Langkah Yumna terayun untuk menuju ke perpustakaan. Di tangannya menenteng sebuah totebag yang berisi kumpulan buku yang telah ia pinjam di perpustakaan. Kehidupannya yang sepi selama di sekolah menjadikan buku dan perpustakaan sebagai teman penghilang gundah. Terlebih, besok adalah pengambilan rapot. Jadi jelas, buku yang dipinjam harus segera dikembalikan.
"Perasaan kemarin di sini," desahnya melihat posisi rak tempat dia mengambil buku berubah.
Dia pun mengedarkan pandangan untuk mengetahui letak rak ini. Sialnya, kumpulan buku ini ditaruh di rak yang letaknya tinggi. Tak terjangkau dengan dengan kakinya yang pendek.
Ia hendak menaruh asal bukunya di sembarang rak, tetapi sebuah tangan menghentikan pergerakannya.
"Kalo gak bisa ... minta tolong dong, Yumna," katanya sembari meletakan semua itu di tempat yang seharusnya.
"Basi, gak ada orang di sini." Yumna menjawab dengan malas, meninggalkan cowok yang telah membantunya itu tanpa mengucap terima kasih. Melihat sikap perempuan yang masih disukainya itu membuat dia menghela napas, berharap ada sesuatu yang dapat menahan mereka itu tetap di sini berdua.
Pintu perpustakaan terbuka, menampilkan tiga orang petugas kebersihan sekolah yang membawa kardus besar. Diikuti dengan penjaga perpustakaan yang datang dengan membawa selembar kertas.
"Mas, tolong taruh di tengah-tengah aja biar saya gampang datanya," perintahnya.
Yumna yang melihat kedatangan buku baru langsung berbinar, dia bisa meminjam beberapa untuk menemaninya berlibur.
"Kalo mau minjem, bantu saya data bukunya dulu. Banyak nih, biar cepet!" Seakan tahu isi pikiran Yumna, penjaga perpustakaan itu berbicara. Yumna yang memang mau dan menghindari suasana luar mengangguk setuju. Lagipula, dia sudah beberapa kali membantu Mbak Indah membereskan perpustakaan. "Bagus ada cowok juga, kamu bisa bantu taruh yang berat-berat dan tinggi."
Arvin dengan senang hati menyetujui untuk membantu Mbak Indah. Dia sangat senang, harapannya beberapa menit lalu langsung dikabulkan. Meski dapat dilihat raut wajah Yumna yang berubah menjadi masam.
"Yuna, kamu kayak biasa ya pasang label angka sama kertas pinjam," ucapnya setelah semua petugas kebersihan keluar.
Yumna dengan cepat duduk di karpet perpustakaan. "Yumna, Mbak," koreksinya.
"Oh iya, saya lupa terus."
Yumna dengan Mbak Indah memang cukup dekat karena Yumna sering berkunjung.
"Mana labelnya, langsung saya kerjain aja," pinta Yumna.
"Saya juga bantu pasangin deh, banyak banget," sahut Arvin.
"Aduh, ganteng dan ringan tangan. Sering-sering ke perpustakaan, Mas, temenin Yumna," celetuknya. Mbak Indah itu meski penampilannya judes, tetapi sangat banyak omong.
"Gak jelas, Mbak," kesal Yumna.
Mbak Indah terkekeh, "Ya udah, saya ambil laptop dulu. Ketinggalan di mobil saya."
Setelah Mbak Indah pergi, Yumna berdecak. Apalagi Arvin sudah ada di hadapannya mengambil buku di kardus kedua, mengukuti kegiatan Yumna.
"Mbak Indah asyik juga ya, Na?" Arvin membuka percakapan di tengah keheningan ini.
"Hmm," gumam Yumna seperti biasa tanpa menatap lawan bicara.
"Lo sering banget ya ke perpus sampe akrab sama Mbak Indah?"
"Lumayan."
Kedua pipi Arvin mencetak lesung pipinya. Dia senang, Yumna menyahuti pertanyaannya meski sangat singkat tanpa kontak mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R M A L ✓
Teen Fiction[LENGKAP] Yumna itu cewek cantik dan pintar dari SMA Mentari. Beberapa cowok pun berusaha mendekat, tetapi hatinya sudah sekeras batu yang nggak mudah dilunakin begitu saja. Akhirnya, semua orang menyebutnya 'Tidak normal', hanya karena dirinya yang...