~》☆《~
.
.
.
.
.
_________________________________________BRUKKK
"AAAA...."
Acha terjatuh dengan tangan kanan yang menarik ujung baju Eca. Keduanya terguling dari atas tangga dengan Acha terlebih dahulu. Eca berhenti di tangga ketiga dari atas karena tangannya berhasil meraih pembatas, juga kakinya yang bisa menahan bobot tubuhnya. Kening Eca mengeluarkan darah segar.
Sedangkan Acha masih terus berguling sampai lantai bawah. Tangan dan kakinya tidak bisa bekerja sama, semuanya terasa kaku. Kening dan kepala Acha kini dilumuri darah pekat, begitupun dengan hidung Acha. Tpinya hilang entah dimana.
Mereka yang menyaksikan itu terbelalak kaget. Semuanya masih terdiam mencerna baik-baik kejadian itu.
Arka yang baru saja ingin menginjakkan kaki di anak tangga tercekat. Sedetik kemudian ia berlari melewati yang kini bersandar di pembatas tangga dan menghampiri Acha. Arka langsung memangku kepala Acha dan mengelus lembut kepala Acha.
"Kamu kuat." Acha tersenyum.
Eca yang melihat itu mengepalkan tangannya kuat dengan tatapan tajamnya. 'Gue benci lo Acha!'
Acha tersenyum kecil ketika mendapati keluarga Breklin yang berlari ke arahnya. Sayangnya, senyum itu pudar bersamaan dengan setetes air mata yang turun membasahi pipinya, ketika Arlan malah menyalahkannya.
"Dasar bodoh! Anak saya celaka karena kamu!"
Keluarganya hanya melewatinya. Acha menatap sendu mereka yang berjalan menuju Eca di atas sana. Arka sendiri hanya menggeleng tidak setuju.
Riel yang melihat itu berdesis sinis. "Keluarga bodoh!"
Yang lainnya langsung berlarian menghampiri Acha. Dengan panik Cakra langsung menggendong Acha, berlari keluar rumah diikuti Arka dan yang lainnya. "Kamu kuat, kamu harus bertahan." Acha memaksakan senyumnya mendengar ucapan Cakra.
Para perempuan yang mengikuti keduanya kinu menangis. Mereka langsung memasuki ketiga mobil yang mereka kendarai tadi.
Keluarga Breklin dengan Rian yang menggendong Eca berlarian keluar dari rumah itu tepat saat tiga mobil melaju cepat keluar dari pekarangan rumahnya. Tanpa berpikir panjang mereka ikut memasuki dan meninggakkan pekarangan rumah itu.
Arka melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi disusul dua mobil di belakangnya. Cakra yang memangku kepala Acha di kursi belakang sudah sangat panik
"Lebih cepat lagi, Ar!"
Arka melirik Cakra dari cermin. "Kita ngak boleh gegabah, Cak. Bukan hanya satu nyawa, tiga nyawa sekalipun bisa melayang."
Cakra menghembuskan napasnya berat, ia beralih menatap Acha. "Kamu kuat, ku mohon bertahan."
Cakra bertambah panik ketika melihat Acha yang hendak menutup matanya. "Jangan tutup mata kamu!"
Tangan Acha terangkat pelan menyentuh wajah Cakra. "A..ku ca...pek." Sedetik kemudian tangan Acha ternatuh bersamaan dengan matanya yang tertutup rapat dan mobil yang berhenti di depan sebuah rumah sakit.
Cakra kembali menggendong Acha dan membaringkannya disebuah brankar. Mantri dan suster langsung mendorong brankar Acha menuju ruang ICU diikuti yang lainnya.
Tak lama kemudian Dr. Robert dan salah satu dokter umum, masuk ke dalam ruangan itu. Cakra, Arka, dan juga Rigel tak tinggal diam, ketiganya terus mondar mandir. Sementara yang lainnya terduduk di kursi tunggu.
Mereka semua menoleh ketika menyadari kehadiran orang tua Cakra, Laurent, dan juga Bara di sana.
"Gimana keadaan Acha?" tanya Rosa.
"Masih diperiksa Ma."
*****
Acha sudah ditangani oleh dokter dan beberapa perawat.
"Bagaimana Dok?"
"Saya bingung, apa dia mempunyai riwayat penyakit serius?"
Dr. Robert mengangguk. "Dia pasien saya, Leukemia Limfoblasti Akut."
Dr. Vander langsung menoleh. "Dia baru saja dioprasi?"
Dr. Robert kembali mengangguk. "Transplantasi sumsum tulang."
Dr. Vander menghela napas gusar. "Yang saya takutkan oprasi itu akan gagal dan membahayakan nyawa pasien. Ditambah dengan benturan keras di kepalanya tadi."
"Begitu pun dengan saya."
"Dok, detak jantung pasien terhenti!"
Keduanya menoleh ke semua mesin EKG. Keduanya dengan cekatan langsung memeriksa keadaan Acha kembali. Dr. Vander langsung menyediakan AED atau alat kejut jantung.
1 kali percobaan gagal.
2 kali percobaan pun gagal.
Dan 3 kali percobaan.
Tit tit tit.
Suara mesin EKG berbunyi nyaring. Mereka saling pandang, sedetik kemudian mereka sama-sama menggeleng. Dr. Vender meletakkan AED yang digunakannya tadi.
Kedua dokter itu berjalan keluar dari ruangan ICU. Baru saja membuka pintu, mereka langsung dikerubuni oleh beberaoa orang.
"Bagaimana keadaan Acha Dok?" tanya Cakra cepat.
Kedua dokter itu saling pandang lalu menghela napas berat. Dr. Robert beralih menatapa Cakra.
"Maaf, kami gagal."
Maaf.
Sebagian dari part ini [part 55] dihapus untuk kepentingan penerbitan. Cerita lengkap bisa didapatkan di versi cetak Acha yang sementara dalam proses.❤❤
_________________________________________
Gimana? Gimana?
Jangan marah yah ama authornya😥Jangan lupa vote dan komen kawan.
Jangan lupa juga buat follow INSTAGRAM @YesychaMangopo.
Folback? Dm ajah😊
Jangan pelit😑☺Aku tunggu notifnya yah🤗🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
ACHA || Good Bye!! [Terbit✅]
Fiksi UmumVersi Cetak ACHA sudah bisa kalian pesan di toko buku online yang sudah bekerja sama dengan pihak penerbit. Kalian juga bisa menekan link di bio untuk memesan♡ PRE ORDER [25-11-2021]-[08-12-2021] 》Terbit di @Cloudbookspublishing REVISI!! SANGAT BAN...