|♧ 6• TERCEKAT!! ~》

132K 15K 365
                                    

~》¿♧¿☆¿♧¿《~
V
O
T
E
☆☆☆☆☆

______________________________________

~'Mereka mengenalku! Namun, dalam wujud orang lain:(

"Hai, lo Acha 'kan?" sapa Arka. Seketika Acha bernapas lega. Bahkan karena paniknya ia lupa bahwa masih menggunakan masker dan kaca matanya.

"Eh hai, iya, gue Acha," sapa balik Acha.

"Wih, senang ketemu lo lagi."

"Bang, dia siapa?" tanya seorang gadis yang muncul di belakang Arka.

"Oh ini dek, ini orang yang nyelamatin Aban pas dikeroyok kemarin. Namanya Acha."

"Wah, beneran Bang? Keknya cantik bangat deh Bang," heboh Eca. Yah, gadis itu Eca, kembaran Acha.

"Hahaha, iya dek, tapi sayangnya dia pakek masker terus."

Acha tertegun melihat tawa itu. Lama. Sudah lama sekali ia ingin melihat tawa itu lagi. 'Apa gue masih bisa menjadi orang yang membuat tawa itu hadir?'- pikirnya

"Ini siapa Cha?" tanya Arka melirik Marin membuyarkan lamunan Acha.

"Eh ... oh itu, eh, dia Marin," ucap Acha tergagap.

"Astaga, aku baru ngeh. Kakak kan mahasiswi yang magang di sekolah aku 'kan?" heboh Eca lagi yang dibalas hanya dengan senyum tipis Marin.

"Eh, gue juga baru sadar. Maaf Bu, hehehe," cengir Arka.

"Nggak usah terlalu formal kalau di luar sekolah. Panggil Marin aja."

"Hehehe. Iya Bu ... eh Rin," ucap Arka cengengesan.

Arka dan Eca mengambil tempat di kursi yang kosong. Interaksi keempatnya tidak luput dari pandangan Arlan, Dila, dan Rian. Tapi bukan itu, kini ketiganya fokus menatap ... Acha? Acha menjadi salah tingkah sendiri ketika menyadari bahwa Arlan, Dila, dan Rian menatapnya intens. Ia terus bergerak gelisah.

"Kenapa Cha?" tanya Marin menyadari keanehan Acha.

"Nggak papah," balas Acha sambil tersenyum. Meski ia memakai masker dan kaca mata hitam miliknya namun garis matanya tetap bisa di lihat bahwa ia tengah tersenyum.

"Eh, Bang," sahut Eca.

"Napa de?"

"Itu, Acha mirip kek aku Bang."

Deg

Jantung Acha berpacu dengan cepat. Napasnya mulai tidak beraturan. Marin yang kembali menyadari keanehan Acha pun mengerti. Ia lalu mengusap tangan Acha menenangkan, membuat Acha menatapnya dengan senyum yang tersembunyi di balik masker.

"Masak sih Dek?" tanya Arka lalu mengalihkan pandangannya menatap Acha dengan seksama.

"Iya juga ya, dia mirip kamu Dek. Lebih tepatnya mirip Cia," ujar Arka sambil mengangguk-anggukkan kepalanya,
"ah, mungkin kebetulan aja," lanjut Arka membuat Acha bernapas lega. Tapi terbesit rasa kecewa ketika Arka tidak bisa mengenalinya bahkan dari suaranya yang tidak pernah berubah sampai sekarang. Acha membuang rasa itu jauh-jauh. Ini salahnya, siapa suruh dia harus menyamar?

"Wah, ini siapa Dek? Pacar lo?" suara dari belakang Arka membuyarkan lamunan Acha. Di sana berdiri seorang laki-laki tampan yang tak lain adalah Rian. Napas Acha kembali tercekat. Ia sampai lupa kalau di tempat ini juga ada Abangnya yang satu bahkan juga orang tuanya.

"Bukanlah Bang, dia itu cewek yang udah nolongin gue waktu itu. Yang waktu gue dikeroyok," jelas Arka.

"Ooh, kuat juga lo ya," dengan senyum manisnya. Acha kembali tertegun. Ia jarang sekali melihat senyum itu, bahkan sekarang tidak pernah. Itupun ia melihatnya tapi senyum itu tidak ditunjukkan kepadanya, tapi pada ... Eca!

"Lah, kok jadinya ngumpul di sini?" suara lembut dari Bunda atau Dila kembali membuyarkan lamunan Acha.

"Ini Bun, katanya ini cewek yang udah nyelamatin Arka waktu dikeroyok kemarin," jawab Rian.

"Ceweknya kecil tapi hebat ya," puji Ayah atau Arlan, dibalas senyum miris dari Acha dengan tangan yang sudah mengepal. Marin yang merasakan tangan Acha mengepal di genggamannya kembali mengelus tangan itu.

"Kenalin nama gue Rian, Brian Fresko Breklin," ujar Rian sambil menyodorkan tangannya.

Dengan ragu Acha menerima uluran tangan itu. "Acha."

"Marin, Marin Demitri."

"Astaga!" pekik Eca tiba-tiba.

"Setan/Babi/Njing/Tai kuda," jawab serentak Acha, Marin, Rian, dan juga Arka. Sementara Arlan dan juga Dila mengelus dada mereka sambil menatap tajam Arka dan juga Rian dan dibalas cengiran khas keduanya. Eca sendiri sudah menyengir memperlihatkan giginya yang tertata rapi.

"Kenapa sih, Dek?" kesal Arka.

"Mm, itu Bang. Aku lupa kenalan sama mereka," balas Eca tambah menyengir membuat semua yang ada di meja itu menghela napas.

"Maaf ya," guman Eca mulai takut.

"Nggak papah, lain kali jangan diulangi," ucap Arlan menenangkan sambil mengelus puncak kepala Eca dengan sayang. Acha yang melihat itu tiba-tiba saja menjadi sedih. Ia kangen dengan perlakuan Ayahnya yang seperti itu kepadanya.

"Iya, Yah. Mm, kenalin nama aku Eca, ANESTHECYA FRESKA BREKLIN. Aku punya kembaran namanya Cia, Anasthacya Freska Breklin. Tapi sekarang dia ada di Yogyakarta sama Opa dan Oma," ucap Eca memperkenalkan namanya beserta kembarannya.

Lagi-lagi tubuh Acha menegang, kejadian ini seperti boomerang bagi dirinya sendiri. Ia seperti dipermainkan dengan mempertemukannya dengan masa lalunya dan mengungkit semua masa lalunya.

Acha menerima uluran tangan itu sama halnya dengan Marin.

"Acha."

"Marin."

"Nah ini Bunda aku namanya Bunda Dila dan ini Ayah aku namanya Ayah Arlan," lanjut Eca memperkenalkan Dila dan Arlan.

"Halo nak, makasih yah udah nolongin Arka," ucap Dila lembut.

"Kalau kamu mau minta imbalan bilang aja. Berapa pun akan kami berikan," tawar Arlan.

"Nggak usah, saya ikhlas," balas Acha dengen senyum paksa. Mati-matian ia menahan deraian air mata yang sudah mengenang di pelupuk matanya. Sementara tangan Marin terus mengelus punggung tangan Acha untuk menenangkan. Dan tentu saja itu tanpa sepengetahuan orang lain selain mereka berdua.

"Anak-anak kita pulang aja ya. Kasian Eca nanti sakitnya kambuh," saran Arlan dengan tangan kembali mengelus rambut Eca dengan lembut.

"Iya Yah," jawab Eca, Arka, dan Rian serentak.

"Yaudah nak Acha, Marin. Kita pamit dulu ya," pamit Dila.

"Iya, tante," jawab Marin mewakili.

"Dadah Acha, dadah Marin," ucap Eca sambil melambaikan tangannya.
Sedangkan Arka hanya tersenyum manis dan Rian sudah berjalan terlebih dahulu.

Air mata yang Acha tahan sedari tadi akhirnya mengalir ketika melihat keluarga Breklin telah keluar dari restoran.  Marin yang tidak tega melihatnya pun mengajaknya untuk segera pergi dari tempat itu.

"Tenang Cha, sekarang kita pulang aja ya," Acha hanya mengangguk sebagai jawaban. Mereka berdua berjalan keluar restoran menuju parkiran. Belanjaan mereka pun diantarkan oleh dua pelayanan atas perintah Marin.

VOTE☆ AND COMENT💬❤:)!!

ACHA || Good Bye!! [Terbit✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang