Kukira ini hanya ilusi semata ketika melihat keadaan kita saat ini yang membuatku seperti tak bernyawa.
~ Nameera Gumilo Adhikusuma
•••
Saat ini mobil yang tadi mengantarkan Meera dan yang lainnya untuk menjemput Kakak laki-lakinya Zani—Zayi, sedang melaju membelah jalanan yang padat di Jakarta siang ini.
Fyi, karena mobilnya lumayan besar jadi kita bertujuh cukup untuk satu mobil.
Di bagian kemudi ada sopir tentunya, di sampingnya ada Zayi. Di bagian tengah ada Meera dan Zavi, serta dibagian belakang ada Lofa, Ara, dan Zani.
"Meer, besok pulang sekolah jangan lupa ke butik kakak ya." Zavi berujar pada Meera yang lantas membuat Meera menoleh kepadanya. "Oke deh kak, untung kakak ingetin kalo gak aku kelupaan, hehe," balas Meera sambil nyengir kuda ke arah Zavi.
"Dasar. Kamu kerjaannya lupa melulu," balas Zavi kepada Meera yang kelihatannya langsung mengangkat dua jari lengan kirinya—menandakan damai. Dan sekedar informasi, jika Meera adalah salah satu model di butik Zavi. Ya, walaupun masih SMA, pesonanya tak bisa dibilang biasa saja, karena ketika Meera sudah dipoles make up, yakinlah, wajahnya bisa terlihat cukup dewasa. Seperti bukan diri Meera sendiri yang notabenenya gadis berusia 17 tahun.
"Meer, gue ikut dong besok. Males banget les nih," Lofa tiba-tiba membuka bersuara dan menyahuti obrolan yang sedang Meera dan Zavi bicarakan.
"Gue mah fine-fine aja, tapi coba tanya Kak Zavi boleh gak?" Meera berkata seraya ia membalikkan badannya yang tadi melihat belakang—ke arah Lofa yang dengan segera berbalik lagi seperti semula menghadap ke arah Zavi, dibagian kirinya untuk bertanya dengan pandangan mata.
"Boleh aja Lof, tapi nanti jangan rusuhin Meera ya pas lagi shoot." Balas Zavi kepada Lofa yang membuatnya senang sekaligus sebal karena dibilang pembuat rusuh. Namun, bukannya memang begitu ya? Lofa kenapa harus sebal, kan memang dirinya seperti itu.
"Kak! Besok aku juga mau ikut deh, males dirumah," Zani menambahkan. "Yaudah-yaudah terserah kalian aja, yang penting jangan ganggu Meera ya?!" Zavi menyahut dengan nada malas-malasan. Sudah biasa sekali bagi dirinya jika melihat adik—sekaligus salah satu temannya itu sesekali mengrecoki obrolan dia dan Meera.
"Ara mau ikut sekalian?" kini Zavi menambahkan pertanyaan, biar dirinya tidak lagi bertambah repot. Pasalnya, jika salah satu dari teman adiknya itu sedang berada di dalam butik miliknya dan tidak izin pada orang tua masing-masing, pasti yang disalahkan Zavi kan?
"Aku engga deh Kak, besok mau temenin Mama pergi." Sahut Ara dengan perkataannya yang di dengar oleh Zavi, sambil dia menganggukkan kepala sebagai tanda jawaban.
Setelah itu, tidak ada lagi percakapan di antara mereka, kecuali antara Lofa dan Zani yang sedang sibuk sendiri membicarakan hal-hal yang sangat penting menurut mereka. Laki-laki tampan misalnya?
Twenty minutes later.....
Keadaan di dalam mobil sangat hening. Lofa dan Zani sudah tertidur pulas karena sehabis berbincang terus menerus tanpa henti. Ara yang sedang memainkan ponselnya. Meera yang tengah melihat pemandangan jalan dari jendela mobil di bagian kanannya. Zavi yang juga ikut tertidur, mungkin lelah.
Dan di depan, ada Zayi yang...
Sedang memerhatikan gadisnya lewat kaca atas spion mobil yang berada di antara sopir dan samping kemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Path Of DESTINY
Romance"Ketika jalan takdir sudah memutuskanmu untukku, alasan logis apa yang masih bisa kau argumentasikan untuk menolaknya?" *** Nameera Gumilo Adhikusuma tidak pernah merasakan rasanya cinta yang begitu mendalam. Rasa cinta yang menggebu tapi lain hal...