "Tapi bosen."

Ia memilih berbaring lagi di sofanya. Berjalan-jalan di sekitar gedung apartemennya? Hampir setiap hari dilakukan. Ke mall? Tidak tahu mau melakukan apa. Sekarang masih pukul sepuluh, bukan waktunya ia tidur.

"Loyo banget anak muda di malem minggu." Belum ada satu menit ia berbaring, suara Papi masuk ke telinganya dan bikin dia langsung duduk.

"Papi udah pulang?"

"Bukan, saya kembarannya Papi kamu," jawabnya nyeleneh. "Udah tau ada di sini, kenapa nanya?"

"Tau basa-basi gak sih?" cibirnya. "Bosen, Pi."

Papi mencuci tangannya lalu mengikuti anak kesayangannya duduk di sofa. "Cari pacar makanya."

Hampir tujuh belas tahun menjadi ayahnya Jordy, Papi nggak pernah dengar anaknya menjalin hubungan serius dengan wanita.

"Males mikirin cewek."

"Eh cewek yang itu, yang waktu itu ke sini ... kamu beneran nggak ada hubungan sama dia?"

Jordy memutar matanya malas, "Ada, hubungan pertemanan."

"Cih, mana temen kamu yang lain? Kenapa nggak dibawa ke sini?"

"Males, terlalu deket sama sekolah nanti dijadiin basecamp."

"Nggak ada yang tau kamu penghuni sini selain temen kamu itu?"

Jordy mengangguk, membenarkan. "Mungkin nanti kelas dua belas kalo ada kerja kelompok."

Papi menaruh tatapan penuh curiga, masih nggak yakin kalau anaknya ini nggak memiliki hubungan spesial sama temannya yang pernah ke sini. Namun, ia tidak mau ikut campur lebih lanjut, biarkan saja putranya yang mengurus masalah percintaan.

"Kamu nyesel pindah ke Jakarta lagi?" tanya Papi yang bikin Jordy menaikkan alisnya.

"Maksud Papi?"

"Kamu jadi lebih sendiri," ujar Papi.

Jordy menggeleng, "Aku pengen tinggal di deket Mami."

Ya, tujuan Jordy sejak awal masuk SMA untuk tinggal di Jakarta lagi adalah agar ia mudah untuk pergi ke makam Mami. Tidak harus menunggu satu tahun sekali saat ulang tahun atau hari wafatnya Mami. Jordy ingin mengunjungi dengan mudah, jika dia rindu. Namun, Papi baru mewujudkan keinginan anaknya itu sekarang.

N O R M A L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang