The Path Of DESTINY | 25. Artificial Respiration

149 7 0
                                    

Sepertinya, kata Ratu untuk dunianya begitu bodoh dalam bayanganku. Sangat tidak mungkin dan masuk akal walau sedikitpun aku merasa agar benar-benar terjadi. Di tambah, realita takdir seakan menampar dan membuatku tertawa renyah. 

~ Nameera Gumilo Adhikusuma 

•••

     Meera mengerang merasakan pusing di kepalanya sehabis bangun tidur. Dia mengusap mata sedikit tak sabar lalu bangun untuk duduk dan bersandar pada sandaran ranjang. Membuka-menutup mata, Meera masih di ambang batas kesadaran ketika baru membuka mata atau bangun dari tidur lelapnya. Menjelajah pandangannya pada sekitar kamar serta mencium bau ruangan yang berbeda, Meera tersentak pelan saat baru menyadari bahwa semalam ia pergi bersama Zayi dari gedung itu. Mereka meninggalkan ribuan pasang mata yang menatapnya penuh harap akan jawaban tentang hubungannya dengan Zayi.

     Helikopter. Lalu setelahnya Meera tak ingat lagi.

     "Kayaknya gue ketiduran pas di heli deh," ucapnya pelan sembari memutar akal untuk mengingat memori demi memori belasan jam lalu. "Handphone gue mana ya?" Meera mencoba mencari ponselnya dengan meraba-raba kasur. "Jangan bilang..." Dia menggeleng pelan untuk kemungkinan terburuk yang sedang terpikirkan. "Kayaknya beneran ketinggalan," pias Meera tatkala menyadari bahwa sebelum berdansa dengan Zayi, dia menaruh tas beserta ponsel di meja panjang tempatnya bertemu lelaki itu. "Malangnya kamu, Nameera..."

     Meera mengacak rambut pelan dan kemudian bangkit dari kasur menuju pintu. "Ini gue di mana ya?" tanyanya entah pada siapa. Gadis itu menyusuri lorong sepi yang setelahnya ada sebuah tangga melingkar menuju lantai bawah. Suara derap langkah kaki menjadi balasan Meera yang ditemani keheningan ruangan besar ini. "Apartemen ya?" ungkapnya sesaat sudah menapakki undakan terakhir tangga.

     Baru saja sepuluh langkah, sebuah seruan dengan sosok tak dikenalnya membuat Meera berjengit kaget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Baru saja sepuluh langkah, sebuah seruan dengan sosok tak dikenalnya membuat Meera berjengit kaget.

     "Siang, Nona Nameera."

     "Astaga!" Meera mengusap pelan dadanya.

     Wanita yang Meera perkirakan berumur tiga puluhan itu tersenyum tipis, "Perkenalkan saya Elle, salah satu asisten yang dipercayakan Tuan Zayi untuk menjaga Nona. Dan juga semua yang Nona butuhkan akan saya siapkan sesuai dengan perintah." Elle mengangguk formal pada Meera. Gadis itu hanya membalas anggukan dengan senyuman juga yang beruntungnya, bahasa yang di ucapkan Elle adalah Inggris, bukan Italia. Jadi, Meera dapat mengerti.

     "Terima kasih. Tapi tidak perlu memanggilku seperti itu, cukup Meera saja."

     Elle menggeleng tak enak hati, "Maaf, saya tidak bisa Nona. Ini sudah kewajiban saya dan perintah langsung dari Tuan Zayi," Meera berusaha mengerti. Ya, sudahlah. Dia juga tak akan memaksakan kehendak. Lagipula, Meera sedang menumpang saat ini. Ia tak mau berbuat aneh-aneh di negara yang dirinya sendiri tidak tau ada di belahan bumi mana juga jalan untuk pulang kembali.

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang