Adakah yang menunggu cerita ini? hehe
***
Hari ini ada pameran budaya untuk memperingati bulan bahasa di sekolahnya. Yumna mengangkat sedikit kain kebaya yang ia gunakan agar tidak menghambat langkah menuju kelas. Kemeriahan di lapangan sama sekali tidak menarik perhatian Yumna. Di tengah keramaian sekolah, justru Yumna akan selalu merasa kesepian. Imelda sibuk mengurus penampilan paduan suara, membuat mereka hampir tidak bertemu hari ini. Dan ini sudah genap seminggu sejak Jordy menghilang.
Wali kelas dan temannya yang saat itu ke rumah Jordy mendapatkan hal yang sama sepertinya, nihil. Tak ada tanda-tanda kehidupan di apartemennya.
Gadis itu berencana mengambil earphone di tas. Koridor tempat kelasnya berada tidak sesepi pikirannya, suara musik di lapangan juga sudah mulai berhenti. Sepertinya pertunjukan di bawah sedang istirahat. Yumna nggak akan mempermasalahkan semua itu jika saja seluruh mata yang ia lewati tidak menatapnya sinis. Bahkan beberapa ada yang sengaja berbisik ke temannya begitu Yumna melintasi mereka.
Hal itu bikin Yumna nggak nyaman. Perasannya ... selama ini ia tidak berbuat aneh-aneh. Pasti ada sesuatu yang tak beres. Ia mempercepat langkahnya menuju kelas, dan begitu ia sampai. Sesuatu membuat darahnya naik.
"Apa yang lo lakuin di tas gue?" geram Yumna sembari menyingkirkan tangan Chika yang sedang membongkar sesuatu di tasnya.
"Santai aja dong!" Chika mengelus-elus lengannya yang terasa sakit karena dicengkeram cukup kuat oleh Yumna. "Cuma mau cari tugas lo buat disalin, kenapa?"
Mendengar jawaban Chika membuat amarah Yumna nggak dapat ditahan. Bisa-bisanya cewek itu bicara enteng yang mau menyalin tugas-tugas yang dikerjakan susah payah olehnya?
"Jangan seenaknya!" bentak Yumna.
Chika justru terkekeh remeh, "Cewek kayak lo ngapain sih capek-capek belajar? Emang masih punya masa depan?"
Yumna nggak mengerti dengan apa yang dibicarakan Chika. Seluruh siswa di kelas sudah menjadikan mereka pusat perhatian sekarang. Sayangnya tidak ada Jordy ataupun Imelda di antara mereka yang memerhatikan ini.
Kali ini yang menyahut pembicaraan mereka adalah Reno. "Bener kata Chika, lebih baik lo fokus cari uang."
Cari uang? Maksudnya, mereka sudah mengetahui pekerjaan Yumna sebagai kasir hingga seluruh orang membicarakan dan menatapnya sinis?
"Murid yang dibanggain guru ternyata sebandel itu di luar."
"Ya nggak heran sih, mukanya cakep pasti gampang cari duitnya."
"Aduh, udah berhenti-berhenti." Tasya berdiri, menghampiri tempat Yumna dan Chika. "Kasihan dia kalo kita ledekin, kerjanya jadi nggak semangat. Nanti pelanggannya nggak puas sama pelayanan cewek cantik ini."
"Udah sini tugas MTK lo yang harus dikumpul besok, gue mau nyontek dikit doang." Chika mengulurkan tangan agar Yumna memberikan tugas tersebut.
"Nyontek sedikit? Emangnya kita saling kenal sampe lo minta sesuatu sama cewek nggak normal ini?" sindir Yumna. "Lo nggak takut ikutan jadi nggak normal gara-gara berhubungan sama gue?"
Chika menahan kesal mendengar ucapan Yumna itu. Apalagi melihat Yumna yang dengan santai duduk di kursinya lagi. Alih-alih menyahuti ucapan temannya yang nggak Yumna mengerti itu, lebih baik Yumna mengabaikan bicara omong kosong itu.
Tasya berdiri tepat di samping Yumna duduk. Sempat menyunggingkan senyum sinisnya sebelum berujar, "Seharusnya lo nggak ada di sini, bikin malu sekolah aja."
Tatapan tajam diberikan Tasya ke Yumna yang masih mengabaikannya.
"Chika cuma mau lihat jawaban lo sedikit. Nggak ada yang bikin lo rugi, muka lo bakal tetep cantik buat goda lebih banyak cowok di luar sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R M A L ✓
Teen Fiction[LENGKAP] Yumna itu cewek cantik dan pintar dari SMA Mentari. Beberapa cowok pun berusaha mendekat, tetapi hatinya sudah sekeras batu yang nggak mudah dilunakin begitu saja. Akhirnya, semua orang menyebutnya 'Tidak normal', hanya karena dirinya yang...