"Gue kira tadi yang dateng telat murid baru."
Tadi pagi Yumna sampai di sekolah tepat ketika gerbang ditutup. Yumna harus ke sekolah Bian dulu yang jaraknya cukup jauh karena adiknya ada praktikum pagi. Walaupun memang belum terlambat, tetapi karena langkah Yumna sangat pelan alhasil ia sampai kelas saat sudah ada guru.
Di jam istirahat, seperti kemarin. Imelda dan teman-temannya menghampiri kursi Yumna sembari mengomentari gaya barunya.
"Tapi Yumna jadi lucu rambutnya segitu," komentar Imelda.
Iya, Yumna memutuskan untuk memotong rambut panjangnya. Sebenarnya ia hanya ingin merapikan rambut yang pernah digunting waktu operasi, tetapi Key dengan kurang ajarnya meminta orang salon untuk memangkasnya sampai leher. Mengubah drastis penampilan Yumna dengan gaya bob dan keningnya ditutupi poni. Kata Key, kalau mau buang sial harus potong pendek sekalian, jangan tanggung-tanggung.
"Hmmm, gerah soalnya," balas Yumna agak berbohong mengingat penampilan sekarang adalah campur tangan Key.
"Cocok, Na. Kayak lebih seger gitu." Hani mengakhiri kalimatnya dengan senyum. "Kita mau ke kantin dulu. Ada yang mau lo titip nggak?"
Yumna sempat berpikir, "Jus stroberi."
"Nggak bosen apa?" protes Jordy yang tahu-tahu muncul. Cowok itu belum lupa setiap menjenguk Yumna selalu ada gelas sisa minuman favorit cewek itu.
"Bukan urusan lo!" Memilih mengabaikan, Yumna menyerahkan uang kepada Imelda. Ketiga orang itu langsung bergegas karena tidak mau tambah berdesakan di kantin. "Ngapain lo di sini?"
Jordy justru duduk di tempat Imelda. Cowok itu mengeluarkan kotak makan. "Makan."
"Kenapa lo jadi ikut-ikutan, sih?"
"Daripada lo sendirian di kelas ini."
Dua orang itu sibuk menikmati makan yang mereka bawa. Ada makna tersirat dari ucapan Jordy, bukan sekadar menemani. Jordy masih ingat tentang trauma Yumna. Hal-hal buruk bisa saja terjadi, jika pikiran gadis itu sudah ke mana-mana.
Sebenarnya Yumna juga tidak masalah Jordy ada di sini. Sikap judesnya itu untuk menutupi rasa canggung, hanya ada mereka berdua di kelas sebesar ini. Meski bukan pertama kali, Yumna merasa berbeda. Bagaimana pun, Jordy cowok pertama yang mengubah segala rasa takutnya. Sejak kejadian itu bahkan Yumna nggak tahan jika berlama-lama dengan cowok, tetapi mengapa semua mengalir begitu saja jika bersama Jordy?
"Tangan lo masih sakit?" Jordy memecah keheningan.
"Asal nggak dipake buat angkat yang berat, udah mendingan," jawab Yumna dengan nada lebih santai. "Tapi nggak enak, nulisnya jadi lama." Karena yang terluka tangan kanannya, banyak aktivitas yang benar-benar terhalang, untungnya semua guru mengerti.
"Kalo kepala, masih suka pusing?"
"Enggak." Yumna memang tidak pernah merasa pusing, seingatnya sejak mengetahui mama yang memberi jus stroberi kondisinya benar-benar membaik. "Hmm, Jordy."
Jordy mengangkat sebelah alis. Tumben banget Yumna memanggil, meski cewek itu masih sibuk dengan bekal tanpa menatapnya.
"Gue mulai terapi sejak pulang dari rumah sakit," kata Yumna pelan. Gadis itu merasa tidak enak karena Jordy selalu mendapati kabar buruk tentangnya, sekarang Yumna ingin menyampaikan kabar bahagianya juga.
Jordy yang paham arah bicara Yumna langsung tersenyum, rasa senang itu juga sampai di dirinya. "Semoga perasaan lo lebih baik, ya? Walaupun terapi emang nggak bikin kita lupa, tapi seenggaknya lo berusaha ngelawan rasa takut. Berat sih, tapi nggak ada yang bisa kita lakuin selain menerima itu semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
N O R M A L ✓
Teen Fiction[LENGKAP] Yumna itu cewek cantik dan pintar dari SMA Mentari. Beberapa cowok pun berusaha mendekat, tetapi hatinya sudah sekeras batu yang nggak mudah dilunakin begitu saja. Akhirnya, semua orang menyebutnya 'Tidak normal', hanya karena dirinya yang...