9. Risih

365 79 10
                                    

Di sebuah halte yang nggak jauh dari rumahnya, Yumna diam berdiri menunggu Transjakarta yang akan membawa dirinya ke tempat yang menyebalkan yaitu sebuah kafe. Bukan masalah kafenya, sih. Melainkan orang-orang yang akan ia temui nanti di sana: Jordy dan Arvin. Ponsel Yumna berdering lagi, kali ini Arvin mengatakan kalau dia baru saja tiba dan sebelumnya Jordy juga mengabari hal yang sama.

Yumna tertawa di balik maskernya, dia masih menunggu bus sedangkan kedua temannya sudah sampai di tempat.

Sebenarnya dia malas beranjak, tetapi ini adalah tugas kelompok ekonomi yang terakhir yaitu mengerjakan kisi-kisi bersama. Yumna bisa mengerjakan sendiri, tetapi Jordy mengancam akan memberitahu ke teman-teman kalau Yumna takut kecoak. Bodohnya hanya karena itu Yumna kalah dan kakinya telah melangkah masuk ke dalam bus yang baru saja tiba.

Beberapa menit perjalanan, Yumna sampai di tujuan. Nggak butuh waktu lama mencari kedua temannya karena Jordy sudah melambaikan tangan membuat Yumna menghampiri meja mereka.

"Lo telat lima belas menit," celetukan Jordy pas banget Yumna meletakkan bokongnya.

Yumna tidak menggubris, memilih untuk membuka buku menu yang tersedia di sana.

"Kacang mahal," gumam Jordy lagi.

Arvin yang ada di antara kedua orang itu hanya menggeleng. Jordy memang hobi banget bikin orang lain naik darah.

"Lo ke sini naik apa, Na?" tanya Arvin begitu Yumna menyerahkan pesanannya ke pelayan yang lewat.

"Bukan—"

"Naik kuda terbang karena Yumna adalah bidadari." Belum sempat Yumna menyelesaikan perkataannya, langsung dipotong oleh Jordy dan itu tentu saja bikin Yumna ingin menjambak rambut Jordy hinhga kepalanya botak! Untung saja, masih ingat kalau dia sedang ada di tempat umum.

"Bidadari untuk—"

"Kalo masih gak jelas gini, gue pergi," balas Yumna yang juga memotong ucapan Arvin.

"Gue bercanda doang, sumpah dah. Biar nggak pusing langsung belajar." Jordy menampilkan jari tengah dan telunjuknya, tanda perdamaian melihat wajah cewek itu bermuka masam.

"Dan gue nggak suka dibercandain kayak gitu," sinis Yumna.

Arvin memandang kedua orang ini lewat sudut matanya, bukan pertama kali ia menyaksikan mereka bertengkar tapi juga di kelas. Namun, satu hal yang baru ia sadari

Kenyataan bahwa Yumna menatap sorot mata Jordy meski dengan tatapan masam. Selama ini Arvin selalu merasa Yumna menghindari tatapan dirinya ataupun teman yang lain. Apalago Jordy-lah yang berhasil membujuk Yumna untuk kerja kelompok di sini. Entah ada perasaan iri yang datang begitu saja, tetapi Arvin langsung menepis pikiran jeleknya itu.

"Sesuai kesepakatan, kita cuma ngerjain soal hitungan bareng aja, ya?Karena yang teori udah dicari di rumah," ujar Arvin akhirnya untuk memulai kerja kelompok ini.

"Gue udah cari penjelasan nomer yang gue kerjain, tinggal satuin aja nih sama punya kalian," timpal Jordy sembari menunjukkan dokumen pengerjaannya lewat ponsel.

Yumna mengangguk, karena memang Arvin sudah membagi mereka untuk mengerjakan nomor berapa saja, nanti tinggal disatukan.

"Ya udah ayo ngerjain," sahut Yumna akhirnya dengan nada biasa.

Arvin mencari soal-soal hitungan yang terkait dengan kisi-kisi di internet, sedangkan Yumna mencarinya di buku paket serta di buku latihan yang pernah diberikan Bu Leli. Arvin hanya bengong melihat kesibukan dua orang pintar ini, dia menunggu mereka memberikan soal padanya. Setahu Jordy, mereka sudah khatam sama materi Ekonomi SMA.

N O R M A L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang