Ponsel Yumna berdering entah sudah berapa kali hari ini. Gadis itu berdecak kesal ke benda pipih yang masih memunculkan nama yang sama pada bar notifikasinya. —Arvin. Akhir-akhir ini nama itu sangat gencar menghubunginya sejak Arra tidak sengaja mengangkat panggilan video malam itu.
Puluhan pesan diabaikan Yumna, seperti biasa. Terlebih lagi sekarang Arvin sering mengirim pesan tentang kegiatan pribadinya atau sekadar berbasa-basi bertanya apa saja yang Yumna lakukan. Cowok itu sangat kebal, padahal Yumna menyuruhnya untuk berhenti.
Yumna benar-benar tidak dapat luluh oleh pesona cowok ganteng itu. Walaupun kadang memang baik, hanya saja tidak ada sesuatu yang menggetarkannya. Setidaknya untuk bicara, Yumna sudah malas.
"Ponsel lo ada yang telepon tuh." Yumna kembali sadar ketika sebuah suara mengusiknya.
Ia melirik ponselnya sebal, takut-takut Arvin yang menghubunginya. Namun, keningnya berkerut membaca nama yang tertera, Mama.
"Saya denger kamu gak mau kuliah?"
Yumna menggigit bibir bawahnya, ketika mendengar satu kalimat pembuka dari sang Mama di balik telepon. Ah, guru di sekolahnya sangat pengadu.
"Hmmm ... masih bingung," jawab Yumna ragu.
"Saya daftarin kamu di perguruan tinggi swasta dekat rumah, saya yang pilih jurusannya. Kamu tinggal ikutin semuanya."
Mata Yumna membulat sempurna.
"Aku—"
"Saya mau kamu bantu perusahaan ini. Untuk saat ini saya izinkan kamu mencari pengalaman di luar sana, tapi ingat kamu juga harus sedia kalau saya butuh."
"Yumna boleh ambil part time ini?"
"Ya."
Setelah itu sambungan diputus sepihak.
Wajah Yumna yang berseri membuat orang di depannya mengamatinya dengan seksama. Dia paham, pasti telepon barusan adalah kabar baik yang ditunggu Yumna.
"Gue boleh paruh waktu di sini, Key!" girangnya, melupakan sejenak pesan-pesan dari Arvin.
"Misalnya gak boleh, gue yakin lo bakal nekat," sindir Key.
Yumna cemberut, tetapi hanya sebentar. "Kesannya gue kayak pembangkang banget."
"Terserah lah." Cewek itu menyandarkan bahunya di kursi. "Kenapa mama lo kasih izin?"
Yumna mengangkat kedua bahu. "Gak tau, katanya kelak gue disuruh bantu perusahaan."
"Na," panggil Key.
Yumna hanya menaikkan alis tanda menyahuti orang itu. Mengerti Key yang akan berbicara serius.
"Lo dan Mama lo baik-baik aja?" tanya Key hati-hati.
"Hmm ya kayak gitu masih dingin, kadang Mama ngajak ngobrol walaupun cuma nanya tentang Bian atau Arra." Yumna menarik pipinya membentuk senyuman. "Kalo gue salah, dia gak semarah dulu. Sekarang Mama nambah tugas Bu Lina buat cuci sama setrika."
"Oh ya?"
"Katanya, baju dia banyak yang nggak terurus." Kekehan garing terdengar. "Padahal gue udah berusaha yang terbaik. Mama mungkin mau menjauh dari gue?"
Key menggeleng kuat. "Lo lepas dari dua tugas itu, dan lo dapet kesempatan buat ngurusin perusahaan Papa."
Yumna terdiam, membuat Key melanjutkan ucapannya. "Mama lo gak mau lo nanggung banyak beban di saat anaknya udah mau tahun terakhir SMA. Secara gak langsung, nyuruh lo buat fokus belajar. Dan masalah perusahaan itu nunjukin lo masih bagian dari mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R M A L ✓
Teen Fiction[LENGKAP] Yumna itu cewek cantik dan pintar dari SMA Mentari. Beberapa cowok pun berusaha mendekat, tetapi hatinya sudah sekeras batu yang nggak mudah dilunakin begitu saja. Akhirnya, semua orang menyebutnya 'Tidak normal', hanya karena dirinya yang...
