30. Berani

301 81 51
                                    

Di tempatnya, netra Yumna menangkap sosok lelaki berdiri memunggungi area stasiun. Yumna sempat mengerutkan dahi untuk memastikan orang yang dilihatnya dari jarak lumayan jauh itu, sampai akhirnya ia tersenyum simpul. Dari seragam dan tasnya, Yumna sudah tahu itu siapa. Pemandangan pertama selama ia sekolah di SMA Mentari melihat siswa yang satu sekolah dengannya ada di area stasiun sepagi ini.

Yumna mulai melangkah mendekat. Cowok itu masih belum memutar tubuhnya. Sengaja, Yumna lewat tepat di hadapan cowok itu pura-pura tidak kenal. Kemudian, suara decakan sebal yang cukup keras itu terdengar sampai di telinga Yumna.

"Gak lihat gue di depan stasiun?"

"Lihat."

"Jahat banget, gak negor."

"Kenapa harus negor?"

"Biar kita ke sekolah bareng."

Langkah Yumna berhenti, ia menghadapkan tubuh ke arah cowok yang sudah berada di sisi kanannya itu. Nggak butuh waktu lama bagi Jordy untuk menyusul langkah pendek Yumna itu.

"Oh, lo nungguin gue?"

Jordy memutar bola matanya, "Yaa, ngapain lagi?"

"Nyari sarapan di deket stasiun, mungkin?" tebak Yumna mengingat di sekitar stasiun banyak sekali pedagang yang menyediakan berbagai macam makanan khas sarapan. Mulai dari yang manis sampai yang asin semua lengkap sampai jam sepuluh pagi. Hal itu selalu menjadi penyelamat Yumna saat ada praktik Prakarya dulu. Iya, Yumna sering beli makanan untuk penilaiannya.

"Papi gue tukang masak, ngapain beli makanan di luar?" kata Jordy yang selalu sudah sarapan tiap kali hendak sarapan.

Mereka melanjutkan langkahnya lagi. Menikmati udara pagi yang masih segar ini.

"Papi lo udah pulang?"

"Dini hari, makanya gue masih online semalem."

"Terus, beliau langsung masak pagi ini?"

"Iya, dia suka masak."

"Gak sopan," cibir Yumna. "Seharusnya lo masakin orang tua, apalagi abis perjalan jauh."

Jordy mengulum bibir, dari hari pertama ia pindah ke sekolah ini Jordy selalu menyukai ocehan Yumna. Ia sangat ingat bagaimana nyaringnya suara Yumna saat tersungkur di depan minimarket dan kata-kata kasarnya saat Jordy dengan sengaja memakai earphone milik gadis itu. Menurutnya, itu sangat menyenangkan --berbanding terbalik dengan orang lain yang menganggap sifat Yumna tidak normal.

"Itu tandanya Papi udah baik-baik aja, Na, kalau udah mulai lakuin kegemarannya," ujar Jordy dengan suara yang girang.

"Ah ... ya," respon Yumna singkat.

"Perasaan lo udah better?" tanya Jordy sehati-hati mungkin.

Wajah Yumna sedikit menurun, ia tidak tahu perasannya lebih baik atau tidak. Pastinya, ia merasa sangat puas dengan aksinya semalam di grup. "Mungkin?"

"Apapun itu, lo hebat."

Perkataan singkat itu menimbulkan efek yang luar biasa bagi Yumna. Hatinya menghangat, tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Yumna merasa aman, jika tidak ada Jordy entah bagaimana nasibnya sekarang. Bisa jadi, Yumna akan membiarkan rumor itu terus menyebar sebab tidak akan ada yang percaya dengannya.

***

Tidak seperti hari-hari biasanya yang seolah menyembunyikan kedekatannya dengan Yumna, Jordy secara terang-terangan membuntuti Yumna sepanjang hari. Yumna juga agak berbeda, dia tidak menghindar walaupun masih mendiamkan Jordy. Seperti sekarang, mereka sedang berjalan beriringan dengan membawa beberapa karya ilmiah Sosiologi kakak kelasnya tahun lalu. Tadi Yumna yang diminta guru Sosiologi-nya untuk mengambil itu di perpustakaan, lalu Jordy menawarkan diri untuk membantu gadis mungil itu.

N O R M A L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang